Sampai di rumah aku disuguhi pemandangan yang membuatku membeku. Praba dan Alindra menyambutku dengan senyum riang mereka dan jangan lupakan meja makan yang penuh dengan menu. Ini sungguh aneh. Aku hanya pulang dari dinas luar, bukan ulang tahun atau hari spesial lain.
Aku masih berhenti di ambang pintu seakan kakiku terpaku. Praba dan Alindra melangkah ke arahku dan memelukku erat seolah menyalurkan rasa rindu mereka. Apa ini? Mereka sangat berbeda. Aku dan Praba memang sudah berbaikan, bukan berarti dia bisa sangat berubah seperti tadi. Padahal aku saja masih cemas masalah kemarin malam. Aku takut mereka tahu keberadaanku.
"Ada apa ini?" tanyaku dengan heran setelah Praba dan Alindra menuntunku ke meja makan.
Praba sedang mengambilkan aku makanan ke piring dan mengambil tasku untuk ia letakan di kamar. Aku merasa sangat bingung dengan perlakuan ini. Ini berlebihan.
"Dimakan, Gis! Kamu pasti capek habis dari luar kota," katanya dengan lembut disertai senyuman super manis yang malah membuatku merinding bukan main. Ini bukan Praba.
"Pra, kamu habis kenapa? Akuisisi saham?" tanyaku karena merasa aneh dengan perubahan Praba yang sangat drastis.
Praba menggeleng masih dengan senyumnya. "Ini sedang menyambut kamu, Gista."
Aku mengerutkan keningku saat melihat Praba yang kini duduk di hadapanku, tepatnya di samping Alindra dan mengambilkan makan untuk anak itu sebelum mengambil untuk dirinya sendiri. Aku bingung, ini aku yang terlalu jahat atau memang Praba yang terlalu baik sampai terlihat menyeramkan?
Praba menyuruhku untuk mulai memakan hidangan yang sudah dia siapkan. Tanganku tergerak dengan kaku. Ini benar-benar tak nyaman. Bagi sebagian orang ini akan terlihat manis, tapi bagiku ini terlalu membuatku canggung dan tak nyaman. Suasana ini membuat kepalaku terasa pening dan berat. Ada apa sebenarnya?
Praba sepertinya menyadari kelakuan kikukku. Lelaki itu menatapku teduh lalu tersenyum dan menarik piring di hadapanku hingga berada di jangkauannya. Aku semakin bingung saat lelaki itu menyendokkan nasi dan lauk lalu di angkat ke depan mulutku. Aku masih setia menutup mulutku, lalu Praba membuka mulutnya sendiri yang membuat mulutku secara refleks mengikuti mulutnya dan membuat lelaki itu mudah menyuapkan nasi ke dalam mulutku.
Praba dengan lancar menyuapiku sampai tandas dan aku hanya bisa diam sambil menurut saja. Aku tak habis pikir dengan ini semua. Aku ingin sekali menolak, tapi lidah dan tubuhku seolah berkhianat karena hanya mampu diam dan menurut.
"Kamu mandi ya, Gis! Tadi sudah sempat aku siapkan air panas buat berendam. Biar badan kamu segar dan nggak capek. Pakaian kamu juga sudah aku siapkan di atas kasur. Jadi kamu enjoy saja hari ini!" Sebenernya ini membuatku semakin bingung dan yang semakin membuatku tak habis pikir saat aku menggerakan kakiku menuju kamar untuk menuruti segala titah Praba.
Praba mengikutiku dari belakang. Aku menghentikan langkahku dan membalik tubuhku untuk menatapnya. "Kamu kenapa, Pra?"
Praba mengulas senyumnya lalu mengusap rambutku dengan lembut. "Aku hanya ingin melayani dan memanjakan istriku. Selama ini aku tak pernah melakukannya. Sekali nggak papa aku ngelakuin ini, Gis. Jadi nikmati saja untuk ini semua!"
Aku hanya bisa mengangguk dan berusaha menikmati semua yang disiapkan Praba, tapi bukannya aku merasa menikmati, aku malah merasa tak nyaman sama sekali. Sepertinya tubuhku sudah tak mampu menerima segala kebaikan. Mungkin karena diriku yang terlalu jahat.
Aku masih termenung di dalam kamar setelah menyelesaikan mandiku. Apa Praba akan memperlakukanku seperti ini terus? Atau ini hanya sementara saja? Aku segera menggeleng. Aku harusnya tak peduli. Pak Narendra memberikan diriku dengan kadar yang pas, jadi untuk apa memikirkan Praba?
Aku segera memakai bajuku yang telah Praba siapkan. Kenapa aku bisa jadi sepenurut ini? Rasanya sungguh menyebalkan. Aku harus bisa seperti biasanya, berontak.
Aku keluar dari kamar dan mendapati Praba yang berdiri di depan pintu dengan senyum lebarnya. Aku menatapnya dengan takut, lelaki itu menunjukkan padaku sebuah buket bunga yang teramat cantik di hadapanku. Aku mengerjapkan mata. Aku harap ini hanya mimpi.
"Gista, kamu kenapa? Ambil dong bunganya!" Aku segera menggeleng dan menerima bunganya.
Kupandangi bunganya dengan seksama. Tak ada yang salah, hanya hati dan diriku yang salah tak menyukai bunga ini. Ini terasa sangat palsu untuk diriku.
"Aku punya satu kejutan lagi buat kamu. Aku yakin kamu akan menyukainya," ujarnya sangat lembut yang malah terdengar sangat tajam di telingaku dan tentu saja menyeramkan. "Ayo ikut!"
Aku hanya bisa mengikuti langkahnya dengan tangan yang Praba genggam erat. Genggaman itu tak terasa hangat, malah terkesan dingin. Kenapa semua terasa berkebalikan? Apa yang dilakukan Praba sangat manis, tapi entah bagaimana malah terasa pahit bagiku. Aku tak tahu, siapa yang salah dalam hal ini, diriku atau Praba? Yang jelas semua terasa terbalik. Sikap manis Praba seolah hanya untuk menyakitiku saja.
Praba menghentikan langkahnya di depan pintu ruangan kosong yang bisa disebut kamar untuk tamu jika ada yang berniat menginap. Lelaki itu melepaskan genggamannya, lalu membuka pintu kayu jati tersebut. Aku membelalakkan mataku saat pintu terbuka lebar dan menampilkan seluruh isi ruangan.
Kamar itu berhasil Praba sulap menjadi sebuah ruangna khusus untuk menonton. Seperti bioskop versi lebih kecil dan di dalam rumah. Ini gila, aku sampai kehabisan kata. Aku tak tahu, saat ini aku berada di alam mimpi atau nyata. Aku curiga, aku saat ini hanya bermimpi, karena rasanya ya biasa saja. Hatiku tak bisa lepas dalam bahagia.
Aku ditarik Praba untuk masuk dan mencoba duduk di sebuah kasur kecil empuk yang hampir mirip di bioskop kelas velvet. Remang-remang ruangan ini benar-benar memberikan nuansa berbeda.
Apa aku terdengar aneh jika aku mencurigai Praba? Apa aku terdengar aneh jika segala perbuatan baik Praba terasa sangat jahat bagiku? Apa memang aku yang jahat sehingga mencurigai Praba yang repot dan susah untuk membuatku bahagia yang malah terasa sia-sia?
Praba duduk di sampingku dan merangkul bahuku. Aku hanya diam, pikiranku tak berada di sini. Bahkan saat film mulai diputar aku tak peduli, aku bahkan tak tahu jenis dan judul film yang diputar di layar depan. Semua terasa hening dan kosong. Ini bukan yang aku inginkan.
Semua terasa hanya semu. Kebaikan Praba tak akan bisa aku terima sampai nanti. Aku sudah tak memiliki rasa itu, atau aku saja yang malah berusaha keras mematikan rasa itu karena ego dan tantangan dari Narendra? Tapi semua terasa nyata bersama Narendra.
Ah, sepertinya kubiarkan begini saja. Mencoba menerima kebaikan Praba dan menikmatinya sambil terus menggenggam Narendra. Semoga saja Praba memang benar-benar baik, sehingga aku bisa memanfaatkannya sampai nanti dan aku harus mulai membuang semua rasa tak nyaman yang ada.
Aku tahu Praba, aku mengenal dia dengan sangat baik, dia tak pandai berpura-pura. Dia terlalu gamblang dan Praba memang sangat baik. Selama aku mengenalnya, dia tak pernah berniat jahat sekalipun. Dia memang pintar dalam pekerjaan dan akademis, tapi percayalah dia sangat bodoh dalam membaca diriku. Dia mudah dibodohi sehingga aku dengan mudah selingkuh dengan Narendra tanpa Praba curiga sedikitpun.
Sepertinya rencana-rencana yang aku rancang akan berjalan baik. Perlahan akan membodohi Praba sampai bisa benar-benar lepas, kedua membuat Narendra melepas apa yang dia punya, dalam hal ini istrinya, yang ketiga melepas Praba setelah semua berjalan baik, yang keempat, bawa Narendra dalam kuasaku, dan terakhir, jenjang karir yang gemilang dan hidup bahagia bersama Narendra tanpa bayangan masa lalu.
Anggap saja langkah ini gila. Tapi aku memang sudah gila dan tak punya otak. Maki-maki saja diriku saat ini, aku tak peduli dan itu malah membuatku bahagia dengan makian kalian. Ya, karena aku memang susah gila.
***
Akhirnya bisa update juga cerita ini... Gistara memang nggak perlu ditanya kewarasannya ke mana. Dia udah bener-bener harus masuk rumah sakit wkwk.
Shay,
Selasa, 30/03/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang [Completed]
ChickLitCompleted ✓(09/02/21 - 17/04/21) Pernikahan yang bahagia adalah impian setiap manusia. Seperti pernikahan Gistara Ganeswara dan Prabaswara Mahatma. Pernikahan yang sudah berjalan hampir sembilan tahun itu awalnya baik-baik saja, hingga satu masalah...