Lawve - 12

2K 292 25
                                    

Keesokan harinya Namjoon bangun, Seokjin sudah duduk di atas ranjang dengan pandangan kosong. Bawah matanya hitam, Namjoon sampai menghela napas dan menduga Seokjin tidak nyenyak tidurnya pagi ini.

"Masih kepikiran?"

"Penting tidak sih pertanyaanmu?"

Namjoon menyeringai tipis. "Makanya jangan sok kepo. Sekalinya tahu malah kepikiran terus, kan."

"Habisnya...."

Seokjin tidak lagi melanjutkan perkataan. Dia sadar, ini juga karena kesalahannya sendiri. Kalau saja dia bisa lebih menekan rasa ingin tahunya....

Pun Namjoon tidak ada niat untuk mengungkitnya lagi. Biarlah itu menjadi pelajaran bagi Seokjin. Maka setelah meninggalkan kecupan ringan pada bibir Seokjin, ia melangkah turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi guna membasuh tubuh. Setelah itu mereka berkemas untuk pulang.

Walaupun jarak antara rumah Namjoon dan apartemen mereka tidak terlalu jauh sampai berjam-jam lamanya, Ibu Namjoon banyak membawakan mereka bekal untuk di jalan. Beliau bahkan meminta Seokjin untuk berkunjung lagi kapan-kapan dan menghubunginya setelah sampai di Seoul, semua itu membuat Namjoon tampak puas dengan acara pengenalan Seokjin pada keluarganya.

Di mobil, dalam perjalanan pulang, muncul tekukan kecil di pipi Namjoon yang menandakan bahwa ia cukup senang hari ini. Tapi gumaman Seokjin selanjutnya menghilangkan senyum di wajah Namjoon.

"Setelah ini aku tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Yoongi jika bertemu nanti," Seokjin merosot lemah di kursi mobil.

Namjoon mengerling sekilas dan bertanya, "Lho, memang kenapa?"

"Kau bilang hubungan mereka kandas gara-gara aku. Padahal aku tahu mereka pacaran saja tidak. Kau ini mengerjaiku atau bagaimana, sih? Mau sengaja biar aku merasa bersalah dan tidak tanya-tanya lagi?"

Mengedikkan bahu, sepasang manik Namjoon tetap lurus menatap ke arah jalanan yang tampak padat. "Sebagianーya, itu fakta dan aku sengaja agar kau tidak banyak bertanya. Lagipula untuk apa sih bertanya masa lalu? Masa lalu orang, pula. Kau itu milikku, Hyung, cukup dengarkan aku saja dan tidak perlu mengurusi orang lain lagi."

"Tapi Namjooon," Seokjin semakin merajuk, "kalau memang itu fakta, apa memang salahku sampai membuat mereka kandas?"

"Nah nah, mulai lagi, kan?" Namjoon menggeleng lelah. "Masalah itu biarlah kita kubur saja. Jangan sekali-sekali bertanya pada Yoongi atau Hoseok atau kau akan menyesal, Hyung. Tolong sekali ini menurutlah padaku."

Seokjin memajukan bibirnya kesal. Ucapan Namjoon terlihat seperti ancaman, tapi kalau dipikir-pikir lagi memang sebaiknya dia tidak bertanya pada keduanya daripada hubungan mereka nanti malah akan semakin canggung.

Setelah memasuki jalanan kota Seoul, Seokjin mulai membuka bekal yang dibawakan oleh Nyonya Kim dan menyuapi Namjoon sendok demi sendok.

"Apa menurutmu mereka sudah baikan?"

"Mereka? Siapa?"

"Jimin dan Taehyung," Namjoon menelan kunyahannya. "Belum dihubungi sama sekali?"

Seokjin mengedikkan bahu. "Jimin sempat kasih kabar, kalau Taehyung tidak sama sekali. Sepertinya dia sudah balik ke Daegu. Aku sempat lihat insta story-nya tadi malam."

Namjoon mengangguk paham. "Telepon dia kalau sudah sampai rumah, Sayang. Kau masih punya PR untuk memperbaiki hubungan mereka jika memang masih renggang."

"Ya, ya, aku tahu," balas Seokjin setengah pasrah.

Namjoon mengantar Seokjin sampai apartemen dan membantu membawakan tas-tasnya, memberi ciuman selamat tinggal yang hangat dan memberitahu Seokjin bahwa nanti malam dia akan menelepon sebelum Seokjin terlelap.

LAWVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang