"ーapa benar kalian sedang berpacaran sekarang?"
"Bicara apa sih? Sejak kapan Min Yoongi senang bergosip?"
"Tanpa mendengar dari gosip pun aku bisa melihatnya, Hyung. Bagaimana kalian saling mencuri pandang dalam ruang sidang, seolah bersaing bukan hanya soal memenangkan persidangan, namun juga bersaing siapa yang akan menang di atas ranjang."
Seokjin duduk di sofa bed sambil meminum teh herbal dengan pikiran yang berkelana. Buku fiksi di pangkuan yang tadinya mau dibaca bahkan belum tersentuh satu lembar pun.
Tidak disangka Yoongi adalah seorang yang peka, Seokjin jadi kewalahan menjawab pernyataan Yoongi, sekalipun Yoongi tidak pernah menuntutnya untuk menjawab.
"Haaah," tubuh Seokjin tenggelam dibalik busa sofa yang mengempis, "sekarang apa yang harus ia perbuat? Apa benar kami se-terlihat itu?"
"Apanya yang terlihat, Hyung?"
Seokjin menengok ke arah ruang tamu, dari arah sana Taehyung masuk sambil memutar kunci mobil di tangannya. "Kenapa baru pulang?" tanya Seokjin.
"Astaga," Taehyung menggeleng tidak percaya. Ia melepas jaket, meletakkannya di atas meja bersama dengan sebungkus plastik berisi makanan, lalu duduk di samping Seokjin, "ini bahkan baru jam sembilan. Jam malam di sini jam sepuluh, kan?"
"Jam sebelas kalau denganku. Dengan Jimin jam sepuluh, karena dia kolot seperti kakek-kakek."
Taehyung tertawa. "Kau tidak tahu kan dia tadi membombardirku dengan ratusan pesan yang isinya aku tidak boleh aneh-aneh selama jalan dengan Jeongguk? Terkadang aku merasa dia sama cerewetnya seperti Eomma."
"Dan kau senang saja diperhatikan demikian."
Taehyung tersenyum tipis saat ia meraih remote televisi. Mereka berdua terdiam selama beberapa menit sampai akhirnya Taehyung kembali angkat bicara, "Tadi kau belum menjawabku, Hyung."
"Apa?"
"Apanya yang terlihat?"
Bola mata Seokjin berputar malas. "Anak kecil tugasnya mengerjakan skripsi. Bukannya ke luar kota hanya untuk main sama pacar."
Mata Taehyung langsung melotot. "Hei! Jeonggukie itu temanku! Bukan pacar! Lagian aku kan butuh hiburan, makanya jauh-jauh datang ke Seoul biar tidak jenuh."
"Kalau memang hanya teman kenapa kemarin diam-diam menemuinya tanpa bilang ke Hyung dulu? Appa dan Eomma bahkan tahunya kau pergi bermain dengan Hyung. Mencurigakan."
Taehyung menggaruk kepalanya bingung. Resiko punya kakak terlampau sayang ya begini ini. Demi Tuhan ia sudah berusia dua puluh satu tahun sekarang, mau sampai kapan Seokjin memperlakukannya seolah Taehyung masih berumur sepuluh tahun?
"Aku rencana mau mengenalkan dia padamu, Hyung. Tapi tadi Jeongguk terlihat lelah karena sedang terkena gejala flu, jadinya aku tidak enak minta dia langsung mampir malam ini," Taehyung berpendapat. "Jeongguk menawarkan, lain kali dia saja yang akan menjemputku kalau mau main, jadi akan lebih mudah jika mau berkenalan dengan Jin-hyung. Tidak perlu pinjam mobil Hyung segala."
"Oh," Seokjin menumpangkan kakinya di atas meja, "baguslah kalau dia lebih peka darimu. Besok kenalkan padaku, aku bisa menilai bagaimana anak itu baik atau tidak untuk dijadikan teman dalam sekali pandang."
Taehyung menghela napas panjang. "Terserah ah," katanya, kemudian ia bangkit berdiri, mematikan televisi dan menggerutu kecil. "Bilangnya Jimin kolot, padahal sendirinya terkadang lebih kolot dari seorang kakek-kakek."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAWVE
FanfictionThe story between law and love. Between life and friendship. Because life is all about making choices. So...what would you choose? [Namjin Fanfiction] ーmain idea berasal dari sebuah novel berjudul The Law of Attraction © N.M Silber I do not own any...