Setelah menenangkan pikirannya dengan cara mengguyur tubuhnya dengan air saat mandi, akhirnya perasaan Adnan bisa sedikit lebih tenang saat ini. Meski ia harus tetap menghembuskan nafas panjangnya beberapa kali, demi bisa memadamkan seluruh emosi yang dimilikinya. Sampai saat Adnan benar-benar merasa tenang, ia memutuskan untuk menemui Andini yang berada di dapur sekarang.
Saat Adnan sampai ke tempat tujuannya, ia justru tidak mendapati Andini di sana. Hanya ada makanan matang yang sudah tertata rapi di atas meja, sedangkan yang memasaknya pergi entah ke mana. Sampai saat pundaknya terasa ditepuk oleh seseorang, di saat itu lah Adnan menoleh ke arah belakang dan mendapati Andini sudah rapi dan berdandan.
"Kamu mau sarapan ya? Aku sudah menyiapkan semuanya di meja," ujar Andini sembari menatap ke arah meja makan, sedangkan Adnan justru terdiam memerhatikan penampilan Andini yang tampak berbeda.
Andini berpenampilan seperti dulu, seperti saat Adnan pertama kali jatuh cinta dengannya di sebuah toko bunga. Adnan yang waktu itu merasa malu untuk mengajaknya berkenalan hanya bisa berdiri dan memerhatikannya dari jauh, saat itu yang Adnan tahu Andini bekerja di sana. Tak lama dari itu, Adnan juga tahu bila ternyata Andini mengikuti sebuah kursus memasak, di saat itu lah Adnan memutuskan untuk langsung daftar di tempat kursus yang sama.
Awalnya, Adnan dikenal sebagai pria bermasker yang tidak tahu apa-apa, ia bahkan tidak tahu caranya memasak nasi meski hanya dengan menggunakan mesin penanak. Kehidupan mewahnya tidak pernah mengajarinya hal sepele itu, meski begitu Adnan terus belajar dan belajar, hingga dia menguasai puluhan resep makanan dan bahkan kue.
"Kamu mau ke mana?" tanya Adnan setelah tersadar dari kenangan yang sempat membuatnya mengingat kebodohannya di masa lalu.
"Aku harus ke supermarket, ada beberapa bahan makanan yang harus aku beli." Andini merapikan penampilannya dengan sesekali mengecek barang apa saja yang harus ada di tasnya.
"Oh ya? Kebetulan sekali, aku juga harus membeli sesuatu di supermarket. Kita bisa pergi bersama, bagaimana?" ujar Adnan yang tidak sepenuhnya benar, karena ia sendiri tidak berniat membeli apapun, namun demi bisa menemani Andini, ia pikir harus membeli sesuatu untuk ia jadikan alasan.
"Tapi ... kamu belum sarapan kan?" tanya Andini setelah memeriksa makanan yang sepertinya masih utuh tak tersentuh.
"Iya, tapi nanti kita bisa mampir ke tempat makan kan?"
"Iya sih, tapi ...."
"Tapi kenapa lagi? Apa Rio akan marah kalau kita pergi bersama?" tanya Adnan yang digelengi kepala oleh Andini.
"Rio tidak akan marah kok. Aku hanya takut nanti kamu bosan, aku belanjanya cukup lama karena harus memilih bahan makanan yang bagus."
"Tidak apa-apa, aku bisa bantu kok. Kamu tahu kan, aku juga pernah kursus memasak, memilih bahan makanan yang bagus itu harus menjadi syarat wajib di dunia kuliner." Adnan menjawab bersemangat, berbeda dengan Andini yang justru memicingkan mata penuh curiga.
"Kamu yakin kita tidak kursus di tempat yang sama? Ucapan kamu itu mirip sekali dengan slogan yang sering Bu Heni katakan."
"Apa? Bu Heni? Siapa itu?" Adnan membalikkan tubuhnya, berusaha terlihat biasa saja, meski sebenarnya ia sedang menggerutuki kebodohannya sendiri.
"Sudahlah, kita pergi sekarang ya? Oh ya, kita nanti naik apa?" tanya Adnan berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Biasanya sih aku pakai MRT," jawab Andini yang justru membuat Adnan berpikir.
"Oh MRT? Aku belum pernah menaikinya sih."
"Serius?"
"Iya, memangnya kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
selingkuh dengan teman suamiku (TAMAT)
Romance"A-apa kamu bilang? Kamu hamil? Tapi Rio bilang, kamu mandul kan? Itu lah kenapa kalian belum punya anak sampai sekarang, bahkan hal itu juga yang membuat Rio berpikir untuk menyelingkuhi kamu." Adnan. "Itu berarti ... ini anak kamu ...." Andini.