Kelesah ini memunjung pada tepian kursi-kursi tamu, di mana beberapa kepala telah mengisi kosong putih kursi yang dijadwalkan akan benar-benar penuh pada pukul sepuluh pagi nanti. Informan waktu yang sudah asik menyeret diri pada bilangan sembilan adalah penanda irama detak jantungnya yang kian laju berlari-lari. Keramaian di depan mengusik memori tenang yang enggan sekali dia atur-atur untuk hilang. Dahulu, dia pernah merasa tenggelam; seorang diri dalam rasa sepi. Sunyi senyap jadi karib abadi—sebelum Jungkook datang dan mengubah semua menjadi sesuatu yang mustahil akan dia biarkan pergi. Lima jemari kanan kosong yang berkeringat gelisah seketika terasa penuh dan basah, dia sempatkan pangkal bulu mata lentik miliknya itu mengangkat diri menuju dua obsidian Jungkook yang menyipit tampan. Di sana; di dua bola mata yang barangkali telah lelah menangis, Jungkook persembahkan kedamaian mutlak. Terlebih pada kelopak mata bersinar itu yang terlipat, deret alis-alis yang tersusun rapi alami, kemudian keheningan mencuat dari urat-urat kemerahan yang timbul di wajah sang suami yang putih bersih. Dia tak pernah merasa seberuntung ini usai memutuskan untuk menyakiti seseorang demi menahan yang lain agar tetap tinggal.
Jungkook setia menyongsong senyum walau bibir itu bersamaan melanting tanya. "Gugup?" Singkat begini, tetapi efek yang Lisa terima bisa jadi lebih besar daripada ketakutan-ketakutannya yang berlebihan. Terlihat hiperbolis, memang. Namun coba rasai ketulusan Jungkook yang menguar tiap kali lelaki itu tersenyum; tiap kali lelaki Kwon sombong yang satu itu menebar perhatian.
Tanpa sadar indra penghidunya meraup oksigen lamat-lamat. Tidak dengan memejam seperti saat lalu. "Ya, sedikit." Lantas dengan lancang mencuri sepotong kecupan pagi di belah pipi kiri Jungkook yang sejak tadi telah menyita banyak sekali atensi.
Omong-omong, pengacara tampan yang berstatus sebagai suaminya ini tengah berdiri dengan sepasang tungkai kokoh berbalut sepatu sport keluaran terbaru dari salah satu label ternama—sengaja tidak mau dia sebutkan, dibalut pakaian polos berwarna hitam dan celana olahraga berwarna senada. Rambut Jungkook dibiarkan tanpa diberi gel, tidak tahu kenapa penampilan Jungkook hari ini kelihatan santai sekali. Atau mungkin, bisa saja selepas lari mengitari areal rumah bersama Seokjin tadi pagi, ia langsung menuju kemari. Membayangkan kalau dugaan itu benar, dia sedikit bergidik geli. Jungkook keluar rumah tanpa mandi saja bisa tampan begini.
Dia dapat rasakan ujung lima jari Jungkook yang lain mendaratkan diri pada pucuk kepalanya. Sejak tadi memang terasa berat, lantas ketika Jungkook melakukan usapan-usapan kecil di sana, dia berani bersumpah kalau pening tidak lagi tandang meraja di sana. Jadi spontan saja dia berkata dengan jenaka, "Kau ini cenayang, ya?"
Jungkook yang kebingungan hanya mengangkat sebelah alis seraya memiringkan kepala layaknya anak kucing.
Gemas, dia mencubit pipi Jungkook sekali. "Kau seakan tahu semua yang tengah aku pikirkan, lalu kau melakukan sesuatu yang dapat mengangkat itu semua dari garis-garis otakku yang kusut ini," terangnya seraya menunjuk pelipis.
Jungkook mengumbar bahak. "Iya dong, aku akan jadi apa saja—asal itu dapat membuatmu merasa nyaman dan bahagia." Ia mengakhiri dengan senyum kecil.
Kemudian terjadi konversasi-konversasi mungil lain yang sama ringan seperti di atas. Di mana gelak tawa bersahutan, menyamai deru napas para tamu undangan yang nyaris memenuhi sebagian kursi kosong. Letaknya persis di tengah-tengah gedung sebuah pusat perbelanjaan. Dia bisa berdiri tanpa takut diusir secara paksa karena telah menciptakan keramaian di sini berkat kemampuan Jungkook dan sang kakak, Lice. Mereka dua orang hebat, sama hebatnya dengan Jisoo dan Seokjin yang telah mengambil tempat di jajaran kursi depan—berlawanan dengan deret kursi para tamu. Beberapa mikrofon pula ikut berjejer di atas meja panjang, tepat di depan kedua manusia bermarga Park itu.
"Sudah waktunya," kisik Jungkook. Jemarinya jumput helai rambut Lisa yang berjumbai ke depan. "Ayo, kita lakukan ini bersama-sama, ya?" Ia menutup tanda tanya menggunakan air muka yang sama; tersenyum teduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BLUR
RomanceJungkook dan Lisa dipertemukan untuk saling mengisi; melengkapi bagian yang rumpang, memperbaiki apa-apa yang perlu direnovasi. Tuhan merampai mereka dengan sebuah simpul pernikahan. Namun bagi keduanya, simpul yang tengah mereka pintal tak lebih da...