Seluruh hidangan di atas meja sudah tandas. Aku segera memindahkan piring kotor ke dapur agar nanti pekerjaan Bu Samin, orang yang membantu pekerjaan di rumahku, tinggal mencucinya nanti. Aku mendekati Alindra yang masih memasang sepatunya.
"Alin, kamu berangkat sama Papa, ya!" kataku yang membuat anakku mendongak.
"Oke, Ma. Mama mau kerja?" tanyanya. Aku menjawil pipinya, lalu menciumnya.
"Iya, Sayang. Jadi hari ini kamu sama Papa dulu ya!"
Aku merasakan kehadiran seseorang di sampingku, aku menoleh dan menemukan sosok laki-laki dengan setelan jas hitam membalut tubuh tegapnya. Lelaki itu menundukkan badannya dan membantu Alindra memasangkan sepatunya. Aku tersenyum, pemandangan pagi ini sungguh menyenangkan. Aku sangat beruntung memiliki kedua orang ini. aku beruntung menjadi istri seorang Prabaswara Mahatma.
"Nanti pulangnya kamu dijemput Pak Sihab ya, Lin," ujar Praba setelah berhasil menalikan tali sepatu Alin.
"Iya, Pa. Alin tahu. Mama hari ini kerja, 'kan?" tanyanya sekali lagi yang memperoleh anggukan dari Praba.
Praba berdiri, lalu menatapku. "Kamu nggak berangkat?"
Aku segera tersentak, hari ini hari pertamaku kerja, harusnya aku datang lebih pagi. Aku segera meraih tangan Praba, aku cium tangannya. Dengan cepat kusambar pipi kanan Praba. "Aku berangkat dulu ya, Pa!" Aku beralih mencium kening Alin. "Mama berangkat dulu ya, Sayang!"
"Hati-hati, Ma!" seru Praba saat aku berlari dengan terburu-buru.
Aku dan Praba memang membiasakan diri jika di depan Alin, kami memanggil Papa dan Mama agar Alin terbiasa mendengar dan mengikuti panggilan kami. Jika tidak ada Alin, kami memanggil sesuka kami, kadang Sayang, kadang hanya nama, tergantung situasi.
Aku segera masuk ke dalam mobilku dan melajukannya menuju kantor. Jalanan Jakarta di pagi hari memang tidak bisa diandalkan. Dengan penuh rasa sabar, akhirnya aku bisa sampai ke kantorku setelah hampir satu jam berjibaku di jalan raya.
Aku memarkirkan mobilku, setelahnya aku berjalan menuju resepsionis untuk meminta kartu akses masuk kantor sebagai karyawan baru. Setelah mendapatkan kartu yang diminta dengan meninggalkan kartu identiasku, aku segera memasuki gedung berlantai sepuluh ini dengan ditemani salah satu resepsionis untuk menuju ruangan HRD.
Sampai di ruang HRD dan diberi arahan tentang pekerjaanku nanti, aku dengan diantar oleh salah satu HRD yang bernama Kelvin, berjalan menuju ruangan yang akan aku tempati nanti. Kelvin menjelaskan ruanganku berada di lantai enam yang di mana di lantai itu ada beberapa divisi yang mengisinya. Ada Telemarketing, Sales dan Agen.
Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan properti yang cukup terkenal di ibu kota. Aku merasa sangat beruntung, di pengalaman kerja pertamaku, aku bisa bekerja di perusahaan besar seperti ini.
Aku segera memasuki ruanganku saat Kelvin menghentikan langkah dan menunjukan ruangan yang di pintunya tertulis dengan jelas 'Divisi Marketing' yang membuatku semakin merasa yakin dengan pilihanku untuk bekerja.
Dengan langkah perlahan mengikuti langkah Kelvin, aku menatap ke seluruh sudut ruangan. Sepertinya ruangan ini cukup nyaman. Meja kerja yang berjajar dan berhadapan memberikan kesan tiada sekat, karena tak ada pembatas atau kubikel seperti yang kubayangkan.
Di ruangan ini hanya ada satu meja kosong di ujung, yang sepertinya merupakan meja kerjaku nanti. Aku tersenyum untuk memberikan kesan baik pada rekan kerjaku nanti.
"Udah gede 'kan, Mbak Gista, jadi kenalan sendiri aja, saya pamit!" ujar Kelvin yang aku beri anggukan. Lelaki itu segera berlalu dari ruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang [Completed]
Literatura FemininaCompleted ✓(09/02/21 - 17/04/21) Pernikahan yang bahagia adalah impian setiap manusia. Seperti pernikahan Gistara Ganeswara dan Prabaswara Mahatma. Pernikahan yang sudah berjalan hampir sembilan tahun itu awalnya baik-baik saja, hingga satu masalah...