dia lagi

6 1 0
                                    

Akhir-akhir ini Deandra terlalu banyak memikirkan masalah yang sama sekali belum menemukan titik terang. Seolah, takdir sedang menguji mental dan dan kesabarannya. Belum cukupkah yang ia alami selama ini?

Lahir dari keluarga utuh, dan dibesarkan oleh sebuah keegoisan bukanlah hal yang menarik. Mungkin di luaran sana banyak yang mengira, Deandra adalah gadis yang tegar. Gadis yang selalu terlihat bahagia meski hidupnya jauh dari kata sempurna.

Nyatanya, ia tak sekuat itu. Hatinya rapuh, hanya dengan satu goresan yang tercipta akan membuatnya sulit untuk bertahan.

Tapi, ia tidak ingin terlihat menyedihkan. Ia tidak mau orang-orang menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dikasihani. Semua itu akan membuatnya semakin sakit. Sakit yang tak mungkin terobati meski ada penawarnya.

Berpura-pura bahagia bukan hal yang mudah untuknya. Tapi, ia tidak ingin terlihat rapuh. Dengan berpura-pura dan menganggap semua baik-baik saja, adalah satu kekuatan untuk tetap bertahan.

Kepalanya berdenyut setiap mengingat masa-masa di mana ia harus berjuang sendiri untuk bangkit dari keterpurukan. Namun, sebercah cahaya hadir dan memberikan satu penyemangat jika dirinya juga berhak bahagia. Bian adalah cahaya yang dikirimkan Tuhan untuknya untuk terus mencari makna kehidupan.

Beberapa hari terakhir, Ia kesulitan untuk tidur. Bahkan, Ia akan terjaga sampai tengah malam. Kebiasaan yang sulit ia hilangkan jika sedang stres. Ia yakin jika saat ini wajahnya tidak karuan. Akan ada tanda hitam di bawah matanya.

Sepertinya, Ia butuh hiburan. Dengan sedikit menghirup angin segar mungkin bisa membuatnya berpikir jernih. Sebelumnya, Ia menghubungi Hanif untuk menemaninya menyegarkan isi kepalanya. Sekadar makan atau menonton bioskop tidaklah buruk.

Entah kenapa, Ia lebih memilih Hanif untuk menemaninya. Mungkin Ia ingin mengistirahatkan otaknya memikirkan apapun tentang Bian. Bukan untuk menjauh, melainkan untuk membuat hatinya beristirahat.

Ia sudah bersiap di depan cermin. Merapikan sedikit rambutnya yang sedikit berantakan. Setelah dirasa cukup, ia keluar dari kamarnya.

Saat Ia membuka pintu, maniknya mendapati Nora sedang menonton acara TV. Seketika Nora menoleh ketika mendengar decitan pintu yang terbuka.

"Mau kemana, De?" tanyanya setelah memperhatikan penampilan Deandra yang rapi.

"Jalan sama Hanif," sahut Deandra dengan memasang wajah acuhnya. Bohong jika ia sudah memaafkan Nora, tapi ia juga tidak bisa berlama-lama mengabaikan kakaknya yang satu itu.

"Sudah makan?" tanya Nora lagi.

"Nanti sekalian di luar," jawabnya datar.

"Ya, sudah. Hati-hati!" pesan Nora yang diikuti gemingan Deandra.

Deandra mulai melangkahkan kakinya menuju tempat yang ia dan Hanif pilih untuk bertemu. Sebuah pusat perbelanjaan yang mempunyai lima lantai. Tempat yang menyediakan bioskop, food court, juga tempat bermain untuk semua kalangan.

"Jadi, mau main dulu apa nonton?" tanya Hanif setelah mereka bertemu.

"Kayaknya main dulu, deh," jawab Deandra sambil melihat wahana timezone yang ramai oleh orang dewasa juga anak kecil. "Gue udah lama nggak main ke sana."

"Ok. Gue juga pengen liat, apa lo masih bisa ngalahin gue?" tantang Hanif yang sudah melangkah meninggalkan Deandra yang masih berdiri ditempatnya.

"Sial. Lo ngeremehin kemampuan gue?" Deandra mengejar Hanif menyamakan langkahnya. "Kali ini gue nggak bakal ngasih celah buat lo untuk menang."

"Kita liat aja nanti." Hanif mengedikkan pundak percaya diri.

Mereka mulai menjajal setiap permainan yang ada. Dari memasukkan bola ke dalam ring, racing, dan masih banyak lagi. Tak ingin menyia-nyiakan waktu yang sangat jarang mereka dapatkan.

Aku Hanya Ingin (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang