Blur | 3

916 137 17
                                    

Gegap gempita menyesakkan dada, yang diminta Lisa hanya keadilan serta kebebasan semata. Lantas kenapa meminta itu semua malah dapat kesulitan yang beranak pinak berkembang biak tak tahu aturan? Lisa tak tahu sebabnya mengapa dunia begitu kejam pada manusia-manusia yang tak punya jabatan serta paras rupawan. Semua-semua dibayar dengan uang, dengan sogokan berupa jabatan, serta dengan imbalan berupa keperawanan atau keperjakaan. Lisa menolak paham itu semua, sebab dia masih punya nurani walau mayoritas umat manusia kesampingkan itu semua demi kepentingan pribadi.

Bintik-bintik halimun penuhi beranda netra Lisa yang sewarna karamel. Menikmati kesendirian bersama secangkir cokelat panas di dalam kamar, lebih tepat lagi di kursi kecil yang terletak di balkon. Menatap langit kelabu yang jatuhkan rintik-rintik salju, tampak serempak meluncur dari atas, sentuh trotoar maupun jalan setapak. Suhu udara lebih-lebih dari sekadar dingin, labium ceri milik Lisa memang hangat sebab permukaannya setubuhi cokelat panas diam-diam, tetapi tak menutup fakta bahwa bibir itu juga menggigil tidak waras hanya karena suhu rendah.

Seusai berikan makanan pada Jungkook, dia segera melesat menuju kamar dan membenamkan diri di balik selimut tebal. Tidak peduli si Kwon itu masih kelaparan atau malah mati keracunan karena makanan yang dibuatnya secara asal-asalan. Dia sempat bertanya mengapa Jungkook tak bersiap-siap untuk bekerja, jawaban yang dia dapat dari si Kwon itu begini, "Ambil libur tiga hari." Tidak tahu pula alasannya apa, barangkali karena kemarin baru menikah. Jadi, ketika temukan seonggok manusia tengah tidur telungkup di atas ranjang dengan diselimuti kain tebal ampun-ampunan, Lisa tidak perlu kaget sampai terkena serangan jantung, sebab sudah tahu bahwa yang tidur seperti mayat itu adalah Jungkook.

"Lisa, aku haus."

Dipanggil untuk diberi perintah. Lisa tidak bisa berkata apa-apa selain bergegas tinggalkan kursi dan meraih segelas air minum yang telah disediakan di atas meja kecil. Menyodorkannya pada Jungkook yang telah topangkan tubuh di sandaran ranjang.

Lisa yang hendak kembali ke balkon sekonyong-konyong harus hentikan langkah ketika Jungkook berkata, "Apa tujuanmu menikahiku?"

Secarik senyum terpatri pada bibir ceri Lisa. Dia tidak membalikkan tubuh, alih-alih begitu dia malah duduk di tepi ranjang memunggungi Jungkook. "Menggunakan jabatan serta uangmu untuk keadilan." Lisa menyahut kukuh.

"Keadilan apa?" Jungkook bergerak mendekati Lisa. Kakinya dibiarkan menggantung tak sampai menyentuh lantai, sama seperti Lisa. "Untuk siapa?"

Lisa melirik Jungkook kilat. "Banyak orang-orang yang tidak punya kuasa dan uang untuk meminta keadilan, aku ingin membela dan membantu mereka."

"Kau itu anak orang terpandang di kota ini, uang keluargamu juga lebih banyak dibanding uangku."

"Tapi aku tidak punya kuasa untuk itu. Tidak banyak orang yang mengenalku, mereka cenderung lebih mengenal Lice dibanding aku." Lisa menunduk, tatapi kaki-kakinya yang berayun tak karuan di bawah, sedetik melirik jempol kaki Jungkook yang bersih sekali. "Stratamu memang di bawah keluargaku. Namun, bukan berarti harta yang kaumiliki itu sedikit. Setidaknya, untuk membantu rencanaku, uangmu cukup—bahkan lebih. Bonusnya, kau punya penggemar yang banyak, jadi itu cukup membantu juga."

"Katakan apa rencanamu, maka aku akan berikan semua yang kaubutuhkan."

Lisa mengalihkan atensi sepenuhnya kepada Jungkook. Konfigurasi wajah Jungkook ketika bangun dari tidur lebih dari sekadar tampan, Jungkook terlihat segar dan memesona dalam waktu bersamaan. Wajahnya tampak polos, tidak menyebalkan seperti kemarin, kendati di beberapa sudut memang masih kentara sekali bahwa si Kwon ini menyebalkan. Lisa mengedik, tersenyum tipis seraya mengibaskan tangan ke udara.

"Nanti pelan-pelan kalau aku sudah memercayaimu sepenuhnya, akan kuberi tahu."

Diam-diam, Jungkook turut mengulas senyum. "Oke. Namun, apa kau tidak mau memberiku sedikit penjelasan tentang ... berita kematianmu? Dan bagaimana bisa yang kunikahi itu kau, bukankah harusnya Lice yang menempati posisi ini?" Jungkook mengerut bingung. Kuriositasnya berkembang, tumbuh bercabang hingga buat ranting-ranting lahirkan dedaunan—pertanda bahwa ia sangat ingin tahu penyebab dari segala keanehan yang turut menyeret namanya.

[✓] BLURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang