"Aku telah memilihmu, meski aku tidak pernah ada dalam pilihanmu."
*.*.*.
"Di hadapan Tuhan, saya Samuel Ethan Alastair memilih Arora Schmid Gunawan sebagai istri. Untuk saling memiliki dan berbagai mulai hari ini dan selamanya. Dalam suka dan duka, sehat dan sakit, dalam segala kelebihan dan kekurangan, untuk saling mengasihi dan mencintai hingga mau memisahkan."
Ethan mengucapkan janjinya dengan lancar di depan pendeta dan tamu undangan. Ia telah berbohong di hadapan Tuhan. Janji suci yang ia nodai dengan kepalsuan. Cincin kini telah melingkar di jemarinya dan Arora. Saling terikat dalam ikatan suci. Ikatan yang harusnya untuk dirinya dan Elvina.
Pandangan Ethan tidak pernah lepas dari wajah perempuan yang menjadi mempelainya pagi itu. Cantik seperti biasa. Saat memejamkan mata pun, ia bisa melihat jelas wajah itu dibenaknya. Mata yang tidak begitu besar, bulu mata bertengger lentik dan lebat. Alis hitam Arora tertata rapi, agak menukik di tengah. Hidungnya tinggi, membulat di ujung. Bibir atasnya tipis, seakan membentuk huruf M dan yang bawah penuh.
Bibir itu yang harusnya Ethan cium sekarang. Namun, ia hanya diam untuk waktu yang cukup lama. Terpaku pada mata hazel Arora. Entah apa yang terjadi padanya, tetapi mata itu berbeda. Ada getaran lain yang terjadi dalam diri Ethan. Anehnya, ia tidak tahu arti dari getar itu.
Kepala Ethan mulai maju. Pegangan tangannya pada Arora mengerat. Udara di sekitarnya mendadak seakan menipis. Ia tidak tahu apa yang otaknya pikirkan saat bibirnya benar-benar hinggap lama di bibir Arora. Ia bisa merasakan kelembutan dan manis yang menempel di bibir itu.
Mata Ethan terpejam, masuk jauh dalam ciuman yang lembut. Ada kehangatan yang menjalar dalam setiap pembuluh darahnya. Rasa hangat itu juga muncul di matanya. Saat ia menjauhkan wajah dari perempuan yang matanya membuka perlahan, setetes air mata yang jatuh di pipi Ethan. Ada rasa bersalah di hatinya, entah pada Tuhan, Elvina, Arora, atau justru pada dirinya sendiri.
*.*.*.
Pintu besar berwarna cokelat kukuh di depan Arora. Ia menarik napas berkali-kali. Dua pasang anak kecil membawa keranjang bunga. Di sampingnya berdiri Jojo. Sementara itu, barisan Bridesmaids ada di belakang. Veil di kepalanya menjuntai. Ekor dress-nya hampir menyapu lantai sejauh setengah meter.
"Siap?" tanya Jojo saat pintu terbuka.
Arora mengambil napas panjang dan membuangnya perlahan. Musik piano mulai dimainkan. Bunga-bunga ditebar oleh anak-anak di depannya, berwarna-warni mengisi altar merah itu. Pegangannya lantas mengerat di lengan Jojo saat ia memandang ke atas panggung kecil.
Ethan berdiri di sana dalam tuksedo putih. Rambutnya dibelah samping, tampak bersinar di bawah lampu kristal. Senyum di wajahnya seakan melemahkan langkah Arora. Kalau saja Jojo tidak di sampingnya, ia mungkin akan terjatuh.
Arora benar-benar jatuh sangat dalam pada pesona Ethan. Ia terjerat dan sukar untuk melepaskan diri.
Dua anak tangga dinaiki oleh Arora dan Jojo. Tangan yang tadi digenggam oleh Jojo diserahkan pada Ethan. Kini, senyum mengembang di wajah Arora. Aliran hormon yang membawa kebahagiaan memenuhi dirinya. Ia tidak menyangka hari ini tiba, di mana ia akan bersanding dengan lelaki impiannya.
Janji mulai diikrarkan oleh Ethan, begitupun dengan Arora. Arora mungkin memulai dengan memilih jalan menjadi Odile. Namun, ia tidak akan bernasib malang seperti Odile. Janji suci telah terikrar di depan Tuhan, dan tidak bisa dipatahkan oleh manusia mana pun.
Tatapan Arora tertuju pada Ethan. Ia akan menunggu respon dari lelaki itu setelah pertukaran cincin. Mata mereka bertemu cukup lama, hingga ia merasakan pegangan Ethan di jemarinya mengerat. Ia tidak berharap lelaki yang telah berstatus sebagai suaminya akan memberikan ciuman. Awalnya, ia mengira hanya akan diberi kecupan di kening. Namun, saat bibirnya bertemu dengan bibir Ethan, ia sempat terkesiap sebelum akhirnya memejamkan mata. Terhanyut jauh dalam ciuman yang mungkin memang ia dambakan.
Jantung Arora meronta, seperti genderang bertalu-talu. Lantai di bawahnya seakan bolong dan ingin menariknya jatuh. Pegangannya lalu mengerat. Perutnya seperti di huni oleh ribuan kupu-kupu yang mengepakkan sayap. Dalam benaknya hanya ada Ethan.
Tepukan tangan yang meriah memenuhi ruangan setelah wajah kedua mempelai berjauhan. Arora menatap ke arah saksi pernikahannya. Ibunya sedang tersenyum, ada air mata yang ia tebak sebagai air mata kebahagiaan menetes. Juga pada orang tua Ethan yang saling menggenggam tangan penuh haru.
Ia tidak akan menyesali apa yang telah dilakukannya. Mungkin caranya memang licik. Bukannya dalam cinta, salah dan benar itu ditiadakan. Inilah jalan yang ia pilih, susah dan senangnya akan ia nikmati sebagai konsekuensi.
*.*.*.
Jojo melonggarkan dasi yang tadi ia kenakan. Tubuhnya dijatuhkan ke ranjang dan kakinya dibiarkan menggantung. Satu tangannya terangkat, ia tatap lama. Tangan itu yang tadi menyerahkan Arora pada Ethan. Ia menempatkan tangan itu di dadanya. Ada ruang yang tiba-tiba hampa di dalam sana. Sebuah ketidakrelaan yang ia sendiri tidak mengerti.
Bayangan Arora yang berdiri di samping Ethan mengenakan gaun pengantin menimbulkan nyeri di hati Jojo. Ia berguling, merengkuh satu bantal ke dalam pelukannya. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.
Setan dalam dirinya mengutuk karena ia telah melepaskan Arora untuk Ethan. Berkata bahwa ia akan menyesali keputusan itu. Bantal yang ia peluk dibawa untuk menutup wajah.
Ia berharap kegelapan bisa menghilangkan wajah Arora dari benaknya. Sialnya, tidak peduli segelap apa, wajah Arora seperti cahaya yang terus muncul dalam pikirannya.
"Helen, nyalakan musik!" pinta Ethan pada salah satu perangkat pintarnya.
Musik lembut mulai mengalun. Suara Lewis Capaldi menyanyikan lagu Someone You Loved. Mata Ethan melekat lama di langit-langit kamar. Aluna musik dan lirik yang dalam dari lagu makin mengacaukan pikiran Jojo.
Perasaannya adalah misteri untuk dirinya sendiri. Entah kenapa ia terus memikirkan senyum Arora. Ia masih ingat bagaimana responnya tadi saat Ethan mencium Arora. Ada dorongan untuk maju dan mendorong Ethan menjauh dari Arora.
Senyum Arora tadi mengembang, tetapi khawatir bahwa senyum itu akan sirna membuat Jojo meremang. Apalagi ia tahu bahwa pernikahan Arora dan Ethan adalah kepalsuan belaka. Mungkin rasa yang sedang mendera dirinya hanya karena tidak rela Arora dipermainkan hatinya.
Jojo berusaha untuk memejamkan mata agar bisa tertidur. Ia sangat lelah, secara fisik dan mental. Namun, saat dipejamkan, matanya justru perih. Akhirnya, ia memutuskan untuk bangun setelah melempar bantal asal.
Bingkai yang ada di nakas diraih oleh Jojo. Ia menatap wajah Ethan dan Arora yang masing-masing ada di sampingnya dalam gambar itu. Kini, kedua temannya memiliki hidup yang baru. Hanya tinggal dirinya yang sendiri. Mungkin itu juga yang menjadi alasan ia begitu sedih. Tertinggal dan mungkin akan diabaikan.
*.*.*.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist (Completed)
RomanceBagi Arora, Ethan adalah satu-satunya cinta. Namun, Ethan hanya menganggap Arora sebagai adik kecil. Jika tidak sanggup menjadi Odette, Arora akan menjadi Odile. Ia harus memiliki Ethan, walau dengan tipu muslihat.