Kedekatan yang Masih Wajar

1.4K 112 3
                                    

Sepertinya kini aku mulai menikmati masa kerjaku. Aku sudah mulai mencari-cari target pembeli. Aku melebarkan jangkauanku ke teman-temanku dan juga teman Praba. Koneksi Praba cukup membantuku dalam memenuhi target bulanan.

Aku memasuki ruang Pak Narendra. Lelaki itu tampak sedang serius membaca sesuatu di monitor komputernya.

"Permisi, Pak," salamku yang membuat lelaki itu mendongak menatapku.

"Masuk, Gis!" Aku segera melangkah mendekat dan duduk di hadapannya. "Pamflet sudah dapat yang menarik?"

Aku segera mengeluarkan desain pamflet di tabletku. Aku baru saja memperoleh desain dari divisi desain. "Ini, Pak. Ada dua pilihan, tapi menurut saya, yang nomor dua lebih menarik masyarakat."

Lelaki itu tampak mengangguk. "Ambil yang kedua, sebarkan segera! Jangan lupa promosi ke klien-klien kamu!" titahnya yang membuatku tersenyum puas.

"Baik, Pak. Oh iya, nanti ada janji temu dengan EO, Pak. Apa Bapak mau bisa?" tanyaku untuk memastikan kesediaan atasanku ini.

"Setelah makan siang? Kamu bisa temani saya? Kita makan siang di luar sekalian, Gis!" ujarnya sambil menatapku penuh harap.

Aku tersenyum. "Bisa, Pak. Hari ini saya tidak ada janji," kataku dengan mantap. "Kalau begitu saya keluar dulu ya, Pak!"

Aku segera keluar dari ruangan Pak Narendra setelah mendapat anggukan dari lelaki itu. Aku segera menghampiri Kila yang tampak sedang mengamati laptopnya.

"Kil, Pak Narendra pilih yang nomor dua buat desain pamfletnya," ujarku menginformasikan.

"Sip. Nanti gue bilang ke Ansel biar cepet di cetak. Oh iya, lo udah bilang soal EO ke Pak Naren?"

Aku mengambil biskuit yang ada di meja Kila. "Udah, nanti gue diajak ketemu sekalian."

Aku segera berjalan ke mejaku dan menyalakan komputer untuk menyusun laporan strategi pemasaran untuk unit apartemen yang ada di Kalibata. Aku melihat harga dan desain dari apartmen tersebut dan segera mencari target pasar yang tepat. Apartmen dengan satu tempat tidur ini sepertinya cocok jika dipasarkan ke pekerja lembur yang masih lajang.

Segera kugarap laporanku sebelum dipresentasikan ke atasan lusa. Pekerjaan menjadi marketing memang tak hanya piawai dalam komunikasi, kita juga dituntut untuk mencari pangsa pasar, analisis dan membuat strategi menarik untuk dapat dilirik oleh calon pembeli.

Aku menyandarkan tubuhku setelah dua jam berkutat dengan layar komputer. Rasanya lelah dan mata pedih. Sudah cukup lama aku tidak mengetik dan membaca seperti ini, biasanya di rumah aku buka laptop hanya saat ingin menonton drama Korea.

Kupejamkan mataku sejenak untuk memulihkan penglihatanku yang sedari tadi hanya memandang layar komputer. Kubuka mataku dan seketika mataku menangkap sosok Pak Narendra berdiri di depan mejaku sambil menatapku.

Aku segera menegakkan tubuhku dan mengulas senyum ke arahnya. "Siang, Pak. Ada apa, Pak?"

Lelaki itu berdehem. "Sudah jam makan siang, lebih baik kita keluar sekarang, Gis!"

Aku mengangguk dan segera membereskan barang-barangku. Pak Narendra masih setia berdiri di depan mejaku. Kenapa dia tidak memilih bernajak dari situ? Aku jelas merasa tak nyaman.

Aku segera bangkit dari dudukku dan menjinjing tasku. "Sudah, Pak. Mau berangkat sekarang?"

Lelaki itu mengangguk. Aku melewati meja Kila dan menepuk bahu wanita itu. "Gue duluan ya, Kil!"

Tak menunggu jawaban dafi Kila yang memang satu-satunya manusia tersisa di ruangan itu, aku langsung beranjak menyusul langkah lebar Pak Narendra. Aku sedikit kewalahan menyeimbangkan langkah lebar lelaki jangkung ini, ditambah sepatu hak tinggiku sungguh menghambat jalanku.

Sudut Pandang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang