Happy Reading 💞
Pagi ini Naya berjalan sendiri menyusuri koridor sekolah yang masih cukup sepi karena masih sedikit pagi. Namun langkahnya terhenti ketika melihat seseorang yang tak asing baginya tengah duduk ditaman sekolah, tempat tersebut memang sepi karena tempatnya yang sudah tidak terlalu terawat oleh sekolah, bisa dilihat orang tersebut tengah duduk dan bersandar pada kursi yang tersedia ditempat tersebut sambil memejamkan matanya.
Naya berjalan menghampiri orang tersebut, kemudian melihat wajah orang tersebut ternyata dugaannya benar, Haidar. Ya, orang itu Haidar, namun sebuah pertanyaan terlintas dikepalanya. Mengapa Haidar ada disini? Ya, walaupun Haidar memang suka menyendiri. Namun ada sesuatu yang membuat ku memicingkan mataku, bisa ku lihat ada sebuah luka kecil disudut bibir Haidar, entahlah dirinya juga tidak bisa memprediksi luka karena apa itu?. Apa Haidar berkelahi? Tapi itu seperti luka tamparan, entahlah dirinya juga tidak paham.
"Ngapain berdiri disitu? " Tanyanya tanpa membuka mata dan jangan lupakan wajah datarnya.
Naya berjingkit saking kagetnya, bagaimana tidak, dirinya sedang melamun tiba-tiba orang menyeletuk tanpa diduga.
"Kok kamu tau? Punya mata batin ya?" Naya mencoba menetralkan detak jantungnya karena masih kaget.
"Kecium bau-bau orang kepo" jawab Haidar sambil menyeringai kecil, masih dengan mata yang tertutup.
Naya mendengus mendengar itu, kemudian mendudukkan pantatnya kasar disebelah Haidar.
Hingga beberapa saat keheningan melanda mereka.
"Emmm kamu ngapain disini?" Tanya Naya mencoba memecah keheningan.
Haidar membuka matanya menatap lurus kedepan, tanpa sadar helaan nafas kasar berhembus begitu saja.
Naya yang melihat itu kemudian mengelus pucuk kepala Haidar.
"Kamu punya mimpi , Ay?" Tanya tiba-tiba Haidar membuat Naya bingung.
( "Ay" itu singkatan dari panggilan Haidar ke Naya yaitu "Aya")
"Emmm, aku pengen jadi penulis sih. Kenapa emangnya? Kalau kamu mau jadi apa?" Mereka sama-sama memfokuskan pandangan mata mereka kedepan, membayangkan mimpi mereka masing-masing.
"Aku mau jadi apa yang orang tua aku mau" jawab Haidar dengan tatapan sendu.
"Orang tua aku jarang dirumah, Ay. Papah aku pengusaha, dia orangnya workholic, aku bahkan sampek lupa kapan aku makan bareng dia. Mamah aku juga sama, dia punya butik, sesekali dia pulang atau enggak nanya kabar via telfon. Kemarin Papahku pulang, dia minta aku buat mulai kerja diperusahaannya. Aku nolak dan bahkan bentak dia, aku kurang ajar ya, Ay? Hehehe" Haidar terkekeh miris. Naya tidak memotong perkataan Haidar dan menunggu ia menyelesaikannya.
"Dengan sifat introvert aku ini aku sulit, Ay . Aku sulit berinteraksi dengan orang baru, walaupun aku kadang juga sering ikut papah waktu acara perusahaan. Namun aku selalu dapat tatapan aneh dari orang-orang, aku benci itu. Kenapa? Apa ada yang salah denganku? Apa karena aku yang tidak bisa membaur dengan yang lain? Tapi itu juga bukan keinginanku. Aku juga ingin bisa berbaur dengan yang lain bisa membuat orang lain nyaman denganku. Aku emang nggak bisa apa-apa kalau jadi diri aku sendiri. Bener kata papah, aku cuma bisa bikin malu." Haidar mencoba memejamkan matanya, menahan cairan bening yang berada dipelupuk matanya.
