"Maaf, hatiku terlalu bebal. Ia terus memaksa, hingga aku tak berdaya untuk menolak."
*.*.*.
Jojo meraih sepotong ayam goreng di meja makan. Ia menatap Ethan dengan satu alis terangkat. Ia mengunyah dengan keras membuat suara yang cukup mengganggu.
"Kapan kamu pulang?" tanya Ethan, ia sudah cukup terganggu dengan kedatangan Jojo sejak siang tadi. Lelaki itu terus saja berada di apartemennya seakan tidak memiliki rumah.
"Entah? Aku sepertinya mau menginap, kalau boleh?"
"Habiskan makananmu, lalu pulang!" ketus Ethan.
Ia tidak tahu kenapa bisa bersahabat dengan Jojo yang sifatnya berbanding terbalik dengannya. Mungkin karena mereka masih sepupu. Sebenarnya, ia tidak begitu suka pada lelaki itu, jahil dan menyebalkan. Anehnya, akhir-akhir ini ia semakin membenci Jojo.
Jojo tidak menanggapi perkataan Ethan. Ia asyik dengan potongan ayam goreng yang lain. Sesekali ia menatap Arora yang masih sibuk di dapur. Sungguh, perempuan itu berlagak seperti istri yang baik. Sialnya, lelaki yang dianggapnya suami tidak pernah menatapnya sebagai perempuan.
"Kamu gak malu apa bertamu seharian di rumah orang. Mana sudah makan tiga kali," rutuk Ethan lagi. Ia benar-benar tidak tahan melihat Jojo.
Perkataan Ethan seperti angin lalu bagi Jojo. Setelah menghabiskan dua potong ayam, ia berdiri dan mendekat pada Arora.
"Udah matang?" tanya Jojo pada Arora.
"Coba cicipi dulu," pinta Arora, ia meraih sesendok kuah tomyam yang ia buat.
"Enak banget," pujinya.
Arora yang sedang membersihkan peralatan masak, meminta Jojo untuk mengaduk masakannya. Mereka melakukan kegiatan masing-masing sambil berbincang. Pembahasan mereka tentang kejadian sore tadi saat Jojo terpeleset.
Melihat kedua orang yang tampak asyik bercanda di area dapur, membuat hati Ethan meradang. Apartemen itu miliknya, tetapi kenapa ia justru merasa seperti tamu. Tamu yang dianggurkan. Ia menggigit erat paha ayam yang dipegangnya.
"Katanya gak mau makan ayam!" sindir Jojo yang masih mengaduk.
Ethan mencibir, tidak peduli dan terus melahap ayam goreng yang tadi dipesan online oleh Jojo. Terdengar tawa dari Arora. Perempuan itu menyahut bahwa kedua temannya tidak berubah hingga kini, susah akur. Namun, selayaknya Tom dan Jerry, selalu berkelahi, tetapi saling mencari saat tidak berjumpa.
"Jo, di atas situ ada mangkuk, ambil tiga, ya!" suruh Arora, ia mengangkat panci, lalu menuang pada wadah keramik putih yang cukup besar.
Semangkuk besar tomyam tersaji di atas meja makan. Ethan menatap Arora dan Jojo bergantian. Ia memicingkan mata. Dulu, ia pernah bertanya mengenai hubungan kedua orang itu, dijawab hanya sahabat oleh Arora. Namun, ia sangsi. Lihatlah betapa mereka sangat akrab lebih dari sebelumnya.
"Biar aku yang buka," tutur Arora, sigap mengambil langkah besar untuk membuka pintu setelah bel berbunyi.
Tinggallah dua lelaki yang saling memberi tatapan tajam di meja makan.
"Jangan bilang kalau kamu tertarik pada istriku?" Ethan mengungkapkan kecurigaannya. Sengaja menyebut Arora sebagai istri untuk memperjelas bahwa ia tidak ingin Jojo mendekati Arora.
"Mengingat kalian cuma suami istri palsu, apa salahnya kalau aku mendekati Arora. Dia sendiri, aku juga lagi sendiri," jawab Jojo, mulai mengaduk makanan di mangkuknya.
Mata Ethan membesar. Ia seketika memegang di pinggiran meja erat. Jujur, ia sama sekali tidak tahu kalau Arora sudah mengatakan kebenaran tentang pernikahan mereka pada Jojo. Mereka sudah sepakat untuk menjaganya hanya untuk mereka dan Elvina. Jika Arora memberitahu pada Jojo, itu berarti ada alasan. Tidak salah lagi, kedua sahabatnya itu pasti ada apa-apa.
"Demi Tuhan, Jo. Apa hubunganmu dengan Arora? Aku gak bakal diam saja kalau sampai kamu menyakiti Arora?"
Seringai muncul di wajah Jojo. "Tenang aja, kamu lebih bisa menyakitinya daripada aku."
Ethan ingin membalas, tetapi urung setelah ia mendapati dua perempuan yang baru saja datang dari luar.
"Oh, a-ada Jojo. A-aku bawa makanan." Elvina gugup, hingga Jojo tertawa.
"Tenang, El. Aku tau semuanya."
Wajah Elvina yang tadi seakan tidak dialiri darah, jadi agak memerah. Ia melanjutkan langkah dan meletakkan bungkusan di meja.
"Aku buat paella," sebut Elvina, mengeluarkan kotak dari paper bag yang ia bawa.
Ethan menatap mangkuknya yang sudah terisi tomyam dan kotak bekal yang baru saja dibawa Elvina. Ia tidak mungkin menolak paella yang dibawa oleh kekasihnya. Namun, ia tahu bahwa Arora membuat tomyam itu dengan penuh usaha.
Tahu bahwa Ethan sedang bingung, Arora menghampiri lelaki itu. Ia menggeser mangkuk Ethan ke depan Jojo.
"Jojo bisa makan dua mangkuk. Dia kan rakus."
Ucapan Arora yah disertai senyum, membuat Ethan tidak ragu untuk meraih kotak yang disodorkan oleh Elvina. Ia menatap Arora, memberi senyum lebarnya.
*.*.*.
Arora duduk di samping kursi kemudi. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya. Satu tangannya dibiarkan menggantung di pintu mobil. Ia menatap ke samping, pada gedung dan ruko yang ia lewati.
Seakan mengerti kegusaran dalam hati Arora, Jojo memilih fokus pada jalanan dan terus menatap ke depan. Rahangnya mengeras tiap kali membayangkan betapa banyak luka yang kini tertanam di hati perempuan itu.
Mobil Jojo tidak ada tujuan. Tadi, Arora keluar dengannya dengan alasan ingin cari angin. Saat ia bertanya padanya, Arora Hanay berkata ingin berputar-putar. Keinginan itu adalah kata-kata terakhir dari bibir mungil teman baiknya itu. Setelah naik mobil, ia hanya terdiam dan menatap ke luar.
Sesekali Jojo melirik pada Arora. Wajah cantik itu menyimpan kesedihan yang tidak terkira. Sungguh, Jojo tidak rela jika Arora terus terluka.
"Kenapa, Ra?" tanya Jojo, setelah mobil ia pinggirkan di depan salah satu toko yang sudah tutup.
Arora tidak tertarik pada pertanyaan Jojo. Ia berbalik pada pengemudi karena laju mobil yang tiba-tiba dihentikan.
"Kenapa berhenti?"
Tangan Jojo yang masih memegang kemudi mengerat. Buku-bukunya terlihat jelas. Kepalanya yang menunduk, terangkat dan berbalik pada Arora.
"Cukup, Ra! Aku gak suka kamu terluka terus seperti ini! Lepasin Ethan, dia gak mungkin bisa ninggalin Elvina."
Melepaskan Ethan adalah hak terakhir yang ingin dilakukan Arora. Sedari tadi, otaknya dipenuhi cara untuk menaklukkan hati Ethan. Tidak perlu hatinya, ia hanya butuh lelaki itu terus di sampingnya, sebagai miliknya. Banyak hal yang terlintas, tetapi ia tahu bahwa hak pertama yang harus ia lakukan adalah menyingkirkan Elvina.
"Aku tidak akan mundur, Jo. Aku sudah ada di sini."
"Aku tau, tapi kalau cuma menangis, untuk apa? Apa kamu segitu cintanya sama Ethan?"
Senyum Arora muncul bersama tetesan yang mengalir di pipinya. Ia meyakinkan Jojo, "Aku gak apa-apa, kok. Jangan terlalu khawatir!"
"Bagaimana mungkin aku gak khawatir, aku tau kamu sakit hati melihat Ethan dan Elvina," cetus Jojo. "Sialan lelaki tidak peka itu!" rutuknya, ia seperti ingin memukul Ethan yang tidak pernah sadar bahwa Arora mencintainya.
"Aku ada rencana, Jo. Kali ini, aku akan mendapatkan Ethan sepenuhnya."
Senyum di wajah Arora masih berusaha meyakinkan Jojo. Namun, Jojo tahu bahwa senyum itu palsu. Sungguh, perempuan sebaik Arora tidak pantas menanggung sakit hati karena lelaki berengsek seperti Ethan.
Jojo tahu ia selama ini terkenal gemar bergonta-ganti pacar, tetapi ia tidak pernah mempermainkan hati seorang perempuan. Ia tidak pernah menjanjikan sesuatu. Semua hanya untuk kesenangan.
"Kalau kamu capek, ada aku tempat kamu untuk bersandar," tutur Jojo.
"Aku tau, terima kasih," balas Arora. Ia tidak mungkin memungkiri bahwa selama tujuh tahun terakhir ini, Jojo adalah sosok yang selalu menghiburnya. Meski begitu, kali ini, ia akan menjalankan rencananya sendiri. Jojo tidak usah ikut mengotori tangan.
*.*.*.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist (Completed)
RomanceBagi Arora, Ethan adalah satu-satunya cinta. Namun, Ethan hanya menganggap Arora sebagai adik kecil. Jika tidak sanggup menjadi Odette, Arora akan menjadi Odile. Ia harus memiliki Ethan, walau dengan tipu muslihat.