17 - Are You Okay?

232 28 6
                                    

"If it's not okay, just say no. Instead of saying 'I'm fine' which will only make you worse."

.

"Ya sudah kalau begitu, nikmati waktu kalian, ya."

Sambungan terputus bertepatan dengan suapan terakhir ramyeon yang sedang di makan. Menyisakan kuah pedas yang langsung Hanbyeol seruput.

Barusan Kang Yeran menghubungi Hanbyeol hanya sekadar untuk mengabari keberangkatannya saja. Seokjin mengajak Yeran liburan ke Eropa, tepatnya ke negeri kincir angin. Padahal menikah saja mereka belum, namun kedengarannya sudah seperti mau bulan madu.

Hanbyeol awalnya menolak untuk dibawakan sesuatu. Ia tidak enak dengan Seokjin meskipun mereka saling mengenal, tapi tetap saja Hanbyeol tidak mau. Namun karena Yeran memaksa, mau tidak mau Hanbyeol iyakan saja. Jika tidak dituruti, anak itu pasti tidak akan mematikan sambungan telepon. Akan terus berkicau ini-itu sampai Hanbyeol menyetujui.

Setelah membuang cup ramyeon, Hanbyeol kembali melanjutkan rutinitas nya. Ia pergi menuju ruang utama di mana terlihat Tuan Ahn tengah duduk tenang dengan ponsel yang menempel pada telinga. Mungkin sedang membahas soal peluncuran gim baru yang Hanbyeol sering dengar akhir-akhir ini.

"Hwayoung, pemotretannya di perusahaan Ayah saja. Kau tinggal datang, semua Ayah yang siapkan."

Ahh ... Hwayoung rupanya.

Wanita beruntung. Sudah jadi model ternama, dicintai banyak orang, memiliki penghasilan besar, kemudian diangkat menjadi anak keluarga ini. Keluarga yang mana perusahaannya sangat maju dengan penghasilan yang Hanbyeol sendiri tidak bisa menyebutkan berapa per tahunnya.

Mungkin hanya satu hal yang Hanbyeol sayangkan pada Hwayoung.

Nam Jimin. Hanbyeol khawatir jika Hwayoung akan bernasib sepertinya. Hanbyeol tidak yakin apa Jimin akan memberikan kebahagiaan untuk Hwayoung atau hanya memberikan air mata seperti dirinya.

Astaga, memangnya kau ini siapa Hanbyeol. Mana bisa kau membandingkan dirimu dengan Hwayoung yang jelas kelasnya jauh sekali.

Hanbyeol tersenyum miris ketika batinnya berbicara. Ia memilih melanjutkan membersihkan benda-benda antik yang ada di meja koleksi tuannya. Dengan amat hati-hati, Hanbyeol mengelap gramophone atau pemutar piringan hitam. Bentuknya memang terlihat kuno, namun cantik. Kotak segi lima berbahan kayu yang di pelitur dengan tembaga yang membentuk terompet. Benda mahal yang entah berapa harganya—yang jelas bisa memakan gajinya selama dua bulan mungkin.

Gramofon ini tidak hanya sebagai pajangan saja, sesekali Tuan Ahn pasti akan memakainya. Pernah saat itu, ketika hujan mengguyur kota seharian dan Hanbyeol yang tengah bersama Cloud di dapur mendengar benda ini bersuara. Hanbyeol pikir gramofon ini hidup sendiri karena antik, ternyata Tuan Ahn yang sengaja memainkan sambil duduk dengan mata terpejam. Menikmati setiap alunan yang menyapa telinga.

Setelah membersihkan seluruh benda yang berada di meja yang tingginya sebatas pinggang, Hanbyeol beralih menuju hadapan Tuan Ahn. Berjongkok untuk membersihkan sela-sela lemari besar yang menampung banyak benda.

"Padahal setiap hari sering aku bersihkan, tapi kenapa debunya datang terus, ya." Patung Budha berukuran sedang Hanbyeol angkat. Cukup berat karena bahannya. "Bahkan di dalamnya juga. Apa karena rumah ini besar jadi debu mudah masuk? Memangnya masuk akal?" gumam Hanbyeol yang terkesan menggerutu.

Dear Jung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang