08 | New House

1.3K 204 46
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Nggak apa-apa, jangan nangis atuh anak mama. Orang masih satu kota, Ra. Bukan pindah planet. Nanti mama sering-sering main ke sana deh," ujar Mama Irene menenangkan putri bungsunya yang sedari tadi menangis dipelukannya.

Gadis itu terus memeluk mamanya enggan untuk melepaskan. "Tapi tetep aja."

"Malu udah gede masa nangis gini sih, tuh diliatin Saka." Mama mencoba untuk menarik diri dari pelukan Aira, namun gadis itu menggeleng cepat. "Apa mau mama anterin terus nginep dirumah kamu? Mama jagain biar kaya anak SD lagi study tour?" Goda Mama.

Lagi, Aira menggelengkan kepalanya dan perlahan meregangkan pelukannya sambil sesenggukan menatap mamanya. "Nggak usah, Aira kan udah gede."

Sebenarnya alasan Aira menolak keluarganya untuk mengantarnya adalah dia pasti akan semakin berat untuk melepaskan dan bisa-bisa meminta keluarganya pindah sekalian untuk tingga bersamanya.

"Udahan dong nangisnya. Nanti kalo kamu kangen sama mama tinggal telfon, nanti cling mama langsung sampe dirumah kamu."

Aira terkekeh geli, lalu mengusap sisa air mata. "Pokoknya mama, papa, sama bang Haikal harus sering main ya. Awas aja kalo lupain aku."

"Iya siap nyonya, mobilnya udah siap, silahkan segera berangkat," ujar Haikal bercanda, karena dia sudah bosan, dari yang awalnya sedih karena berpisah dengan adiknya tapi Aira terus-terusan pamit tapi tidak kunjung berangkat.

"Kali ini Aira beneran pamit, ma, pa. Jaga kesehatan dan kabar-kabarin aku terus ya. Abang juga, Aira titip mama sama papa ya, jangan kebanyakan main."

Aira berjalan untuk memeluk mama, papa dan Haikal sebelum benar-benar pergi. Sebisa mungkin gadis itu menahan tangisnya. Dia menatap langit langit rumah agar air matanya tidak menetes kembali.

Sekarang giliran Saka yang berpamitan kepada keluarga Aira. Dia menyalimi mama dan papa Aira. "Ma, pa, Saka sama Aira pamit dulu ya. Saka juga minta izin buat bawa putri mama sama papa."

"Jagain Aira ya, nak. Kalau ada perlu apa-apa langsung hubungin mama, oke? Sama inget pesan-pesan yang mama kasih kemarin, disini mama doain yang terbaik buat kalian berdua."

"Iya, ma."

Papa Satya menepuk pundak Saka. "Titip putri papa ya. Aira mungkin masih banyak kurangnya, tapi tolong bimbing dia dengan sabar dan pesan papa yang paling penting, jangan pernah sakiti putri papa," ujarnya.

Saka mengangguk patuh dan mengingat pesan-pesan dari kedua orang tua Aira. Kemudian ia beralih ke Haikal. Sahabat yang sekarang menjadi kakak iparnya.

Haikal menarik tubuh Saka dan berbicara dengan berbisik pelan. "Kuat-kuat sama adek gue ya. Dia cuma butuh waktu. Gue yakin cepat atau lambat, dia pasti bakal berubah kok. Semoga kesabaran lo nggak akan habis buat Aira. Dan walaupun gue tau tanpa kita semua minta, lo bakal bahagiain dia. Tapi tetep sebagai abangnya, gue berharap lo bisa nepatin semua itu."

8,2 Detik [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang