Vella kembali terbangun dari tidurnya, masih di tempat yang sama seperti sebelumnya, Bedanya kali ini Ia terbangun tanpa sosok pria yang duduk di ujung ruangan.Vella menoleh ke arah jendela, langit sudah gelap, tak ada tanda-tanda matahari masih bersinar. Berganti dengan bulan dan bintang yang mengisi. Ruangan ini pun sama sekali tak dihidupkan lampu, hanya cahaya remang-remang dari luar yang menjadi penerangan di sini.
"Oh astaga aku harus pulang, Tania pasti mencariku," Vella bangun dengan cepat dan berlari ke pintu.
Tapi sialnya pintu itu masih tak bisa terbuka. Pria itu masih menguncinya di dalam sini.
"Buka pintunya! siapapun tolong keluarkan aku!" Vella menggedor pintu dengan kencang dari dalam, berharap seseorang di luar sana mendengar dan membuka penutup sialan ini.
"Hei, apa di rumah ini tak ada orang?!"
"Cepat buka pintunya!"
"Aku ingin pulang!"
Vella terus menjerit dan tangannya tak henti bergerak membuat kebisingan itu terdengar jelas di keheningan runah ini. Vella tak peduli kini telapak tangannya mulai terasa sakit, Ia ingin keluar!
"Hentikan." Suara berat khas seorang pria masuk ke dalam telinga Vella. Jeritan serta gedoran tangannya terhenti. Ia menoleh pada asal suara, tapi Ia tak melihat apapun di sana.
"Di mana kau?! Cepat buka pintu ini!" Vella mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru ruangan bagai orang gila. Ia terlihat seperti tawanan rumah sakit jiwa sekarang.
"Aku di sini." Seorang pria keluar dari sisi paling gelap ruangan itu. Vella memicingkan matanya agar dapat melihat sosok itu dengan jelas. Pria itu, Pria bernama Lucas itu berjalan mendekatinya.
Vella dapat merasakan tubuh Lucas berada tepat di hadapannya, Ia merasa sangat pendek sekarang.
"Tanganmu bisa merah kalau terus seperti itu."
"Apa pedulimu? Aku ingin keluar."
"Siapa yang mengizinkanmu keluar dari sini?"
"Lalu apa hakmu untuk mengurungku di tempat ini?"
Lucas tersenyum tipis, "Aku punya hak sepenuhnya atas dirimu..."
Vella berjalan mundur begitu Lucas semakin maju, Jantungnya dua kali berdetak lebih cepat, keringan dingin mulai membasahi tangannya.
Vella tak tahu apa yang ingin dilakukan pria ini padanya, namun otaknya menyuruh tubuhnya untuk menjauh.
"Ka—kau mau apa..." Tak bisa dipungkiri, nada ketakutan itu muncul begitu saja dari bibirnya. Semua keberaniannya menghilang entah kemana dan Vella benci itu.
"Kau tahu apa mauku..."
"Jangan... macam-macam..."
"Kau... takut padaku?"
Lucas semakin gencar memajukan tubuhnya, Wanita ini mudah sekali berubah, terkadang Ia bisa melawan kata-katanya dengan mudah, terkadang juga bisa menjadi seekor tikus curut yang lemah.
Ah betapa menyenangkannya menakuti orang seperti ini.
"Aku... tidak takut..." Tepat setelah Ia mengatakan itu, punggungnya menempel di pintu. Artinya tidak ada lagi ruang untuknya mundur, Vella semakin merapatkan tubuhnya saat Lucas tak ada tanda-tanda untuk berhenti.
Ia ingin berlari, sangat. Tapi kakinya terasa kaku hingga bergerak pun rasanya susah.
Lucas baru menghentikan tubuhnya tepat di depan wanita itu, Ia memajukan tubuhnya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa centi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love with Vanity
Romance[Mature Content 21+] "Tak akan kubiarkan siapapun menyentuhmu selain diriku." -Lucas Vella menatap secarik kertas yang ditemukannya di atas meja. Ia menghembuskan nafasnya pelan lalu berusaha bangkit menahan perih pada selangkangannya. Ya, Pria it...