Part 04.

20.1K 255 4
                                    

Andini tampak antusias saat Adnan menyetel sebuah film di televisi, sedangkan Andini saat ini sedang duduk di sofa, menunggu film itu dimulai. Setelah semuanya sudah siap, Adnan juga duduk di sofa, bedanya tidak di tempat yang sama dengan istri sahabatnya tersebut.

"Kamu sudah pernah menonton film ini? Setahun yang lalu, film ini dirilis, dan ratingnya cukup bagus." Adnan bertanya, namun Andini langsung menggelenginya.

"Belum pernah. Jujur, aku tidak pernah menonton film semenjak sikap Rio berubah, jadi aku kurang tahu perkembangan film saat ini seperti apa." Andini menjawab jujur sembari berusaha tersenyum, yang lagi-lagi sangat disesali oleh Adnan. Sebagai lelaki, tentu saja Adnan merasa marah dengan sikap sahabatnya karena telah menyakiti istri sebaik Andini. Namun lagi-lagi, tidak ada yang bisa ia lakukan untuk saat ini, karena rencananya adalah menghancurkan Rio di akhir cerita mereka.

"Begitu ya? Tapi, akan lebih baik kalau kamu keluar rumah dan menikmati hidup kamu sendiri, tanpa harus menunggu Rio mengajak kamu pergi."

"Aku tidak berharap Rio mengajakku pergi, dia hanya tidak mau aku keluar rumah untuk sesuatu yang kurang penting. Tapi bukan berarti aku harus tetap berada di rumah, sebenarnya aku bisa keluar, tapi saat aku belanja bulanan atau saat membeli bahan makanan." Andini menceritakan hidupnya yang menurutnya kurang menarik dan bahkan terdengar membosankan.

"Seharusnya aku tidak menceritakan ini ke kamu, apalagi kamu dan Rio itu bersahabat, tapi terkadang aku sendiri bingung, harus menceritakan ini ke siapa, aku terlalu kesepian. Maafkan aku," ujar Andini merasa bersalah, ia bahkan menghela nafas panjangnya beberapa kali untuk menenangkan perasaannya mudah sekali bersedih.

"Tidak apa-apa, kamu bisa menceritakan apapun, bahkan tentang keburukan Rio sekalipun. Aku dan Rio memang bersahabat baik, tapi bukan berarti aku harus mendukung sikapnya. Karena dilihat dari kaca mata siapapun, tidak seharusnya Rio memperlakukan kamu seperti ini." Adnan menjawab tulus yang seketika membuat Andini merasa lega dan bahkan tersenyum tenang.

"Terima kasih."

"Iya. Lihat, sepertinya filmnya akan dimulai." Adnan menunjuk ke arah televisi yang diangguki mengerti oleh Andini, yang tampak berusaha untuk tetap tenang terlihat dari caranya menghembuskan nafas panjangnya beberapa kali.

Perasaan tak nyaman itu nyatanya tak lama, karena pada akhirnya Andini bisa tertawa setelah filmnya diputar dan menunjukkan beberapa adegan yang menurutnya sangat lucu. Begitupun dengan Adnan, ia juga beberapa kali tertawa melihat filmnya, padahal ia sudah pernah melihatnya.

"Sebentar lagi ada adegan yang menurutku sangat lucu, dulu aku hampir tidak bisa berhenti tertawa karena adegan di film itu." Adnan menunjuk layar televisi yang ditatap antusias oleh Andini.

"Oh ya?"

"Iya, kamu harus melihatnya!" Adnan tampak tak sabar adegan itu diperagakan oleh si tokoh utama, dan benar apa yang dikatakannya, Andini langsung tertawa lepas setelah melihat adegan yang Adnan maksud.

"Apa-apaan itu? Mana bisa begitu?" Andini masih tertawa melihat filmnya yang tampak tak masuk akal, namun mampu membuatnya terus tertawa, tangannya bahkan menyentuh perutnya yang terasa kaku, saking banyaknya ia tertawa kali ini.

"Iya kan? Adegan itu memang lucu."

"Iya sih, padahal kan kurang masuk akal ya?" Andini menjawab dengan nada yang sedikit lebih tenang sekarang, ia berusaha menahan tawanya yang hampir tidak bisa berhenti sedari tadi.

"Iya, tapi itu yang membuatnya lucu." Mendengar itu, Andini mengangguk setuju dan kembali menonton film tersebut. Sampai saat Andini terdiam setelah mendengar sesuatu, begitupun dengan Adnan yang turut terdiam sekarang.

selingkuh dengan teman suamiku (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang