Mulai Berbeda

1.8K 139 0
                                    

"Gis, kamu ikut jemput Alindra ke rumah mama, 'kan?" tanya Praba yang membuatku menghentikan kegiatan mencatok rambutku.

Aku menoleh ke ke belakang ke arah Praba. "Aku pagi ini mau ketemu klien sama Pak Narendra, Pra."

"Kamu ke sana bentar doang, Gis. Ini juga hari Sabtu," bujuk lelaki itu yang membuatku mematikan catokanku dan menghampirinya yang duduk di ranjang.

Aku memeluk Praba dari samping. "Nggak bisa, Pra. Nanti kalau sempat aku ke sana deh. Salam aja buat mama sama adik2 kamu."

Praba terdengar menghela napasnya, lalu mengangguk dan mencium pipiku. "Aku anterin ya?"

Aku menggeleng. "Aku bisa nyetir sendiri, Sayang."

Praba akhirnya mengalah dan membiarkan aku menyetir sendiri hari ini. Aku kembali ke meja rias dan bersolek. Aku memakai lip cream warna nude agar terkesan formal. Setelah merasa cukup, aku segera keluar dari kamar dan berjalan menuju ke garasi. Di ruang tamu aku melihat Praba sedang duduk di sofa sambil melihat tabletnya. Entah apa yang lelaki itu baca.

"Aku berangkat ya, Pra!" pamitku yang membuat tatapan Praba beralih dari tabletnya.

"Nggak makan dulu, Gis?" tanyanya sambil berjalan mendekatiku.

Aku segera meraih tangannya, lalu kucium punggung tangannya. "Nggak usah, Pra. Nanti aku makan di sana aja."

Kucium pipi suamiku, lalu berlalu meninggalkannya menuju ke garasi. Aku melajukan mobilku menuju ke sebuah tempat makan klasik yang sudah diberitahukan oleh Pak Narendra.

Aku segera turun dari mobilku dan masuk ke dalam restoran. Aku mencari sosok Pak Narendra di dalam restoran itu. Aku sudah mengirim pesan pada atasanku itu bahwa aku sudah sampai, dan dia juga sudah menungguku.

Aku mengedarkan tatapanku ke seluruh sudut restoran ini. Kakiku melangkah saat mataku menatap sosok lelaki berbadan tegap duduk membelakangi arahku. Dari postur tubuhnya, kemungkinan itu Pak Nerendra, tapi aku perlu memastikan.

Kudekati meja itu dan saat sudah yakin bahwa itu memang Pak Narendra, aku memanggilnya, "Pak Narendra!"

Lelaki itu menoleh dan menyematkan senyum di bibirnya. Lelaki ini benar-benar ramah dan murah senyum. Aku melihat lelaki itu berdiri menyambutku.

"Duduk, Gis!" ucapanya.

Aku mengangguk, lalu duduk di sampingnya. Dan menarik kursiku untuk memberi jarak pada Pak Narendra. Pak Narendra menatapku heran.

"Kenapa, Gis?" tanyanya sedikit heran saat aku menjauhkan kursiku.

Aku meringis. "Nggak papa, Pak. Hanya merasa sedikit canggung."

Lelaki itu terkekeh. "Santai aja, Gis! Saya nggak bakal ngapa-ngapain kamu."

Aku tersenyum. "Bukan begitu, Pak. Saya cuma merasa nggak enak sama Bapak. Bapak 'kan atasan saya."

Lelaki itu mengangguk. "Kamu mau pesan, Gis?"

"Bapak sendiri sudah pesan?"

Lelaki itu menggeleng. "Saya nunggu kamu."

Aku terkekeh. "Nggak sekalian nunggu klien aja, Pak?"

"Kita pesan saja dulu. Nanti klien kita teman saya kok. Santai aja, Gis!" ujar Pak Narendra yang kemudian memanggil pelayan untuk memesan makanan.

Kami memesan makanan. Setelahnya, kami kembali mengobrol perihal pekerjaan. Hanya membahas tentang event yang akan diadakan untuk mempromosikan properti di perusahaan. Hingga sosok lelaki datang menghampiri kami dan langsung duduk di hadapan kami.

Sudut Pandang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang