Andini tersenyum sembari membalas rengkuhan tangan Adnan, ia ingin mengatakan iya, namun ia sendiri tidak yakin dengan kisah hidupnya nanti, terlebih lagi saat ia masih menjadi istri sah Rio.
"Aku tidak bisa berjanji menjadi istrimu, tapi aku ingin tetap bersamamu." Andini berujar serius ke arah Adnan, yang tampak kecewa dengan jawabannya.
"Untuk apa kita bersama? Kalau hanya untuk melihat kamu menderita di bawah tekanan sahabatku sendiri?" tanya Adnan yang membuat Andini terdiam, Andini sendiri tidak tahu harus menjawab apa, karena pada dasarnya ia juga merasa tidak bahagia menikah dengan Rio.
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Beritahu aku apa masalahmu, dengan begitu aku bisa membantumu." Adnan berujar tegas, beruaha meyakinkan Andini akan keseriusannya saat ini.
"Setelah semua selesai, apa kamu yakin tidak akan meninggalkan ku? Kamu tahu kan, aku mandul. Aku tidak bisa memberi kamu keturunan, apa kamu yakin bisa tetap bersamaku sampai kita tua nanti?" tanya Andini penuh harap, ia tidak pernah ingin mengecewakan lelaki manapun bahkan Rio sekalipun. Andai ia tahu bila tubuhnya tidak bisa hamil saat itu, ia pasti tidak akan menerima lamaran Rio dan menikah dengannya.
"Kamu ikut aku sekarang!" ajak Adnan sembari menggandeng lengan Andini ke suatu tempat.
"Kita mau ke mana?"
"Ikut saja!" Adnan terus menarik lengan Andini, sampai saat mereka tiba di sebuah ruangan, di mana banyak anak kecil berumur dua tahun ke bawah berada di sana.
"Kamu lihat mereka?" tanya Adnan ke arah Andini yang mengangguk, tatapannya juga terlihat sangat merindukan sosok anak kecil seperti mereka.
"Kalau seandainya nanti kita menikah dan kamu belum bisa punya anak, tidak apa-apa. Kita bisa mengapdosi salah satu dari mereka, kamu tinggal pilih anak mana yang kamu sayangi untuk tinggal bersama keluarga kita." Adnan berujar serius, membuat Andini terharu mendengar kalimatnya, matanya bahkan menangis saking bahagianya bisa dipertemukan oleh lelaki seperti Adnan.
"Terima kasih ...." Andini memeluk tubuh Adnan, meluapkan rasa harunya pada lelaki itu.
"Aku pikir, tidak akan ada yang bisa mengerti kekuranganku, bahkan keluargaku sekalipun. Tapi ternyata aku salah, terima kasih untuk semua ucapan baik yang kamu berikan untukku, di saat orang-orang yang aku sayangi justru berlomba-lomba untuk menyakitiku ...." Andini semakin menangis, air matanya tumpah di dada Adnan, yang saat ini tengah terdiam seolah bisa merasakan apa yang sedang Andini rasakan.
"Bagiku, kamu tidak pernah memiliki kekurangan sedikitpun. Aku saja yang belum melengkapinya dan juga menyempurnakannya." Adnan menghapus air mata Andini, ia tidak suka melihat wanita itu menangis untuk sesuatu yang tidak semestinya dia khawatirkan.
"Berhentilah menangis! Bagiku, kamu sangat sempurna dan kamu juga pantas bahagia, jadi jangan pernah menangisi sesuatu yang tidak sepantasnya kamu tangisi." Adnan kembali melanjutkan ucapannya setelah melepas rengkuhan tangan Andini yang berada di tubuhnya, matanya dengan sangat tulus menatap ke arah wanita cantik itu, begitupun dengan bibirnya yang tersenyum hangat ke arahnya.
"Iya, terima kasih. Sekarang aku merasa sedikit lebih baik." Andini menghembuskan nafas leganya, sembari tersenyum di hadapan Adnan.
"Mau melihat mereka lebih dekat?" tawar Adnan yang diangguki oleh Andini.
"Iya, tentu."
Adnan tersenyum lalu menggandeng tangan Andini untuk menemui para bayi di bawah tiga tahun yang tengah berkeliaran asyik di arena mainan. Si penjaga yang menyadari kedatangan Adnan langsung mendirikan tubuhnya, menyapa hangat dengan tersenyum ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
selingkuh dengan teman suamiku (TAMAT)
Romance"A-apa kamu bilang? Kamu hamil? Tapi Rio bilang, kamu mandul kan? Itu lah kenapa kalian belum punya anak sampai sekarang, bahkan hal itu juga yang membuat Rio berpikir untuk menyelingkuhi kamu." Adnan. "Itu berarti ... ini anak kamu ...." Andini.