Memupuk Dosa

2.2K 98 0
                                    

Ada yang berbeda dengan pagi ini. Biasanya aku terbangun dalam dekapan Praba, kini aku terbangun sendiri di kamar yang luas ini. Sedari semalam aku tak tahu di mana Praba berada, lebih jelasnya aku tak peduli.

Aku segera bersiap untuk berangkat ke kantor dan bertemu Pak Narendra. Sepertinya kegiatan di kantor akan semakin menarik. Selamat tinggal hari-hari membosankan.

Aku keluar dari kamar dan melewati ruang makan. Di meja makan aku melihat Praba dan Alindra sedang menikmati makanannya, dan hal itu membuatku tidak berminat untuk sarapan di rumah. Sarapan satu meja dengan mereka. Aku tidak mau menghancurkan mood pagi ini. Lebih baik aku menghindar saja.

Tanpa berminat untuk menyapa, aku segera berjalan menuju garasi. Aku memanasi mobilku dengan tenang. Di dalam mobil aku bersenandung kecil untuk menjaga suasana hatiku biar tetap baik.

Pagi ini aku harus menemui calon pembeli, jadi jangan sampai karena masalah tidak jelas dengan Praba membuat semuanya berantakan. Mereka tidak menggangguku hari ini saja sudah keajaiban. Alindra yang super berisik itu juga hanya diam menunduk tak mau menatapku. Aku memang ibu yang buruk. Sangat buruk, tapi biarlah, aku menikah muda, sebenernya belum tepat jika aku memiliki anak sudah sebesar Alindra. Ternyata selama ini aku belum siap menerima, dan entah ilmu apa yang Praba punya hingga aku mau saja diajak menikah muda.

Aku segera menjalankan mobilku menuju ke kantor. Janjian dengan calon pembeli nanti sekitar pukul sembilan. Aku juga harus mengisi absen dengan sidik jari di kantor agar dianggap masuk dan jangan lupa aku tak sabar ketemu dengan Pak Narendra.

Di kantor, aku langsung masuk ke ruanganku. Masih sepi. Tapi aku tahu ada Pak Narendra di ruangannya. Aku tersenyum, lalu kudatangi dia ke ruangannya.

Aku mengetuk pintu yang tertutup, dan sahutan dari suara berat yang terdengar seksi Pak Narendra membuatku berdebar. Sereceh itu aku.

Aku segera masuk dan disambut dengan senyum manis milik Pak Narendra. Bibirnya benar-benar manis, seperti hari Sabtu itu. Memikirkan saja membuat pikiranku berkeliaran dengan liar.

"Gista, ada yang bisa saya bantu?" tanya Pak Narendra dengan suara dalam yang lebih terdengar menggoda di telingaku.

Aku duduk di hadapan Pak Narendra dan tersenyum lebar. "Saya jam sembilan mau keluar, mau ketemu calon pembeli, Pak."

Aku bisa melihat senyum tipis di bibir Pak Narendra. "Setelahnya ada ketemu di mana?"

Aku menggeleng. Siang sampai sore aku memang berencana hanya berada di kantor. "Nggak ada janji, Pak."

"Temani saya ketemu klien di Restoran Hotel Nadara, mau?" tawarnya yang membuatku menaikkan sebelah alis.

"Nggak apa sama saya, Pak?"

Pak Narendra tersenyum. "Itu lebih baik, Gis."

Aku mengangguk. "Bisa kok, Pak. Nanti saya usahakan nyusul."

Pak Narendra segera menggeleng. "Nanti saya jemput kamu di tempat janjian kamu. Kamu sekarang ke sana naik taksi saja!"

Aku memilih menurut dan bangkit dari dudukku. Aku berjalan menuju pintu.

Sampai di ambang pintu, suara Pak Narendra membuatku berhenti, "Hari ini kamu cantik dengan warna merah, Gistara."

Aku menoleh dan tersenyum malu-malu. "Pak Narendra selalu ganteng, apalagi kalau pakai warna Navy."

Lelaki itu melempar senyum penuh arti. Aku jelas menangkap maksudnya. Aku membalas senyumannya dengan lebih menggoda sebelum kubalikkan badanku dan berjalan dengan lenggak-lenggok untuk menggoda Pak Narendra.

Sudut Pandang [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang