Lawve - 22

1.4K 144 31
                                    

Mereka tidak berbicara sama sekali sejak Seokjin dan Jeongguk meninggalkan parkiran. Baik Jimin maupun Taehyungーkeduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Taehyung masih mendalami perannya sebagai sleeping prince ketika Jimin bolak-balik mengecek ponsel, tanpa sadar apa yang sudah dilakukannya sedikit mengganggu Taehyung.

Ada rasa gelisah yang mencengkeram kepala, dan tidak seharusnya mereka seperti ini.

Ditariknya napas dalam-dalam dan dalam hitungan detik, tubuh Jimin mengarah pada Taehyung.

"Tae," ucapnya pelan. Namun yang bersangkutan masih kokoh bergeming di tempat.

Jimin mendesah pelan dan berkata lagi, "Bisakah kita menghilangkan ego sejenak dan berbicara serius? Aku sungguh minta maaf, Tae, aku ingin kita kembali lagi seperti dulu," percikan sesal tersirat di setiap kata-kata yang terurai.

"Bisa tolong spesifikkan kalimat 'seperti dulu'? Maksudnya yang seperti apa ya? Saat kau menjanjikan sesuatu padaku dan kau sendiri yang mengingkarinya?"

"Taehyungー"

"Jim, aku lelah. Tidak hanya kau, aku juga lelah terus-terusan seperti ini."

Perlahan Taehyung menegakkan tubuh dan balas menatap Jimin. Sorot matanya begitu sendu. Seperti benar-benar capek, tapi Jimin rasa justru kecewa lah yang lebih melingkupi kedua bola mata indah itu saat ini. Membuat dadanya seketika terasa seperti diiris sembilu.

"Justru itu Tae, makanya aku bilang kita perlu bicara," suara Jimin melembut. "Aku tahu kau marah, itu hakmu dan aku tidak akan mencari pembelaan sama sekali. Tapi tolong jangan diam-diaman seperti kemarin. Bagaimana masalah bisa selesai kalau hanya diam terus-terusan?" lanjutnya lagi.

"Bagaimana masalah bisa selesai?" Simpul sinis terlukis dari bibir yang lebih muda. "Malah kupikir kita sudah clear, Jim. Kau memilih Yoonji-noona, bahkan orangtuanya saja memintamu untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dengannya. Lalu apa lagi yang kau mau dariku? Menempel bak idiot sedangkan kau sendiri terus-terusan mementingkan gadismu itu?"

"Taehyung," erangan serak bercokol di tenggorokan, "ーkau yang menolakku lebih dulu, ingat? Bilang bahwa kita lebih nyaman menjadi sahabat, padahal kau tahu bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Kau pikir aku robot? Aku juga punya perasaan, Taehyung-ah. Sekalipun aku bilang akan menunggu, tapi itu bukan berarti perasaanku bisa seenaknya kau gantungkan. Bahkan kau bersikap biasa saja setelahnya, seakan aku tidak pernah mengatakan apapun padamu."

Jeda sesaat sebelum Taehyung menyambar, "Oh, sekarang kau menyalahkanku atas sikapku??" Matanya menyipit tidak percaya, "Park Jimin, kau sendiri yang bilang akan menunggu kapanpun aku mau menjawab, dan kemudian kau menyalahkan rasa kecewaku sekarang. Benar-benar tidak kusangka kau akan setega ini."

"Taehyungー"

"Ini yang kau maksud tidak ada pembelaan tadi, eh?" nyaris Taehyung tertawa kosong. Bibirnya terasa begitu kering, begitu juga dengan perasaannya. Sementara dinginnya AC membekukan ujung-ujung jari, ia melanjutkan, "Jimin, aku hanya mau melihat perasaanmu yang sesungguhnya. Kita sudah lama bersama, aku juga butuh keyakinan bahwa yang kita rasakan ini benar, bukan hanya karena 'terbiasa dekat dan aku nyaman bersamamu'. Setelah kau bilang akan menunggu, kupikir kau akan memilihku, makanya aku memintamu untuk menjaga jarak dengan Yoonji-noona dan memprioritaskanku. Tapi apa yang kau lakukan?"

Tenggorokan Jimin benar-benar terasa panas.

"Kau berulang kali mengingkari janjimu, Jim. Kau mengingkari janjimu, tapi kau melarangku untuk dekat dengan Jeon Jeongguk. Menurutmu itu adil untukku? Kau tidak mau aku berbagi hati, tapi kau sendiri memberiku sisa-sisa perhatianmu. Egois sekali."

LAWVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang