Pukul tujuh malam aku baru sampai di rumah setelah bertemu klien yang memang menjanjikan bertemu setelah jam kerja. Aku segera memasuki kamar dan membanting tubuhku di kasur besar. Rasanya badanku pegal semua karena memang seharian ini aku belum bertemu dengan kasur.
Kuambil ponselku untuk melihat aplikasi pesan. Aku segera mengetik nama atasanku dan mengetikkan sesuatu di ruang obrolan.
Pak Narendra Katara (Aliero)
Terimakasih, Pak. Sudah mentraktir saya hari ini.
Sama-sama, lipstiknya jangan lupa dipakai! Kamu cantik pakai lipstik itu.
Aku mengerjapkan mataku. Aku tidak salah lihat? Dan kenapa juga jantungku berdetak tak karuan. Ini sudah tidak benar. Aku merasa ini sangat salah.
Aku tersenyum, apa ini disebut perasaan bahagia ya? Selama ini Praba memang sering memujiku, tapi ya sudah hal yang aku anggap wajar saja, tak ada perasaan sesak dan sensasi berdebar seperti ini. Ini gila, tapi aku sungguh menyukainya.
Aku menggeleng, aku harus melenyapkan rasa ini sebelum menjadi. Aku harus ingat, aku masih mempunyai suami dan anak. Aku bangkit dari baringku dan segera berjalan menuju kamar Alindra.
Aku melihat Alindra bersama pengasuhnya sedang duduk di lantai kamar. Alindra tampak serius dengan bukunya. Aku tersenyum melihat wajahnya yang serius itu, persis seperti Praba. Aku segera menghampirinya dan memberikan kode pada Ana, pengasuh Alindra untuk beristirahat.
"Alin sedang apa, Sayang?" tanyaku sembari duduk di samping anak perempuanku.
Alin menoleh dan memelukku. "Ini, Ma. Ngerjain homework."
Aku mengangguk dan ikut membaca apa yang sedang dikerjakan Alin. Bacaan dengan bahasa Inggris disertai soal dasar yang memang diperuntukkan anak kelas satu sekolah dasar.
"Ada yang susah?" tanyaku yang dijawab gelengan oleh Alindra.
"Tadi udah diajarin di sekolah, Ma. Jadi aku bisa ngerjain semuanya," jawabnya polos yang membuatku gemas dan mencium pipi gembulnya.
"Anak Mama pinter ya," pujiku sambil mengusap kepalanya. "Alin tadi udah makan?"
"Udah sama Mbak Ana tadi," jawab Alin yang kini sudah kembali fokus pada bukunya.
Aku tersenyum dan menunggu Alin menyelesaikan tugasnya. Sesekali aku membantu jika Alin kebingungan.
Setelah selesai, aku segera mengajak Alindra untuk tidur. Aku mengecup kening Alindra dan berpamitan untuk mandi terlebih dahulu.
Aku keluar dari kamar Alindra dan segera menuju kamarku. Praba belum pulang. Aku mengambil ponselku dan melihat jam digital di ponselku, sudah pukul delapan malam.
Segera kulepas blazerku dan menyisakan kaus pendek dan celana panjang formal. Aku segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang sudah lengket ini.
Setelah mandi dan berganti pakaian aku segera keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu sambil memainkan ponsel untuk menunggu kepulangan Praba. Sepertinya kesibukan dia sebagai direktur membuatnya sering pulang lewat dari jam kantor.
Satu pesan masuk dari Pak Narendra membuatku mengerutkan keningku. Aku segera membuka pesan tersebut, siapa tahu penting.
Pak Narendra Katara (Aliero)
Bisa saya telpon, Gis?
Bisa, Pak. Ada perlu apa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang [Completed]
Literatura FemininaCompleted ✓(09/02/21 - 17/04/21) Pernikahan yang bahagia adalah impian setiap manusia. Seperti pernikahan Gistara Ganeswara dan Prabaswara Mahatma. Pernikahan yang sudah berjalan hampir sembilan tahun itu awalnya baik-baik saja, hingga satu masalah...