"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia."
[Ali Bin Abi Thalib]
***
1 Minggu berlalu....
Saat ini Afifah tengah bersiap. Hari ini dirinya akan mengantar Anisa ke bandara. Sejenak Afifah melirik ke arah jam dinding, waktu menunjukkan pukul 8.30. Tiga puluh menit lagi, Anisa akan sampai di depan rumahnya untuk menjemputnya. Setelah di rasa cukup persiapan, Afifah pun keluar dari kamarnya. Afifah pun menuruni tangga, lalu ia melihat Uminya tengah duduk sambil membaca majalah. Afifah pun menghampiri Uminya secara diam-diam.
Disaat Afifah sudah ada di belakang Umi Arifah, Afifah pun langsung memeluk Uminya dari belakang dan membuat Umi Arifah terkejut.
"Astaghfirulah...." Seru Umi Arifah beristighfar karena kaget.
"Assalamualaikum, Umi." Ucap Afifah sambil mengurai pelukannya.
Umi Arifah pun menuntun Afifah untuk duduk di sampingnya, seraya menjawab, "Wa'alaikumsalam." Umi Arifah menghela napas, "Anak Umi ini..., suka banget bikin Uminya jantungan."
Afifah hanya senyum-senyum, sambil mengamit tangan Umi Arifah dan menciumnya berulang kali. Sejenak Umi Arifah tertegun, ketika melihat anaknya sudah begitu rapi dan juga cantik. Umi Arifah pun bertanya kepada Afifah.
"Wahh..., anak Umi udah cantik aja." Umi Arifah memuji Afifah. "Mau kemana nak?"
"Mau nganterin temen ke bandara, Umi." Sahut Afifah.
"Emm...., emangnya temen kamu mau pergi kemana nakk?" Umi Arifah penasaran.
"Dia mau pergi ke Sydney, Umi." Jawab Afifah, "Dia akan pindah dan tinggal disana."
"Laki-laki atau perempuan temen kamu?" Tanya Umi, seperti mengintrograsi Afifah.
Sejenak Afifah terdiam, ketika Uminya bertanya apakah teman Afifah itu laki-laki atau perempuan. Sudah pasti Anisa itu perempuan, tapi Afifah belum tahu siapa teman Anisa yang ikut mengantarkan Anisa ke bandara. Bagus kalau perempuan juga, jadi Umi gak terlalu khawatir. Tapi kalau laki-laki, bisa-bisa Umi akan bertanya-tanya tentang laki-laki itu pada Afifah.
Afifah tidak mau hal itu terjadi. Karena setiap pertanyaan Umi, Afifah harus menjawab secara detail dan jelas. Maka dari itu, Afifah lebih baik menghindar dari laki-laki, daripada harus menjawab pertanyaan dari Uminya.
"Temen Fifah perempuan kok, Mi." Afifah memegang pipi Umi Arifah, "Namanya Anisa, dia temen Rohis Fifah."
Umi Arifah pun hanya tersenyum. Ia merasa lega karena teman Fifah adalah perempuan. Umi Arifah tak ingin, jika anak perempuannya sampai dekat dengan anak laki-laki. Selain belum mahramnya, Umi ingin anaknya fokus bersekolah. Agar bisa mendapatkan beasiswa di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Itu harapan terbesar Umi Arifah untuk anak perempuan semaya wayangnya.
Disaat Umi Arifah dan Afifah asik mengobrol, Abi Umar pun datang dan ikut nimbrung bersama Afifah dan Umi Arifah.
"Wahh..., keliatannya seru banget nih obrolan kalian." Sejenak Abi Umar menatap Afifah yang sudah berpakaian rapi, "Kamu si mau kemana, Fah? Pagi-pagi udah rapi aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A F I F A H (SlowUpdate)
Teen FictionFatih Eijaz Zakiyyan, seorang pemuda yang memiliki kehidupan yang berbeda dari yang lain. semenjak kedua orangtua meninggal akibat kecelakaan, membuat Fatih harus hidup mandiri dalam segala kekurangan. ketika takdir seolah menguji kesabaran, cukup k...