Semenjak pertemuannya dengan Vera, Deandra tak bisa berhenti memikirkan permintaan gadis itu yang masih menimbulkan banyak pertanyaan di benaknya.
Yang masih menjadi tanda tanya, dari mana Vera tahu Bian adalah kekasihnya dan kenapa wanita itu seolah menjelek-jelekkan Bian padanya?
Walaupun ini bukan pertama kalinya ia mendengar keburukan Bian dari orang lain. Yang mengusik hatinya adalah kenapa dia seperti menginginkan dirinya dan Bian berpisah. Siapa dia?
Sepertinya ia harus bertemu dengan Bian secepatnya. Ia tak bisa menunggu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Menebak-nebak bukanlah ide yang bagus. Itu akan membuatnya semakin pusing.
Diambilnya ponsel di atas nakas. Mengetik sesuatu dan diam sebentar menunggu balasan. Tak lama terdengar dentingan dari ponsel menandakan notif masuk. Segera ia membuka isi pesan itu. Setelah mendapat persetujuan dari seberang, ia bergegas meninggalkan kamar.
Waktu terasa begitu lama. Satu menit seperti satu hari lamanya. Deandra berjalan mondar-mandir di sebuah taman dengan sesekali melirik jam di tangannya.
"Lama sekali. Ke mana sih?" gumamnya tidak sabar dengan sesekali melihat jalan berharap yang ditunggu muncul di sana. Tapi, ia harus gigit jari ketika tak menangkap bayangan siapa pun.
Ia duduk di salah satu kursi taman yang kosong. Mencoba untuk tenang dan positif thingking. Mengambil ponsel dari sling bag-nya dan mencari contact seseorang.
Berdering. Satu, dua, tiga, dan... ah terhubung.
"Hallo. Kamu dim...."
"Di belakangmu," sela seseorang dengan ponsel masih menempel di telinganya. Sontak membuat Deandra memutar tubuhnya.
"Bian." Deandra mematikan ponsel dan mengembalikannya ke tempat semula.
"Dari mana aja, sih?" cerca Deandra sedikit kesal. "Udah setengah jam tau aku nungguin di sini," lanjutnya.
"Maaf. Ada urusan mendadak tadi," kata Bian menyesal. Ia duduk di sebelah Deandra yang masih mengerucutkan bibirnya.
"Jangan marah terus, dong. Aku kan, udah minta maaf," bujuk Bian yang tak digubris Deandra. "Kalo kamu gini terus, aku nggak bisa nahan pengen makan kamu," goda Bian di telinga Deandra yang membuatnya merinding.
"Kamu mesum," pekik Deandra mendorong tubuh Bian agar menjauh darinya.
Bian tertawa renyah melihat reaksi Deandra.
"Lagian kamu, kalo marah jangan lama-lama. Emang enak dianggurin?" protes Bian.
"Ini juga gara-gara kamu." Deandra tidak terima.
"Kok jadi nyalahin aku. Emang ada masalah apa, sih?" tanya Bian penasaran dengan apa yang mengusik ketenangan kekasihnya.
Deandra nampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan Bian.
"Siapa Vera?" tanya Deandra tanpa basa-basi. Menatap manik Bian mencari kejujuran di sana.
Yang ditanya malah mengangkat alis tidak mengerti.
"Beberapa hari lalu, dia nyamperin aku. Terus dia minta aku buat jauhin kamu. Dia juga sempet ngejelek-jelekin kamu gitu." Deandra mulai menjelaskan. "Emang sih, ini bukan kali pertama aku denger orang ngejelekin kamu. Tapi aku nggak terlalu mikirin apa kata mereka. Sedangkan, cewek itu, nggak tau kenapa aku penasaran banget maksudnya apa bilang gitu ke aku."
"Nggak usah dengerin dia, emang kayak gitu orangnya," jawab Bian santai.
"Emang dia siapa?" tanya Deandra penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Hanya Ingin (Tamat)
General Fiction"Dan itu jadi alasan supaya dia bisa mainin perasaan lo seenaknya?" Hanif sangat geram karenanya. "Cuma itu yang bisa gue lakuin supaya gue bisa terus bareng sama Bian. Gue nggak bisa ngelepasin dia, kehilangan dia gitu aja. Gue nggak mau. Perasaan...