35 - Sweet

217 25 5
                                    

"Jika sebuah permen bisa membuat senang, tapi juga merusak. Lalu, bagaimana dengan impian 'live happily ever after' bisa benar terjadi?"

.

Setelah beberapa hari berada di rumah sakit, Jungkook memutuskan untuk tinggal di rumah. Ia memilih perawatan paliatif setelah mencoba tiga hari di sana dan membuatnya tidak betah. Merasa asing dan terkurung di ruang yang nampak pengap. Pikirannya ikut terjebak dan kacau.

Namun tubuhnya tidak pernah lepas dari selang infus. Ke manapun dirinya pergi, makan Jungkook harus membawa tiang besi yang menggantungkan kantong cairan.

Sesekali seorang perawat akan datang untuk memeriksa keadaan Jungkook. Mulai dari memberikan obat baru seperti erlotinib dan gefitinib. Obat untuk menghambat protein kinase. Sampai mengganti cairan infus. Kemudian memberikan beberapa saran pada Hanbyeol dan Yoongi untuk merawat Jungkook agar lebih enjoy dan tidak banyak pikiran soal kesehatannya.

Beruntung Jungkook memiliki Hanbyeol yang selalu berada di sisinya, siap siaga. Seperti saat ini, melempar senyum sebagai pembuka hari.

"Akhirnya Tuan-ku sudah bangun." Kini Hanbyeol menyibakkan tirai lebih besar. Membiarkan cahaya hangat menerobos pada ruang yang terasa lembab. "Bagaimana tidurmu?"

"Sangat indah. Kau tahu? Aku memimpikan mu. Sekarang saja masih terngiang di kepalaku. Mimpinya benar-benar manis dan sangat aku berharap bisa terwujud."

Merasa tertarik, Hanbyeol ikut berbaring di samping Jungkook. Memiringkan badan agar bisa melihat Jungkook dari samping.

"Seperti apa mimpinya? Aku ingin tahu. Apa akunya cantik? Keren? Atau menjadi orang terkenal?" Hanbyeol menahan tawa oleh kalimatnya sendiri.

Jungkook menggeleng. "Tidak boleh. Nanti spoiler."

Semenjak Jungkook dinyatakan masuk ke stadium lanjut, Hanbyeol semakin mendapat tekanan secara batin. Ia takut firasat yang selama ini berusaha ditepisnya menjadi kenyataan. Takut jika bunga yang sudah disirami dan dirawat baik, seketika layu dalam sekejap.

Berada di kamar Jungkook, berdua dengan pria tersebut, berbaring di tempat yang sama rasanya cukup menenangkan meski tidak dapat dipungkiri jika bersama Jungkook, kesedihan terus mengikuti.

Hening di antara mereka, hanya suara gesekan ranting dan daun yang tertiup angin. Keduanya menatap langit-langit kamar dengan pikiran masing-masing.

"Jung." Hanbyeol menginterupsi. "Apa impian terbesarmu selama ini?"

Sejenak Jungkook berpikir. Pandangan yang mengawang kemudian berpendapar ke area ruangan. Mengamati foto masa sekolahnya yang mengenakan Dobok (pakaian taekwondo) bersama teman-temannya.

"Impianku cukup sederhana." Kepalanya meneleng pada Hanbyeol. "Bahagia."

Bahagia .... Hanbyeol mengulang dalam batin.

Kemudian Jungkook melanjutkan, "Aku ingin bahagia dengan pilihanku sendiri. Tanpa ada lagi yang menyetir hidupku. Setidaknya di sisa waktu ku ini, aku bisa meninggalkan kesan baik untuk orang-orang yang bisa membuatku merasa cukup."

Lantas Hanbyeol menoleh. Menatap Jungkook yang tersenyum pada plafon ruangan. Membayangkan impiannya yang bisa benar terwujud.

"Sebenarnya ada banyak impian. Beberapa di antaranya sudah terwujud meski tidak sesempurna yang aku ekspetasikan. Salah satunya, Yoongi hyung."

Dear Jung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang