"Jangan lupa sesekali ke sana, Lis."
Lisa yang hendak menutup pintu ruangan Jisoo, seketika menghentikan pergerakan. Dia menyembul dari balik pintu, lalu mengangguk sembari mengacungkan salah satu jempol ke arah Jisoo. "Siap, Kapten!"
Jisoo geleng-geleng kepala melihat kelakuan ajaib Lisa. Terkadang, ia merasa cemas karena sahabatnya itu seperti tengah menjatuhkan diri ke dalam lautan ikan piranha. Terkesan ingin bunuh diri, walaupun kenyataannya Lisa punya tanggungan besar di kedua pundak yang membuat wanita itu harus rela mengorbankan dan melakukan apa saja demi kebaikan bersama.
Memang.
Memang untuk kebaikan bersama.
Namun, bukankah belum tentu baik pula untuk Lisa?
˚⸙͎۪۫⋆
"Hyung, bisakah kau mampir ke rumahku?"
Seokjin mengalihkan atensi pada keberadaan Namjoon dan Jungkook yang sedang duduk di kursi tamu. Ia melepas kacamatanya, memijat pangkal hidung beberapa saat sebelum bergerak guna hampiri keduanya.
"Untuk apa?" sahut Seokjin kemudian.
Jungkook menggaruk tengkuk. Tak enak hati harus menyuruh ini dan itu kepada Seokjin. Namun, keinginannya untuk membuat rencana Lisa sukses jauh lebih besar dibanding rasa tak enak hati yang lamat-lamat menggerayanginya. Jadi, ia segera menyahut, "Beri Lice beberapa pelajaran ringan sebagai permulaan. Jika kau keberatan pergi ke rumahku, aku yang akan menyuruhnya menemuimu di sebuah restoran atau kafe. Bagaimana?"
Seokjin tidak perlu bertele-tele lebih lama. Ia mengangguk setuju. "Tentukan saja tempatnya. Aku akan ke sana setelah makan siang."
Jungkook memalingkan pandangan menuju Namjoon yang terdiam. "Kenapa diam saja, Hyung? Biasanya kau yang paling sering mengoceh, tahu."
Seokjin dan Namjoon sontak terpingkal. Mereka bertiga adalah teman semasa sekolah dahulu, sama seperti Jisoo dan Lisa. Melewati masa-masa sulit bersama, bangkit bersama, dan sukses bersama. Mereka tahu tabiat masing-masing. Mereka paham seluk-beluk masing-masing. Entah itu buruk ataupun baik, mereka saling tahu.
Jungkook merogoh ponsel dari saku celana. Senyum seketika terbit dari bibir tatkala mengecek apakah benar Lisa yang menelepon atau bukan, dan ia benar-benar tersenyum ketika memang Lisa yang menelepon. Sengaja tidak ia angkat karena urusannya dan Lisa tidak boleh sampai bocor ke mana-mana. Bahkan kepada Namjoon atau Seokjin sekalipun. Ia menatap Namjoon dan Seokjin, beralih pandangan beberapa kali sebelum meminta izin untuk keluar ruangan guna menelepon Lisa. Ia sempat dengar beberapa godaan dari intonasi suara yang diucapkan oleh Seokjin dan Namjoon, tetapi ia abaikan agar waktu tak terbuang sia-sia. Ia berjalan cepat keluar dari ruangan. Menelepon Lisa dengan perasaan tak menentu sembari berharap bahwa wanita itu segera mengangkat panggilannya. Benar saja, setelah deringan ketiga, panggilan tersebut diangkat. Namun, alih-alih lebih dahulu menyapa, suara penuh kekesalan Lisa langsung terlontar begitu saja.
"Kau semasa sekolah tidak pernah diajarkan sopan santun, ya? Tidak pernah diajarkan untuk bilang terima kasih atau berpamitan sebelum pergi ke mana-mana, eh?!"
Jungkook mematri senyum. Disandarkannya tubuh pada tembok, salah satu tangan ia jejalkan pada saku celana. "Maaf? Bukannya aku yang harus bilang begitu? Kau tidak lupa kalau kau belum mengucap salam sapaan, 'kan?"
Jungkook bisa dengar suara dengkusan kecil di seberang sana. Membayangkan betapa emosinya Lisa, ia jadi ingin tergelak. "Ah, sudahlah, aku meneleponmu karena ingin bilang bahwa aku akan menjemputmu sebentar lagi, jadi bersiap-siaplah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BLUR
RomanceJungkook dan Lisa dipertemukan untuk saling mengisi; melengkapi bagian yang rumpang, memperbaiki apa-apa yang perlu direnovasi. Tuhan merampai mereka dengan sebuah simpul pernikahan. Namun bagi keduanya, simpul yang tengah mereka pintal tak lebih da...