"Mau ke mana?"
Tanda tanya besar yang bercokol pada penghujung sore itu dilontarkan penuh rasa keingintahuan oleh Jungkook kepada sang istri. Menilik penampilan manis Lisa dari atas hingga bawah membuatnya hampir salah fokus. Kalau nanti laki-laki lain melihat penampilan Lisa mengenakan pakaian dengan model turtleneck berwarna putih dipadu celana jeans serta tak lupa menggulung rambut ke atas, tolong katakan saja pada Jungkook bahwa sekarang ia wajib melarang Lisa keluar rumah.
Di bawah lipatan mantel tebal, jemari Lisa bergerak gelisah. Tidak dengan menggigit bibir, sebab Jungkook akan tahu bila dia hendak berbohong lagi untuk kali ini. Semenjak menikah dengan Jungkook, dia seakan melekat sekali pada kata 'bohong', seperti tidak dapat dipisahkan. Memalukan, tetapi ini dia lakukan juga demi kebaikan.
"Itu—" Lisa membuang pandangan sebentar dari netra jelaga Jungkook. Meraba-raba permukaan otak sedikit lebih lama untuk mencari alasan yang sekiranya akan Jungkook terima tanpa harus bertanya-tanya. "Aku ingin bertemu Seokjin untuk memberikan kesimpulan materi yang ia ajarkan seminggu ini."
Jungkook dengan cepat beranjak dari ranjang untuk hampiri tubuh Lisa yang stagnan di hadapan pintu kamar. Sembari merogoh kantung celana, ia menarik jemari tangan Lisa dan membalutnya secara paksa dalam genggaman. Usai menemukan ponsel yang ia cari, lekas saja jemari lain menekan tombol untuk segera melakukan panggilan telepon.
"Halo, Hyung?" sapa Jungkook setelah panggilan terjawab. Suara Seokjin mengalun lewati rungu Jungkook untuk jawab sapaan dan bertanya maksud tujuan panggilan telepon tersebut. Jungkook pun membalas, "Jaga Lice, jangan sampai lecet." Kemudian sambungan ia putus secara sepihak tanpa menunggu konfirmasi apa-apa dari Seokjin.
Lisa seketika menghela napas lega, dua pundaknya ikut turun saat itu juga. Dia melirik genggaman tangan Jungkook, melihat sela-sela jemari yang terbiasa kosong itu sudah diselingi jemari Jungkook. Terkadang, dia merasa menjadi seorang istri yang paling bejat dan durhaka di dunia. Tatkala Jungkook mengikis waktu, mengikis sekat di antara hubungan tak tentu, pada keadaan yang berbeda; dia malah ingin menambah jarak dan memperbaiki tembok yang ada. Dia takut jatuh cinta pada Jungkook, sangat takut sekali.
"Pulanglah tepat waktu." Jungkook mengangkat pandangan dari jemari menuju gadis beriris karamel itu. Tepat di manik mata Lisa yang terdiam kosong, kebisuan; kepekatan; kemisteriusan; Lisa benar-benar sulit ia gapai dengan waktu singkat. "Namun maaf, hari ini aku akan pulang terlambat. Setelah ke pengadilan, aku masih harus menunggu klien lain untuk konsultasi. Tidak masalah, bukan?"
Sejaras senyum serta tatapan memohon Jungkook membuat Lisa kembali dibekap rasa bersalah. Perasaan Jungkook terus bertumbuh seiring jalinan pernikahan timbal balik ini berlangsung, sedangkan dia sendiri benar-benar tidak ingin jatuh cinta pada Jungkook. Menyadari Jungkook telah lama menanti jawaban, pada akhirnya dia mengangguk kecil. "Ya, terserah padamu saja." Kemudian menarik jemari dari genggaman Jungkook dan berlalu begitu saja meninggalkan pria itu seorang diri.
Jika Jungkook masih keras kepala untuk merawat rasa cinta yang tumbuh pada pelataran kalbu polosnya, maka lambat-laun Lisa akan yakinkan pada dunia bahwa perpisahan adalah jalan paling tepat untuk hubungan mereka.
˚⸙͎۪۫⋆
Butir lembut salju tidak turun kotori permukaan bumi sejak tadi. Retak-retak pada bahu telaga mulai terlihat kendati tidak begitu banyak. Langit masih kelabu, di mana netra Lisa terbang ke arah sana untuk sentuh pelan rasa kebebasan yang kembali terbelenggu. Di kemunca musim dingin, leleh likuid dari pelupuk bagian kiri Lisa jadi saksi paling loyal kendati mobil lalu-lalang kelihatan letih memprotes aksi kekanakan Lisa bila dapat berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] BLUR
RomanceJungkook dan Lisa dipertemukan untuk saling mengisi; melengkapi bagian yang rumpang, memperbaiki apa-apa yang perlu direnovasi. Tuhan merampai mereka dengan sebuah simpul pernikahan. Namun bagi keduanya, simpul yang tengah mereka pintal tak lebih da...