11 - Stop Talking

137 28 1
                                    

"Orang yang banyak bicara terkadang terkesan menjengkelkan untuk orang yang cenderung pendiam."

.

Sebatang sigaret yang dicekik lalu dihisap dan dikeluarkan asapnya dari mulut. Mengepul ke udara. Bau nya selalu menusuk untuk siapapun yang menciumnya. Belum lagi efek untuk perokok pasifnya yang bahaya. Membunuh secara perlahan untuk keduanya.

Sudah dua hari ini Ahn Yoongi berada di rumah. Entah apa alasannya, namun pria itu malah menghabiskan waktu di dalam kamar. Dan keluar hanya ketika mencari makanan saja. Selebihnya semua dilakukan secara tertutup.

Dan sekarang Yoongi tengah menikmati paginya di area belakang ditemani segelas americano dan roti panggang yang baru saja Hanbyeol buat. Matanya melihat-lihat sekeliling yang begitu rapi dan terasa nyaman. Sesekali memejamkan mata untuk menikmati embusan angin yang sejuk.

"Yoon." Suara Hanbyeol menginterupsinya. Namun tidak membuat Yoongi membuka mata. Hanya berdeham sebagai respon. "Sebenarnya ada apa kau ke sini? Maksudku—kau hanya terus berada di kamar seharian. Turun hanya cari makan. Apa toko mu bangkrut?" celetuk Hanbyeol yang membuat Yoongi membuka pejaman nya.

Melirik Hanbyeol yang berdiri di samping dengan tatapan dingin. "Kau mendoakan ku agar cepat bangkrut?"

Hanbyeol menyengir sambil menggelengkan kepala. "Ti-tidak sih. Heran saja, kau tidak biasa—"

"Memangnya kau siapa sampai ingin tahu alasanku di sini? Toh, ini rumahku juga. Kau ini kenapa, sih?" sarkas Yoongi mengisap rokoknya lagi.

Bungkam Hanbyeol dibuatnya. Mengunci mulut rapat-rapat. Terkadang Yoongi yang bicara dengan intonasi biasa sering terkesan menyeramkan bagi Hanbyeol. Matanya melirik ke kanan kiri. Menyunggingkan bibir lalu membungkuk kecil saat melihat siapa yang datang. Memilih menyingkIr dari hadapan tuan-tuan penghuni rumah. Kembali bersama pekerjaannya.

"Wahh ... lama sekali tidak melihatmu di rumah," ucap pria berkemeja putih. Dasinya tersemat rapi. Pun rambutnya yang ditata apik. "Apa yang membuatmu tinggal di sini?" Tuan Ahn meraih pemantik yang Yoongi simpan diatas meja. Menyalakan ujung sigaret yang dicekik diantara telunjuk dan jari tengah, kemudian dihisapnya sampai asapnya terbang ke udara ketika dikeluarkan.

Tidak Hanbyeol, tidak ayahnya, semua bertanya alasan ia tinggal. Mungkin nanti Jungkook ikut menanyakan hal serupa. Memang apa salahnya tinggal di rumah sendiri? Seolah Yoongi adalah tamu dari jauh yang lama tidak berkunjung sehingga menginap di sini.

Yoongi berdecak. Tertawa remeh sambil membersihkan puntung rokoknya. Matanya memincing ke arah pohon mangga besar di depan. "Apa urusannya denganmu?" Yoongi membalikkan pertanyaan.

Sekilas ayah Yoongi melirik anaknya tersebut. Ikut terkekeh singkat. Keduanya sama-sama memperhatikan pohon buah yang sebentar lagi panen. Ayah Yoongi hanya bisa geleng-geleng kepala jika mengingat Yoongi adalah cerminannya. Keduanya memiliki sifat yang tidak jauh berbeda.

"Pohon di depan itu selalu mengingatkan ku bagaimana kau dan Jungkook dulu. Setiap kali panen, Jungkook selalu ingin memanjat dan makan pertama. Padahal saat itu usianya masih kecil. Lalu kau bersikeras melarangnya karena ada banyak getah juga bahaya." Diam sejenak, Tuan Ahn berjalan pada masa lalunya yang terus tertawa mengingat tingkah kedua putranya. Kemudian ia melanjutkan, "Kau protes setiap kali Jungkook yang naik untuk mengambilnya, tapi seiringnya berjalan waktu, malah kau yang terus-terusan menyuruh adikmu untuk naik dan mengambil yang banyak. Bahkan mangga belum masak pun sampai kalian ambil. Huft ... setiap pulang, aku selalu ke sini untuk mengingat putra-putra kecilku. Sangat menyenangkan kalau kita bisa seperi dulu," akhir cerita. Tuan Ahn kembali menyesap rokoknya. Menyunggingkan senyum ketika menoleh ke arah Yoongi yang masih menunjukkan raut datar. Menatap ke arah pohon mangga.

Dear Jung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang