Double Date

6 1 0
                                    

Detik berganti menit, jam berganti hari. Semua berjalan begitu saja tanpa kendali. Tidak mempedulikan siapa saja yang menginginkan tinggal di hari yang membuat mereka nyaman walau hanya sedetik. Tak peduli kaki yang telah lelah melangkah mengarungi waktu yang misterius, hari akan terus bergulir dengan angkuhnya.

Terlihat gadis bertubuh mungil terbaring di tempat tidur bermotif bunga-bunga dengan perasaan tidak menentu. Sedih, senang, marah, kecewa, ia sendiri bingung dengan perasaan ini. Berkali-kali ekor matanya mengintip pergerakkan jarum jam yang terasa begitu cepat seolah tidak sabar ingin menonton sesuatu yang akan semesta tunjukkan. Sebaliknya, Deandra tidak siap terbangun di hari ini, tidak sadarkan diri hingga matahari terbit esok hari adalah harapannya, jika bisa ia tidak ingin ikut andil dalam skenario yang diperankan olehnya.

Terdengar desahan panjang yang begitu berat keluar dari mulut Deandra. Apa yang harus ia lakukan? Haruskah bersikap baik-baik saja atau sebaliknya? Tuhan, tolong bantu aku, rintihnya dalam hati.

Ia terlihat berjalan ke sana ke mari sembari menundukkan kepala dengan menggigit ujung jari seperti sedang bingung mencari sesuatu yang jatuh dan hilang di lantai ketika suara nyaring klakson mengejutkan dirinya seketika. Derap jantungnya berdetak lebih cepat, deru nafas yang ia perintah untuk tetap tenang seperti tidak mau menuruti keinginannya. Bagaimana ini?

Sekarang adalah detik-detik terakhir mengambil keputusan.Oh, shit, tubuhnya terpaksa melakukan yang tidak diinginkannya. Diraihnya slingbagyang tergeletak di tempat tidur dengan kasar kemudian bergerak menemui seseorang yang sudah menunggunya di depan sana.

“Udah siap?” tanya Ray yang terlihat lebih tampan dengan tatanan rambut yang sedikit rapi dari biasanya. Oh, no. Deandra baru saja memuji kekasihnya, mungkin karena dia sudah mau membuka hati untuk orang lain.Maybe.

“Aku, ya, aku siap,” jawab Deandra terbata, hampir mirip seperti keraguan.

Setelah mereka berbasa-basi sebentar, mereka langsung menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Anggi. Ya, tempat yang akan menjadi double datemereka, entah untuk pertama kali atau memang hanya akan terjadi sekali saja. Tidak ada yang tahu. Yang jelas, Deandra ingin mengakhiri hari ini secepat mungkin agar benteng di hatinya tetap berdiri kokoh tanpa diterpa badai.

Sepanjang perjalanan tidak ada suara yang keluar dari mulut Deandra maupun Ray. Jelas, diamnya Deandra tidak lain karena ingin menyiapkan hati ketika bertemu dengan Bian yang sudah tidak lagi menjadi miliknya. Memikirkan bagaimana ia harus bersikap di hadapan pasangan itu agar Anggi tidak menaruh curiga terhadapnya. Meski ia tahu jika sangat sulit untuk melakukan itu. Sedangkan Ray, ia tahu jika kekasihnya sedang menata hati hingga ia lebih memilih diam ketimbang mengeluarkan lelucon yang biasa ia lontarkan. Ia bisa merasakan bagaimana menjadi Deandra saat ini.

Hawa panas yang selalu menjadi ciri khas kota besar berubah menjadi hawa sejuk dengan jalanan yang terasa lebih lengang ketika motor mereka berhasil menembus kemacetan panjang. Deandra juga tampak lebih rileks menikmati perjalanan mereka. Hembusan angin yag menerpa wajahnya terasa begitu menenangkan.

Deandra melingkarkan lengannya pada perut Ray ketika motor Ray melaju lebih cepat pada jalanan yang menanjak. Menikmati pemandangan yang alam berikan di sisi kiri dan kanan seolah menyapa kedatangannya. Suasana yang sangat jarang ditemukan di tempat ia tinggal. Pohon-pohon seolah menjadi pagar jalan meninggalkan kesan alam bebas, udara bebas, kehidupan yang bebas.

Di sinilah ia berada sekarang, tempat wisata alam yang menyuguhkan kolam renang di atas awan, pesona alam yang dapat dilihat langsung dari bukit, tempat mengabadikan moment dengan orang terdekat, tempat bersantai, tidak lupa sebuah cafe yang cozy.

Aku Hanya Ingin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang