yakinkan aku

7 2 0
                                    

Tok Tok Tok!

Terdengar ketukan dari pintu utama rumah Deandra. Nora sedikit berlari berniat membukakan pintu untuk mengetahui siapa gerangan yang bertandang ke rumahnya pagi-pagi begini.

Senyumnya mengembang mendapati Hanif dari balik pintu. Ia sudah sangat mengenal Hanif yang menjadi sahabat adiknya sampai sekarang. Ia juga tak sungkan menyapa dan menanyakan kabar.

"Nyari Dea, ya?" tanya Nora yang sudah duduk di salah satu kursi ruang tamu setelah sebelumnya mempersilakan Hanif untuk masuk ke dalam dengan senyum ramah yang masih tercipta.

"Iya, Mbak. Katanya mau bareng," jawab Hanif tak kalah ramahnya.

"Bentar,ya. Mbak panggilin dulu."

Belum sempat Nora memutar tubuhnya dan memanggil adiknya, Deandra muncul dari ruang keluarga.

Berjalan menghampiri mereka, melewati Nora tanpa meliriknya. Lebih tepatnya, mengabaikan Nora. Berpura-pura tidak melihatnya. Seketika senyum yang menghiasi wajahnya berubah menjadi satu garis lurus. Datar.

Keadaan itu membuat Hanif bingung dan canggung. Jadi merasa bersalah sendiri karena harus menyaksikan pergulatan batin kedua saudara yang sedang tidak baik.

"Ayo, Nif. Keburu telat," ajak Deandra yang sudah berjalan keluar mendahuluinya.

"Hanif sama Deandra jalan dulu ya, Mbak." Hanif merasa tidak enak hati. Jika tahu begini, mungkin tadi ia akan menolak permintaan Deandra untuk menjemput gadis itu.

"Ya, sudah. Hati-hati, ya."

Setelah Nora memberi izin, Hanif bergegas mengangkat pundaknya hendak menyusul Deandra yang sudah menunggunya di luar.

"Hanif," panggil Nora menghentikan pergerakan kaki Hanif yang baru beberapa langkah. "Tolong jagain Deandra, ya," pintanya yang langsung disanggupi Hanif.

"Cepetan, kek," gerutu Deandra tidak sabar.

"Bentar, De," kata Hanif sambil memakai helm miliknya dan menyodorkan yang satu lagi pada Deandra. "Lagian lo kenapa, sih? Aneh banget, salah makan?" cibirnya.

"Gue belom makan," tandas Deandra cepat.

***

"Pelan-pelan, De!" kata Hanif ketika melihat Deandra memakan siomay pesanannya dengan rakus.

Setelah sampai di kampus, mereka pergi ke kantin untuk mengganjal perut yang belum menerima asupan apapun.

"Gue laper," timpal Deandra di sela makannya. Tidak menuruti perintah Hanif.

"Abisin dulu yang di mulut, baru ngomong," kata Hanif setelah menyeruput teh manis pesanannya. "Lagian, minta jemput pagi-pagi, jadwalnya kan nanti siang. Begini kan, jadinya."

"Gue lagi kesel sama orang rumah," balas Deandra singkat.

"Kalo keselnya sama Mbak Yessy, gue bisa maklum. kalian kan nggak pernah akur. Yang gue nggak ngerti, nggak biasanya lo cuek sama Mbak Nora. Emang ada masalah apa, sih?" tanya Hanif penasaran dengan sikap Deandra yang tidak biasa.

Deandra menghela nafas pelan, "Dia pulang bukan karena pengen ketemu gue, tapi disuruh Mbak Yessy buat ngebujuk gue," ungkapnya.

"Jadi, lo kesel karena itu?"

Deandra mengangguk.

"Dea, Dea," kata Hanif, "gue kirain kenapa."

"Siapa yang nggak kesel coba, semua orang nyuruh gue jauhin Bian, tanpa ngertiin gimana perasaan gue," ketus Deandra. "Apa sih, yang salah sama Bian? kenapa orang-orang mandang dia sebelah mata?" suaranya bergetar menahan sesak di dada.

Aku Hanya Ingin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang