“Aku hanya ingin kau tertawa lepas, sama seperti saat kau bersamanya.”
*.*.*.
Sesak dan perih yang mendalam di hati Arora semakin bertambah. Pagi tadi, ia mengajak Ethan untuk makan siang dengannya dan Tista, karena kebetulan Tista mengajak mereka. Ethan berkata ada kerjaan dan hanya akan makan siang di kantornya. Namun, apa yang kini dilihat oleh Arora tidak seperti pengakuan lelaki itu.
Makan siang yang rencananya akan diadakan di salah satu restoran Jepang, batal karena Ethan menolak. Maka dari itu, Tista dan Arora memutuskan untuk pergi ke salah satu pusat perbelanjaan. Mereka akan berbelanja sekalian makan siang di sana. Sebagai pilihan, mereka akan istirahat sekaligus menyantap makanan di salah satu café. Saat itulah Arora melihat Ethan sedang duduk berdua dengan Elvina sambil berpegangan tangan.
“Kayaknya di sini ramai. Kita ke tempat lain aja, ya?” tawar Tista. Tanpa menunggu balasan Arora, ia berbalik untuk meninggalkan tempat itu.
Arora bergeming, tatapannya terus tertuju pada Ethan dan Elvina. Amarah dan sakit yang terus memenuhi dirinya seperti bom waktu yang siap untuk meledak. Tista yang terus memanggil tidak diacuhkan olehnya. Kedua tangannya mengepal. Dorongan untuk segera menghampiri pasangan yang tampak sudah bersiap untuk meninggalkan café menghampiri. Namun, ia tidak mungkin melakukan hal itu.
“Arora, ada apa?” Tista menyentuh pundak Arora, pandangannya lalu mengikuti arah tatapan Arora. Terlihatlah olehnya Ethan yang sedang berdiri berdampingan dengan perempuan yang tidak ia sukai. “Anak itu betul-betul!” geram Tista.
Baru saja Tista ingin menghampiri Ethan dan Elvina, tetapi lengannya ditahan oleh Arora. Ditatapnya Arora dengan kening mengernyit saat menantunya itu meminta agar ia tidak mendatangi Ethan. Tista tidak peduli pada perkataan Arora. Baginya, anak pembangkang seperti Ethan harus diberi ganjaran atas perbuatannya. Selain itu, ia juga berniat memaki Elvina yang tidak tahu diri. Ethan sudah menikah, tidak seharusnya perempuan itu menemuinya lagi.
“Ma! Mama!’ panggil Arora saat Tista benar-benar melangkah. Ia tidak benar-benar ingin menahan Tista. Ia merasa Elvina pantas mendapat amukan dari ibu mertuanya itu. “Ma, aku mohon! Kita pergi aja, ya!” mohonnya, tetapi tidak diindahkan. Tangannya yang menahan Tista, dihempas lagi.
“Ini bukan cuma untuk kamu, tapi untuk keluarga Mama. Perempuan tidak tau malu itu harus diberi pelajaran!” geram Tista, lalu melanjutkan langkah.
Keramaian yang tadi berfokus di meja masing-masing berpindah pusat di tengah ruangan, tepatnya di tempat Tista, Ethan, dan Elvina berdiri saat ini. Tamparan yang tiba-tiba saja Tista layangkan pada Elvina membuat perempuan yang ditampar itu meringis. Ethan yang melihatnya langsung menengah untuk melindungi Elvina jika sampai ibunya menyerang perempuan itu lagi.
“Dasar tidak tau malu!” maki Tista. “Sudah sering saya bilang, jangan temui anak saya! Ayah dan anak sama saja!” tambahnya.
“Ma, udah, banyak orang!” pinta Ethan menenangkan.
Tista menyeringai. Berani sekali Ethan berkata seperti itu, sedangkan dirinya sendiri berselingkuh di depan umum. Ia benar-benar geram dan belum puas hanya menampar perempuan yang berani menggoda anaknya. Belum sempat mendekat pada Elvina, perempuan itu segera berlalu. Kalau kedua tangannya tidak ditahan oleh Ethan, ia pasti sudah menarik rambut Elvina yang lewat di sampingnya.
Tangan Elvina masih menempel di pipi yang baru saja ditampar oleh Tista. Ia memilih meninggalkan tempat itu bersama perih di pipi dan hatinya. Saat melangkah ia melihat Arora yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Tatapannya tajam mengarah pada perempuan yang telah merebut cintanya. Perempuan yang membuatnya seakan-akan seorang yang sangat jahat, perebut suami orang. Siapa yang direbut dan merebut di sini? Jelas-jelas dirinyalah pemilik hati Ethan sejak dulu. Tidak, bukankah ia hanya diamanfaatkan selama ini? Dirinya hanya dianggap sebagai tabir untuk menghindar.
Seringai kecil di wajah Arora membuat sesak di dada Elvina menjadi. Ia ingin menangis. Sangat ingin. Desakan dan hangat di matanya sudah tarasa dari tadi. Namun, ia tidak berniat untuk memperlihatkan kelemahnanya di depan Arora.
“Dasar ular!” desis Elvina saat sampai di depan Arora. Ia terus melangkah sambil menabrak pundak Arora. Jika mengikuti amarahnya, ia mungkin akan langsung mencekik Arora.
Mendengar desisan Elvina menimbulkan rasa puas di hati Arora. Tabrakan di pundak Arora sebenarnya cukup sakit, tetapi hal itu berarti Elvina merasakan sakit yang sama. Ia segera memasang wajah prihatin saat melihat Ethan dan Tista mendekat ke arahnya.
“Ayo pulang, Ra!” ajak Tista, suaranya dalam dengan wajah tidak bisa menyembunyikan emosi yang memuncak.
“Maaf,” bisik Arora pada Ethan, tetapi tidak ada balasan.
Arora merasa Ethan sedang marah padanya. Itu sebabnya ia telah berencana untuk merebut simpati Ethan di rumah nanti.
*.*.*.
Alasan masih bekerja, Ethan memilih untuk kembali ke kantornya. Itu juga langkah untuk menghindar dari Tista. Namun, siapa sangka ibunya itu juga mengikutinya. Ia terus saja disalahkan dan dimaki oleh Tista di depan Arora. Padahal, semua tuduhan Tista yang berkata ia berselingkuh dengan Elvina tidak benar. Sudah hampir dua bulan ia tidak pernah menemui Elvina, meski status mereka memang belum berakhir.
“Tadi itu gak seperti yang Mama pikirkan!” bela Ethan saat ibunya memberondonginya dengan segala macam makian.
“Kamu selalu saja bilang begitu. Sudah jelas-jelas Mama sama Arora mergokin kamu!”
Ethan mengusap-usap wajahnya, lalu berkata lagi, “Aku ketemu sama Elvina untuk mengakhiri semuanya, Ma.”
Mata Tista memicing ke arah Ethan. Ia sedang berusaha mencari celah kebohongan di mata anaknya. Sebagai ibu yang membesarkan Ethan, ia sangat tahu bagaimana raut anaknya saat berbohong. Syukurlah, tidak ada sedikit pun muslihat yang tersirat di kedua mata Ethan.
“Iya, Ma, sebenarnya Ethan sudah izin sama aku. Aku tadi terpaksa bohong sama Mama kalau Ethan ada meeting,” bela Arora untuk pertama kalinya. Bukan hal mudah bagi Arora untuk mengucapkan kebohongan itu. Hatinya seperti teriris-iris membayangkan apa yang dilihatnya di café tadi.
“Baiklah, Mama percaya. Bagaimanpun juga, tadi adalah terakhir kali kamu menemui Elvina. Harusnya dari dulu hubungan kamu dan anak lelaki bejat itu berakhir.” Tista sedikit lega.
Senyum Ethan mengembang dan ia langsung mengucap terima kasih pada Arora tanpa suara, agar Tista yang saat itu sedang mengambil tasnya di meja tidak melihat. Ia bertekad untuk mengungkapkan semua perasaan yang telah ia pendam selama ini pada Arora. Elvina bukan lagi penghalang, hubungannya dengan perempuan itu sudah berakhir.
“Arora, ayo kita pulang!” ajak Tista. “Mama gak akan maafin kamu, kalau berani menemui Elvina lagi. Kamu udah punya istri cantik, masih aja melirik perempuan lain!” omel Tista.
Arora yang selalu ingin tampak baik di depan Ethan pun membela bahwa Ethan tidak akan menemui Elvina lagi. Namun, ia langsung ditegur oleh Tista, “Jangan dibela terus! Dia ngelunjak nanti.”
“Aku pulang dulu, ya,” pamit Arora pada Ethan.
Ethan maju dua langah untuk lebih dekat dengan Arora. Dikecupnya kening Arora, lalu memeluk singkat. Pelukan tulus dari Ethan yang justru hanya dianggap oleh Arora sebagai pertunjukan yang disengaja oleh Ethan agar Tista menganggap pernikahan mereka baik-baik saja.
Mata Ethan terus melekat pada Arora yang telah berbalik untuk pergi. Arora sempat mengulas senyum manis untuknya sebelum Arora menghilang di balik pintu. Ethan tidak tahu kenapa, bahkan setelah dirinya dan Arora tinggal bersama, ia tetap saja tidak bisa menggantikan tempat Jojo. Setiap hari, ia dan Arora sarapan dan makan malam bersama, bercanda bersama, tetapi tawa perempuan itu tidak pernah selepas dan sebahagia saat bersama Jojo.
Bukan hanya sekali, Ethan selalu memergoki Arora mengobrol via telepon dengan Jojo. Raut Arora sangat berbeda, terlihat lebih cerah dan bahagia, tawanya juga lepas. Sementara saat bersamanya, Arora tampak tertekan. Ia berpikir mungkin saja karena Arora terpaksa menikah dengannya. Meski demikian, Ethan telah memantapkan hatinya untuk memiliki Arora. Persetan dengan Jojo.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist (Completed)
RomanceBagi Arora, Ethan adalah satu-satunya cinta. Namun, Ethan hanya menganggap Arora sebagai adik kecil. Jika tidak sanggup menjadi Odette, Arora akan menjadi Odile. Ia harus memiliki Ethan, walau dengan tipu muslihat.