"Kamu itu bukan aneh, Dar. Kamu itu unik. Dan jangan pernah berubah, biarkan orang lain mencintaimu sebagai Haidar bukan yang lain" jawab Naya sambil mengusap kepala Haidar tanpa lupa senyum manisnya.
"Kalau kamu cinta nggak sama aku? " Tanya Haidar sambil menaik turunkan alisnya, menggoda Naya.
Astaga, padahal Naya bisa liat tadi Haidar sudah hampir menangis, lalu sekarang malah bercanda. Haidar memang pandai memainkan topeng bahagianya.
"Iissshhh, lagi serius juga" Naya memukul lengan Haidar, yang bukannya membuat sakit malah membuat Haidar terkekeh geli.
Naya kemudian beranjak dari tempat duduk tersebut dan meninggalkan Haidar yang masih terkekeh.
Namun tiba-tiba sebuah tangan bertautan dengan jemarinya. Naya kemudian mendongak melihat orang tersebut karena tingginya hanya sepundak orang tersebut. Haidar, entah sejak kapan dirinya berada disamping Naya .
"Kok berhenti?" Tanya Haidar
"Ck, malah ngelamun" Haidar membuyarkan lamunanku, namun belum sempat aku menjawab tanganku sudah ditarik dengan lembut dengannya menuju kelas.
Aku mengulum senyum melihat tanganku yang digenggam oleh Haidar. Hari ini aku mulai memahami Haidar, dibalik punggung nya yang kokoh ini ada sebuah beban yang ia pikul sendiri selama ini, kurangnya perhatian orang tua membaut dirinya menutup diri dengan orang lain. Aku tau, saat anak-anak lain bisa menceritakan keluh kesah mereka pada orang tuanya, Haidar hanya bisa mengadu pada dinding kamarnya. Saat anak-anak lain bisa merasakan hangatnya peluk orang tua mereka, Haidar hanya mampu memeluk dirinya sendiri.
***
Naya dan Haidar sampai kelas, pemandangan menakjubkan ini tak luput dari penglihatan teman sekelas mereka, apalagi tangan mereka yang tak melepaskan tautannya, semakin membuat berbagai macam spekulasi mereka.
"Wahhhhh ada yang official nih?" Celetuk Laras, ketika aku sudah duduk dibangku dan Haidar duduk dibangkunya.
"Apa sih, Ras. Jangan nyebar hoax ya" jawab Naya.
"Buktinya ada, Nay. Jadi hari ini ada pajak jadian dong? Biar nggak cepet putus, Nay" Laras menaik turunkan alisnya. Aku hanya memutar bola mata malas.
"Aku nggak jadian, Ras. Ya kan, Dar" Tanya Naya pada Haidar.
Sedangkan Haidar hanya mengangguk tanpa minat.
"Tuh" tunjuk Naya pada Haidar meyakinkan Laras.
"Ya nggak papa deh, diganti aja namanya pajak menuju jadian." Semangat Laras
"Gimana, Nay?" Sambung Laras.
"Bilang aja " nanti traktir ya, Nay" gitu aja pake alesan segala" ucap Naya
"Hehehe peka kamu, Nay" Laras terkekeh. Aku hanya memutar bola mata malas.
Perdebatan itu diakhiri dengan bunyi bel masuk yang berbunyi.
TBC
Hai....
Gimana part ini?
Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Makasih juga yang masih stay sama cerita aku, tanpa kalian pasti cerita aku akan hambar❤️Tunggu next part ya😁💞
KAMU SEDANG MEMBACA
My Introvert Boy [ END ]
Teen FictionHaidar Mahendra laki-laki tinggi dan tampan serta sorot mata yang tegas yang mampu menghipnotis siapa saja yang melihatnya. Namun sayangnya sifat introvert yang melekat dalam dirinya membuat ia berteman dengan kesepian, bukan hal mudah untuk bisa de...