Aku duduk di hadapan Praba yang tampak asik mengunyah makanannya. Aku sendiri bingung untuk memulai pembicaraan dengan Praba. Didiamkan Praba seperti ini jelas tidak enak sama sekali. Aku benci kebisuan di antara kami. Aku harus segera menyelesaikan masalah ini. Masalah yang memang aku buat.
"Pra, maaf buat kemarin," ujarku dengan pelan. Praba menghentikan suapannya lalu menatapku dengan datar.
Lelaki itu mengambil gelas minumnya, dan menegak air putih di dalamnya. "Makan dulu, baru kita bicara!"
Aku segera melahap makananku dan menyelesaikan makanku dengan cepat. Aku harus segera mengakhiri masalah menyebalkan ini. Setelah menyelesaikan makanku, kulirik Praba yang ternyata juga telah menandaskan makanannya. Lelaki itu bangkit dan mengambil piring kotorku. Aku hanya bisa diam membiarkan Praba melakukannya.
Tak lama kulihat Praba berjalan menuju ruang keluarga sambil membawa camilan dan dua kaleng kopi instan. Aku bangkit dari dudukku dan segera menghampiri suamiku yang tampak nyaman duduk di sofa sambil menonton televisi.
"Praba," panggilku pelan yang membuatnya menoleh.
"Beri aku alasan logis buat maafin kamu, Gis!" ujar Praba dengan begitu tegas dan menusuk di telingaku.
Praba dengan mode seperti ini adalah Praba yang memang sedang tak bisa diganggu gugat. Dia akan selalu mencari celah kesalahan dari setiap alasan. Dan itu sangat menjengkelkan.
Aku menghela napasku. "Aku kemarin menemui klien sama cek lokasi, Pra. Dan itu butuh waktu lama, aku harus lihat unit ruko dengan detailnya untuk ditawarkan dan di promosikan di event bulan depan."
Aku melihat gerakannya menaikan sebelah alis. "Sampai selarut itu?"
Aku mengangguk mantap. "Iya, sampai larut, karena benar-benar kliennya susah, Pra."
Lelaki itu mengangguk. "Lain kali kalau mau lembur itu bilang, Gis! Minta izin dulu ke aku! Paling tidak ngabarin biar nggak bikin yang di rumah khawatir, Gis!"
Aku sadar kesalahanku. Harusnya memang dari awal aku izin ke Praba dan tidak perlu ikut Pak Narendra nonton. Tapi aku tak akan jujur soal aku yang nonton bersama Pak Narendra yang ada nanti akan menambah masalah.
Segera kupeluk suamiku itu. "Maaf, Pra. Lain kali aku janji buat izin dulu sama kamu. Kemarin aku beneran lupa."
Lelaki itu mengangguk dan mendaratkan kecupan di dahiku. "Kali ini aja ya, Gis! Jangan diulangi!"
Aku menegakkan tubuhku dan mengecup bibir Praba ringan. "Iya Bapak suami tercinta. Aku janji."
"Ke kamar yuk, Gis! Mumpung Alindra bisa dijemput dua jam lagi."
Aku segera mencubit pinggang Praba yang jelas mendapat respons merintih dari lelaki itu. Lelaki itu bangkit dan segera mengulurkan tangannya ke arahku. Aku menerima saja uluran tangannya dan mengikuti kemauannya di kamar. Ya secepat itu masalah kami selesai, mungkin karena efek lamanya kami membina rumah tangga.
***
Menjadi seorang perempuan, berkarir adalah sebuah pilihan. Dan berkarir memang menjadi keinginanku akhir-akhir ini. Awalnya aku merasa baik-baik saja dengan menjadi ibu rumah tangga yang memang hanya di rumah, tapi munculnya kebosanan membuatku memutuskan menjadi wanita karir.
"Gis, ikut cari target klien yuk!" ajak Kila yang membuatku mendongak menatapnya. "Lo ada kenalan nggak? Kalau ada ajak ketemu, Gis!"
"Bentar, gue ada temen yang potensial, Kil. Nanti coba gue hubungi," kataku yang kini sudah mengubah gaya sapaanku ke Kila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang [Completed]
ChickLitCompleted ✓(09/02/21 - 17/04/21) Pernikahan yang bahagia adalah impian setiap manusia. Seperti pernikahan Gistara Ganeswara dan Prabaswara Mahatma. Pernikahan yang sudah berjalan hampir sembilan tahun itu awalnya baik-baik saja, hingga satu masalah...