2 - Lie (I)

381 55 14
                                    

"Kebohongan sudah menjadi konsumsi sehari-hari. Namun, meraka tidak pernah memikirkan konsekuensinya. Yang terlintas hanya ; bagaimana agar semua tetap pada tempatnya."

.

Jam-jam krusial begini, Jungkook biasanya pergi ke Egg Drop. Restoran yang menjual sandwich favoritnya dengan tempat ternyaman. Meskipun ruangannya tidak begitu besar, malah terkesan kecil, Jungkook tetap menjadikan tempat tersebut sebagai singgahannya. Terutama ketika perut keroncongan. Padahal ia bisa saja ke restoran cepat saji yang mewah dengan kartunya. Hanya saja, untuk saat ini Jungkook tidak mau membuang uang dengan makanan yang tetap akan berakhir di toilet.

Bertemu dosen pembimbing terkadang tidak selamanya mudah bagi Jungkook. Sebab dosen yang sudah berumur kepala tiga tersebut sulit dijangkau. Ada kalanya beliau sibuk dengan anak dan istri juga kelas yang terkadang isinya membuat kepala serasa ingin pecah. Dan ini sudah pertemuan ketiga Jungkook dengan dosen tersebut untuk membahas skripsinya sebagai mahasiswa tingkat akhir.

Kembali Jungkook menggigit roti berlapis tersebut. Roti tebal dengan isi telur, slice keju, dan beef bacon kesukaannya membuat Jungkook tidak berhentinya mengunyah. Pipinya mengembung—gemas—dengan bibir yang mengerucut.

Siapapun yang melihatnya, tidak akan menyangka pemuda berwajah manis tersebut sudah menginjak usia dua puluh empat tahun. "Aku pesan satu cola lagi!"

"Baik!"

Secepat itu juga pesanannya sudah ada di depan mata yang langsung diseruput. Ahn Jungkook cukup puas hanya dengan satu porsi sandwich meskipun terkadang minta tambah.

Ponsel yang sedari tadi di simpan diatas meja bergetar. Adanya panggilan masuk yang langsung Jungkook terima. "Kenapa?" tanya Jungkook buka pembicaraan.

"Kau di mana? Teman-temanmu sedang berkumpul dan mereka mencarimu, termasuk Yoongi."

Jungkook terkekeh mendengar suara wanita yang tengah mengkhawatirkannya. "Tenang saja. Aku hanya mampir ke tempat biasa, kok."

"Jung! Jangan asal beli makanan ya. Ingat, kau harus membatasi—"

"Iya aku tahu. Hanya sedikit, kok. Sekarang aku pulang. Mau dibelikan apa?" tawar Jungkook yang kini tengah mengeluarkan beberapa lembar uang di kasir.

"Tidak ada. Pokoknya pulang saja, mereka terus menanyakanmu."

Dan detik berikutnya sambungan terputus secara sepihak. Padahal Jungkook belum selesai dengan kalimatnya. Namun kebiasaan Hanbyeol yang sering memutuskan sambungan terkadang membuat Jungkook gemas sendiri. Tingkah Hanbyeol yang seharusnya membuat orang jengkel, malah jadi ciri khas di mata bulatnya.

Lagi-lagi Jungkook tersenyum sepanjang jalan menuju rumah. Membayangkan sosok yang akan menyambutnya diambang pintu dengan seulas senyuman manis. Melambai dan langsung menyuguhkan susu pisang kesukaannya. Lalu membuat masakan yang selalu Jungkook tunggu-tunggu.

Namun, itu sekadar angannya saja. Justru yang Jungkook temukan malah seorang pria tua dengan pakaian formal tengah duduk santai disalah satu kursi. Ditemani kopi hitam yang sepertinya baru dibuat. Terlihat dari asap yang mengepul ke udara.

Dengan sopan, Jungkook membungkuk sambil menyapa, "Selamat siang, Ayah."

Pria yang disebut ayah tersebut melirik Jungkook. Memperhatikan anaknya dari atas hingga bawah seolah ada yang mencurigakan. "Bagaimana kuliahmu? Kau belajar dengan baik bukan?"

Dear Jung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang