"Bahkan jika kita tidak bisa bersama pada akhirnya, aku senang kamu menjadi bagian dari hidupku."
[Mubtadiatul Afifah]
***
Sesampainya di rumah....
Afifah baru saja sampai di rumah. Keadaan rumah begitu sepi, Umi Arifah hari ini sedang mengikuti pengajian di Masjid Istiqlal bersama rombongan dari ibu-ibu pengajian Darul Fatwah. Sedangkan Abi Umar, seharusnya beliau sudah pulang. Benar dugaan Afifah, baru saja Afifah akan masuk ke kamar. Tiba-tiba Abi Umar memanggil Afifah, Afifah pun langsung menghampiri Abi Umar seraya mencium tangan beliau.
"Baru pulang nak?" Tanya Abi Umar seraya mengelus kepala Afifah.
"Iya, Abi. Tadi di sekolah ada kumpul Kerohisan sehabis pulang sekolah. Makanya Fifah telat pulangnya." Jelas Afifah, Abi Umar pun hanya manggut-manggut kepala.
"Kalau begitu Fifah masuk ke kamar dulu ya bi." Afifah menarik knop pintu.
Disaat Afifah akan masuk, tiba-tiba Abi Umar kembali memanggil Afifah. Afifah pun menoleh dan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kamar.
"Iya bi. Ada yang abi ingin sampaikan ke Fifah?" Tanya Afifah, sambil melepas pegangan tangannya dari knop pintu.
Sejenak Abi Umar menatap putrinya dengan penuh kejanggalan. Hari ini Abi Umar merasa ada yang berbeda pada anak semata wayangnya itu. Abi Umar mencoba mengamati dengan seksama putrinya itu. Abi Umar pun menyadari bahwa mata putri semata wayangnya itu terlihat sembab, seperti habis menangis. Sementara Afifah, ia merasa Abi Umar mulai menaruh curiga padanya karena matanya yang terlihat sembab. Afifah pun merundukkan kepalanya, karena tidak berani menatap mata Abi Umar.
"Mata kamu kenapa? Seperti habis nangis?" Tanya Abi Umar pelan. Ia tidak mau membuat Afifah ketakutan.
Afifah hanya terdiam, ia tidak berani untuk mengatakan sejujurnya pada Abi Umar. Afifah takut jika Abi Umar akan marah jika beliau sampai tahu, kalau Fifah menangis karena seorang laki-laki.
Karena tidak mendapat jawaban dari Afifah. Abi Umar pun mencoba untuk membuat Afifah untuk terbuka. Perlahan Abi Umar memegang pundak Afifah. Afifah pun semakin takut, tubuhnya pun menjadi gemetaran.
"Fah..., kamu kenapa? Ada masalah kah?" Abi Umar pun menjadi khawatir dengan keadaan Afifah, "Abi gak marah kok kalau Fifah mau jujur dan terbuka sama Abi. Abi jadi khawatir melihat keadaan mu seperti ini."
Afifah pun mendongak, lalu menatap Abi Umar dengan tatapan berkaca-kaca. Afifah pun langsung memeluk Abi Umar, membuat Abi Umar terkejut. Dalam dekapan Abi Unar, Afifah menangis sejadinya.
"Anak Abi kenapa? Kok nangis?" Tanya Abi Umar, sambil mengelus kepala Afifah.
"Abi..., dia akan pergi. Dia akan ninggalin Fifah." Tangisan Afifah makin menjadi, membuat Abi Umar sedikit tertegun.
"Pergi? Siapa yang akan pergi?" Tanya Abi Umar, tidak paham dengan pernyataan anak perempuannya itu.
Afifah mengurai pelukannya, lalu ia membuka tasnya dan mengambil surat pemberian Fatih. Afifah pun langsung memberikan surat tersebut pada Abi Umar. Abi Umar pun langsung menerima surat tersebut lalu membacanya.
Abi Umar pun tertegun ketika mengetahui isi surat yang ternyata adalah surat pamit dari Fatih. Sejenak Abi Umar terdiam, ketika membaca nama Fatih. Abi Umar seperti pernah mendengar nama Fatih sebelumnya, tapi dia lupa dimana Abi Umar mendengar nama Fatih. Ingatan Abi Umar pun langsung tertuju pada Cafe Alamanda. Dimana Abi Umar pernah melihat Afifah bersama Fatih, ketika Fatih mengembalikan dompet milik Afifah. Abi Umar pun juga teringat ketika Fatih pernah datang ke rumah ini, karena membantu Afifah membawa barang belanjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A F I F A H (SlowUpdate)
Fiksi RemajaFatih Eijaz Zakiyyan, seorang pemuda yang memiliki kehidupan yang berbeda dari yang lain. semenjak kedua orangtua meninggal akibat kecelakaan, membuat Fatih harus hidup mandiri dalam segala kekurangan. ketika takdir seolah menguji kesabaran, cukup k...