9th Anniversary

1.4K 100 5
                                    

Aku membuka mataku saat merasakan kecupan di dahiku. Aku tersenyum saat mendapati wajah Pak Narendra yang begitu tampan menyambut pagiku ini. Rasa nyaman dan hangat membuatku betah berada di apartemen ini.

"Mau pulang apa seharian mau di sini sama saya?" bisik Pak Narendra begitu menggoda dengan suara serak nan beratnya.

Aku mengecup bibirnya. "Maunya di sini aja sama kamu, tapi aku belum pulang dari semalam."

Pak Narendra mendekap tubuhku dan menghidu bahu telanjangku. "Hari ini hari libur, Gis. Saya benar-benar ingin menghabiskan hari ini dengan kamu."

Aku terkekeh dan mengusap lengannya yang berada di perutku. "Bapak punya istri dan saya punya suami. Lain kali aja, Pak. Masih ada banyak malam untuk bersama."

"Sebelum pulang, sekali lagi ya? Terus mandi?" tawarnya yang membuatku terkekeh. Dia begitu menggoda dan membuatku ingin terus mengulangi dosa sepanjang hari, sepanjang waktu.

Aku selalu tergoda untuk mencicipi tubuh kekar yang selalu membuatku melayang. Cara bermain dia juga sangat lembut dan memabukkan. Ini gila, tapi aku selalu suka. Tak peduli dia siapa dan aku siapa, yang ingin aku rasakan bersamanya hanya puncak kepuasan yang tiada kata puas setelah meraihnya, karena ingin lagi dan lagi.

"Minggu depan saya ada presentasi kunjungan ke Surabaya dan saya daftarkan juga nama kamu buat dampingi saya," ujarnya yang membuatku segera menoleh ke arahnya.

"Kenapa nggak bilang dulu mah daftarin nama saya?" tanyaku dengan kaget.

"Saya yakin kamu bisa, Gistara. Kita bisa menghabiskan waktu selama di sana dan saya sudah booking hotel untuk weekendnya di Malang," katanya dengan santai yang membuatku melebarkan senyum.

"Berangkat hari apa?"

"Hari Rabu sore kita berangkat," jawabnya yang kini sudah menggulingkan tubuhku hingga di bawah kuasanya. "Jadi, lanjut ini dulu, Gis!"

Selanjutnya yang terjadi hanya pergulatan antara aku dan Pak Narendra untuk saling mengisi dan meraih puncak. Kami tak peduli dengan apapun sejak semalam. Ponselpun kami matikan, tak peduli dengan panggilan atau pesan yang masuk.

***

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah yang cukup luas ini. Setelah menghabiskan waktu bersama Pak Narendra sampai tengah hari, aku memilih pulang dan beristirahat.

Aku terpengarah saat kakiku baru saja menginjakkan kaki di lantai marmer rumahku dan Praba ini. Di ruang utama ada hal yang tak biasa. Sebuah meja bundar dan dua kursi di sisinya. Dekorasi juga dibuat dengan tampak romantis. Ada pula layar proyeksi yang menampilkan sebuah tulisan 'Happy 9th Anniversary, Gistara Ganeswara' yang begitu mencolok karena tulisannya begitu besar.

Aku berjalan medekati bangku dan menemukan makanan di atas meja yang sepertinya belum tersentuh, ditambah sebuah brownies yang sudah dihias sedemikian rupa. Aku tahu ini kerjaan siapa, pasti Praba. Lalu di mana dia sekarang?

Aku baru akan berjalan ke kamar, tapi sepatu hak tinggiku menginjak sesuatu yang menimbulkan bunyi. Aku segera membungkuk dan mengambilnya. Sebuah buket bunga lily merah yang begitu cantik. Aku memeluk bunga itu. Rasanya kenapa menyakitkan? Aku benci perasaan ini. Ini benar-benar menggangguku.

Aku memilih duduk di salah satu kursi dan aku menemukan sebuah tablet yang tergeletak di meja. Apa lagi yang dibuat Prabaswara? Aku mengambil tablet itu dan menyalakan layarnya. Yang langsung menampilkan lockscreen berupa fotoku dan Alindra di sana.

Dengan perasaan gamang, aku mengusap layar untuk membuka kunci layar tablet itu. Hal pertama yang aku lihat adalah sebuah program yang aku yakin dibuat oleh Praba. Di program tersebut berisikan perintah untukku mengisikan namaku. Lalu setelah tertulis dengan benar, kutekan tombolnya dan selanjutnya muncul tulisan 'I love you, My Wife' yang membuat jantungku terasa dipukul dengan telak.

Lalu kutekan tombol di bawahnya dan halaman berikutnya berisi perintah untuk aku memasukkan tanggal pernikahan kami. Aku memasukkan tanggal 18 Januari 2011 dan menampilkan sebuah tanda layar sedang memuat sesuatu. Aku menunggu dengan penasaran apa yang akan muncul selanjutnya.

Dalam beberapa detik, muncul sebuah tulisan bergerak 'Welcome' yang kemudian dilanjutkan tulisan 'Kalau kamu bisa membuka ini, berarti kamu masih ingat hari bersejarah kita, Gista' kalimat itu sederhana tapi menikamku dengan kejam.

Air mataku sudah tak bisa terbendung kali ini. Apalagi setelah itu tablet yang ternyata sudah disambungkan secara otomatis ke layar proyektor oleh Praba itu menampilkan video potret kebersamaanku dan Praba serta tak lupa Alindra di tengah-tengah kami. Ditambah dengan latar suara Praba yang bernyanyi lagu Perfect milik Ed Sheeran. Aku terisak hebat, di saat Praba menyiapkan ini semua, di hari jadi pernikahanku dengan Praba, aku malah berhianat. Aku malah bercinta dengan laki-laki lain.

Terakhir, wajah Praba muncul di layar dengan senyum khasnya. Lelaki itu berdehem beberapa kali. Aku hanya bisa tersenyum miris melihatnya.

"Gistara, mungkin ini terdengar aneh," ucapnya sebagai kata pembuka. "Kamu pasti merasa aneh dengan ini semua. Aku hanya bisa memberi ini semampuku. Karena aku bisanya hanya membuat program, maka aku buatkan program ini dengan penuh perhitungan. Jangan tanya berapa hari aku membuatnya, berapa kali error untuk bisa sesempurna ini. Serumit apa codding yang aku buat dan jangan tanya aku pakai bahasa pemrograman apa, karena itu nggak penting, yang penting saat ini ada pernikahan kita yang akhir-akhir ini sedang tidak baik. Banyak konflik dan debat yang tidak perlu. Harusnya aku bisa mendinginkan kepala dan menurunkan egoku. Jadi, aku minta maaf, Gis. Aku nggak bisa banyak bicara lewat video ini, kamu lebih baik dengar saja permintaan maafku secara langsung setelah menonton ini. Mari kita perbaiki semua malam ini. Aku janji akan memberikan rumah tangga yang kamu impikan."

Video berhenti dan kini terdapat tulisan 'Look at me and listen me, Gistara. Enjoy to night' sebuah tulisan sederhana yang membuatku semakin merasa berdosa. Aku tak tahu jelas bagaimana dia menyusun ini, tapi kadang dia sering mengeluh kesulitan dalam membuat program. Otaknya selalu panas dengan huruf-huruf berisi bahasa mesin itu.

Aku lelah. Rasanya benar-benar menyakitkan. Aku bingung saat ini. Praba pasti kecewa dengan ketidakhadiranku malam tadi. Aku melukainya semakin dalam dan hal yang paling menyebalkan di sini adalah, Praba yang terlalu baik dan percaya padaku, sedang aku berbuat jahat dan berhianat. Ini terasa seribu kali lebih menyakitkan daripada Praba yang marah-marah. Karena dengan kemarahan Praba, aku lebih mudah untuk menyakitinya dan menghianatinya tanpa rasa bersalah. Rasa bersalah ini akan terus mengungkungku jika Praba masih bersikap baik.

Aku tak bisa mematikan hatiku. Aku tak bisa seperti ini. Aku ingin bersama Pak Narendra tanpa bayangan kebaikan Praba. Aku ingin berhianat tanpa peduli, tapi Praba berhasil menjeratku. Menjeratku dengan rasa perih akan dosa dan kesalahan yang aku buat.

Aku menangis sejadi-jadinya. Kepalaku rasanya ingin pecah. Sakit dan sesak tak berarah. Aku benar-benar tersesat dan terjerembab. Aku tak ingin meninggalkan kenyamanan Pak Narendra, tapi aku tak tega untuk melukai Praba lebih dalam. Hidupku berada di persimpangan yang sulit. Jika terus seperti ini, aku tak tahu jalan mana yang aku pilih. Menyusul neraka atau mengikuti jalan taubat yang masih terbuka? Kenapa rasanya sulit melangkah? Harusnya aku dengan mudah memilih taubat, tapi godaan nikmat dosa benar-benar telah membuatku candu hingga tak ingin kembali.

***

Halo halo, kembali bertemu Gista yang semakin hari semakin meresahkan...

Oh iya.. cerita ini memakai setting tahun akhir 2019-awal 2020. Jadi mereka memang menikah tahun 2011 ya

Shay,
Selasa, 23/03/21

Sudut Pandang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang