"Terbuat dari apa hatimu? bahkan sekalipun duniamu hancur, Kau masih bisa tertawa."
[Qs.Al-Baqarah(2):152]
***
Malam hari...
Cuaca Kota Jakarta hari ini cukup cerah. Bintang-bintang bertebaran di langit dan Bulan Purnama yang bersinar terang, menyinari Kota Jakarta. Saat ini Umi Arifah tengah berdiri di balkon, menikmati suasana malam yang tenang. Dengan secangkir teh, perasaan Umi Arifah sedikit tenang. Permasalahan antara Umi Arifah dan Abi Umar sejak sore tadi, belum menemui titik terang untuk menyelesaikan masalah mereka berdua. Keduanya sama-sama memilih menghindar, untuk saling intropeksi diri atas kejadian tadi sore.
Di saat Umi Arifah hendak masuk, tiba-tiba Abi Umar sudah ada di belakang Umi Arifah. Sontak Umi Arifah terkejut, sampai cangkir yang di pegang Umi Arifah hampir jatuh. Berulang kali Umi Arifah mengucap Istighfar, karena jantung Umi Arifah berdetak kencang karena terkejut. Abi Umar pun berinisiatif mengambil cangkir yang di pegang Umi Arifah, lalu menaruhnya di meja. Karena suasana masih tegang, Umi Arifah bergegas masuk ke dalam rumah. Namun di saat melewati Abi Umar, Abi Umar langsung memegang tangan Umi Arifah. Membuat langkah Umi Arifah terhenti, namun dia tidak membalikkan badannya.
"Maaf, Umi..., ada yang mau Abi bicarakan sama Umi." Ucap Abi Umar dengan suara lembut.
"Kalau Abi cuma mau bicara soal kesalahan Fatih. Maaf, Umi nggak ada waktu." Jawab Umi Arifah dingin.
"Umi..., mengertilah sedikit. Abi melakukan ini, karena Abi takut kalau Fatih sampai macam-macam sama anak kita." Jelas Abi Umar.
Umi Arifah menoleh ke arah Abi Umar dengan tatapan tajam. Perlahan Umi Arifah membalikkan badan, seraya melepas tangan Abi Umar dari tangannya.
Umi Arifah menghela napas sejenak, lalu berkata, "Jadi Abi belum paham juga sama Penjelasan Ustadz Ghofur waktu itu?" Umi Arifah mencoba untuk menyakinkan Abi Umar, "Coba deh, Abi sekarang buka pikiran Abi sedikit aja."
"Kenapa Umi bilang seperti itu? Yang Abi lakukan nggak salah kan?" Ujar Abi Umar merasa dirinya tidak salah.
"Abi tuh, Ya Allah....., coba jangan liat kejadian waktu itu pas Fatih menyentuh anak kita aja. Coba Abi bayangin, kalau seandainya Fatih nggak nahan Afifah ketika dia terpeleset? Afifah terjatuh ke lantai? Terus kebentur ke lantai? Abi mau hal itu terjadi?" Jelas Umi Arifah, berusaha membuka pikiran Abi Umar.
"Itu mungkin akal-akalan Fatih aja, Umi," Sergah Abi Umar, "Mungkin aja di sandal Afifah di kasih kulit pisang atau lumpur, supaya Afifah terpeleset. Nah di saat itu, Fatih pura-pura menolong Afifah, dengan modus supaya bisa menyentuh Afifah dan bikin Afifah terkesan karena Fatih telah menjadi pahlawan."
Mendengar pernyataan dari Abi Umar, Umi Arifah benar-benar tak menyangka jika suaminya telah berubah. Dulu ketika berdikusi tentang masalah apapun, pola pikir Abi Umar sangat terbuka. Maka dari itu, masalah apapun bisa di selesaikan dengan kepala dingin. Namun sekarang? Pikiran Abi Umar seketika menjadi Kolot dan Keras Kepala karena dendam kepada Fatih.
"Bisa-bisanya Abi berpikir seperti itu?" Tanya Umi Arifah tak paham, "Padahal Ustadz Ghofur sudah bilang, posisi Fatih tengah di Masjid dan Afifah datang membawa makanan untuk Fatih. Kalau Fatih sudah berencana seperti itu, dari awal Afifah sudah terpeleset kan? Logikanya seperti itu."
Abi Umar seketika terdiam, ketika Umi Arifah memberi jawaban yang menurut Abi Umar masuk akal. Perlahan Abi Umar mencoba membuka pikirannya, dengan menyampingkan Ego dan Amarahnya terhadap Fatih. Benar juga kata Umi. Kalau seandainya Fatih berniat seperti itu, Afifah sudah terpeleset ketika baru sampai di Masjid. Lagipun kalau sampai Afifah terpeleset dan Fatih tidak menahannya, pasti Afifah akan terluka, bahkan lebih dari itu. Abi Umar menatap istrinya, lalu merunduk sambil menahan malu. Ya allah..., kenapa hamba baru menyadarinya. Maafkan hamba mu ini, ya rabb. Pastinya Hamba telah menyakiti perasaan Fatih. Abi Umar menatap tangannya, tangan yang pernah menampar Fatih hingga Fatih tersungkur ke lantai. Setelah itu, Abi Umar menampar Fatih hingga bertubi-tubi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A F I F A H (SlowUpdate)
Fiksi RemajaFatih Eijaz Zakiyyan, seorang pemuda yang memiliki kehidupan yang berbeda dari yang lain. semenjak kedua orangtua meninggal akibat kecelakaan, membuat Fatih harus hidup mandiri dalam segala kekurangan. ketika takdir seolah menguji kesabaran, cukup k...