Rio menarik kasar tangan Andini lalu melepasnya dengan keras saat mereka sudah berada di dalam rumah. Setelah acara ulang tahun Putri selesai, Rio memang langsung mengajak Andini pulang, saat itu Rio terlihat sangat marah dengan sikap istrinya yang sering kali menangis hanya karena masalah sepele. Terutama saat berada di hadapan Putri yang mudah kasihan dengannya, adik kesayangannya itu pasti akan memarahinya dan menegurnya.
"Kamu bicara apa dengan Putri? Pura-pura menderita, merasa paling tersakiti, supaya dia kasihan sama kamu?" Rio menatap tajam ke arah Andini yang sudah tergeletak di lantai, tubuhnya yang sudah cukup lelah, mudah sekali terkulai dan yang Andini lakukan hanya menangis sembari berusaha bangun.
"Jawab?!" sentak Rio kian geram saat Andini tak kunjung menjawab amarahnya.
"Aku enggak bilang apa-apa ke Putri. Karena tanpa aku memberitahunya pun, dia bisa melihat bagaimana keluarga kamu memperlakukan aku."
"Memangnya apa yang keluargaku lakukan ke kamu sampai kamu berani mengatai keluargaku? Apa?" sentak Rio lagi.
"Kenapa kamu masih bertanya? Padahal kamu bisa melihatnya sendiri bagaimana aku diperlakukan di keluarga kamu? Aku hampir enggak bisa bernafas saking banyaknya mereka menghinaku dan merendahkan aku, terutama saat mereka mengatakan kalau aku ini mandul ...." Andini menitikkan air matanya, merasa sangat terluka saat mengingat semua perlakuan keluarga suaminya.
"Memangnya apa yang salah? Kamu memang mandul kan? Kamu enggak bisa kasih aku keturunan. Ya wajar lah kalau keluargaku menghina kamu! Kamu memang pantas mendapatkannya!" Rio menunjuk ke arah Andini yang terdiam, menatapnya dengan buliran air mata di pelupuknya.
Dari sekian penghinaan yang diterimanya, ucapan kasar suaminya yang juga merendahkannya adalah hal yang paling menyakitkan untuk hati Andini terima. Rio adalah lelaki yang Andini cintai, tidak ada kalimat yang lebih kasar kecuali saat lelaki itu menghina harga dirinya.
"Tapi setidaknya hargai perasaan aku sedikit saja! Aku juga punya hati yang bisa sakit, kalau terus-terusan dihina sama kamu dan keluargamu." Andini berusaha menjawab yang tentu saja membuat Rio semakin geram.
"Kamu berani jawab ya sekarang? Kamu itu harusnya bersyukur, keluargaku masih mau punya menantu mandul kaya kamu. Jadi jangan meminta lebih apalagi berharap aku dan keluargaku bisa baik sama kamu!" Rio menjawab geram, berusaha menenangkan perasaan yang begitu marah hanya dengan melihat istrinya.
"Dasar, wanita enggak berguna!" Rio berjalan ke arah pintu rumah lalu pergi dari sana, meninggalkan Andini di rumahnya. Sedangkan yang Andini lakukan hanya terdiam dan menangis. Ia tidak akan bertanya suaminya itu akan pergi ke mana di waktu malam seperti sekarang, karena ia sudah tahu jawabannya. Ke mana lagi kalau bukan ke tempat jalang yang akan dia ajak bercinta sepanjang malam.
***
Andini hanya bisa menghela nafas panjangnya, acap kali suaminya pulang pagi seperti saat ini. Lelaki itu berjalan ke arah kamarnya, ekspresinya tampak tenang seolah tak pernah bersalah, terutama saat berjalan melewatinya.
Sebenarnya Andini ingin menanyakan keadaan suaminya, namun berakhir dengan kediaman saat lelaki itu melewatinya begitu saja. Kalau sudah seperti itu, artinya Andini tidak boleh mengganggunya, suaminya itu pasti akan mandi dan bersiap-siap ke kantornya.
Sedangkan Andini harus bersiap-siap masak, makanannya harus matang saat suaminya itu datang ke meja makan. Itu lah kenapa sekarang Andini berjalan cepat dan menyiapkan semua bahan-bahan makanannya, untungnya Andini juga sudah masak nasi tadi malam, untuk berjaga-jaga kalau suaminya itu pulang.
Setelah Andini menyelesaikan semua masakannya, Rio datang tepat waktu saat Andini sudah menyiapkan piring dan nasinya. Diam-diam Andini merasa bersyukur, setidaknya ia tidak akan dimarahi ataupun dicaci maki pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
selingkuh dengan teman suamiku (TAMAT)
Romance"A-apa kamu bilang? Kamu hamil? Tapi Rio bilang, kamu mandul kan? Itu lah kenapa kalian belum punya anak sampai sekarang, bahkan hal itu juga yang membuat Rio berpikir untuk menyelingkuhi kamu." Adnan. "Itu berarti ... ini anak kamu ...." Andini.