Lawve - 20

1.3K 168 57
                                    

Berhari-hari bersahabat dengan mimpi buruk, Seokjin pikir dia mulai terbiasa dengan apa yang sedang dialami. Tapi itu bukan berarti selamanya dia mau seperti ini terus, bukan?

Namjoon memang tidak menentang. Setelah malam perbincangan mereka berlalu, Namjoon memilih untuk tidak berkomentar, malah memberi saran agar Seokjin berpikir masak-masak sebelum memutuskan sesuatu.

Namjoon khawatir pada Seokjin, itu intinya. Perkara Seokjin mencurigai sahabat-sahabatnyaーNamjoon tidak mau membuat hal itu semakin runyam. Tapi Seokjin masih bersikeras dengan egonya yang selalu berkata bahwa dia adalah seorang pria dan pengacara. Keinginannya untuk mengusut tuntas masalah ini tanpa melibatkan Namjoon sudah terlanjur menggebu dalam pikiran.

Seperti hari ini.

Belum lama Namjoon memintanya untuk pergi menemani cari dasi, dan Seokjin harus mengulur waktu bersama Namjoon dengan alasan terlanjur berjanji membantu Taehyung mengerjakan skripsi yang akan dikirim segera.

Secara teknis itu benar. Taehyung memang meminta bantuannya untuk menyelesaikan skripsi, tapi tidak dalam waktu dekat. Dan Seokjin tentu saja menyanggupi dengan syarat tertentu.

Maaf Namjoon, aku janji akan menemuimu besok, desah napas Seokjin terhembus berat ke udara seiring janji yang terpatri di hati. Sulit baginya untuk bermain di belakang Namjoon terus-terusan, tapi apa boleh buat. Kebohongan demi kebohongan terpaksa harus terus digali agar Namjoon tidak terlalu memikirkan masalah Seokjin dan memberinya waktu untuk sendiri.

"Jin-hyung?"

Suara penanda pintu yang dibuka otomatis terdengar bersamaan dengan sebuah sapaan. Barulah setelah itu Seokjin tersadar dari pemikirannya dan langsung menoleh ke arah pintu.

"Taetae?"

Dirinya yang baru mengoleskan nutella ke atas roti lantas menghentikan kegiatan. Disambutnya sang adik yang datang dengan tas ransel dan sebuah koper, Seokjin mengintip ke belakang lelaki tersebut sambil menarik koper dari tangannya, seolah mencari sosok lain.

"Sendiri saja?"

Taehyung mengangguk lesu. Matanya sembab seperti kurang tidur. Seokjin bergegas meletakkan koper Taehyung di atas sofa dan berjalan ke lemari pendingin guna mengambil minum.

"Kau tambah kurus, Hyung," ucap Taehyung. Belum ada sebulan sejak kepulangan Seokjin, tapi lelaki tampan tersebut memang tampak lebih tirus dari yang terakhir dia perhatikan.

"Well, yeah, ada beberapa kasus dua minggu ini yang sering bikin lupa makan. Dan lagi, sepertinya Hyung perlu belajar lagi deh tentang bidang ilmu akuntansi."

"Ha? Akuntansi?" Taehyung memiringkan kepala bingung. Topik yang diangkat Seokjin terlalu tiba-tiba baginya. "Untuk apa Hyung mau belajar akuntansi segala?"

Sebotol cola dingin yang disodorkan Seokjin diterima oleh yang lebih muda. Sorot mata Taehyung terus mengamati pergerakan sang kakak yang kini berpindah ke sofa seberang sambil meraih remote tv.

"Saran dari senior," katanya. "Beberapa hari lalu sempat diskusi sama rekan-rekan di kantor terkait klien yang baru Hyung dapatkan. Mereka bilang pengacara tidak ada salahnya belajar akuntansi. Ini bukan untuk jadi ahli keuangan, tapi lebih untuk mempermudah saat klien menghadapkan kita pada neraca keuangan demi keperluan menggugat pihak lawan."

Mata Taehyung mengerjap-ngerjap lucu.

"Terus.... Hyung mau ambil sekolah akuntansi, begitu?" tanyanya memastikan.

"Entahlah," Seokjin menghela napas ke sekian kali. Channel demi channel berganti, namun tidak ada satu pun yang menarik perhatian Seokjin. "Kemarin baru cerita ke Appa. Appa bilang semua tergantung Hyung, bagaimana nanti manage waktunya. Besok baru akan kubicarakan dengan Namjoon, mungkin dia ada masukan lain."

LAWVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang