"Ra, kamu pulang aja. Ada Mama sama Papa kok di sini. Udah tiga hari kamu nggak pulang, 'kan?" ujar Mama melihat anak bungsunya tidur di sofa.
"Iya, besok masih bisa ke sini lagi kok. Tadi kan udah ngobrol sama Abang," sahut Papa mengkhawatirkan putrinya.
Dari tempatnya berada Aira memandang kedua orang tuanya, kemudian berganti ke arah Haikal yang sedang tertidur. Kakaknya itu sudah sadarkan diri sejak kemarin dan kondisinya sedikit membaik.
Aira berpikir sebentar, sejak pulang dari Bali dia dan Saka memang belum menginjakkan kaki di rumah. Mereka menginap di hotel terdekat. Mungkin sekarang dia bisa pulang sebentar untuk melihat keadaan rumah.
"Papa sama Mama nggak apa-apa?" tanyanya masih sedikit ragu-ragu.
"Mama malah kasian kamu kalo di sini terus, nggak pulang sama sekali. Tadi kan dokter bilang kalau operasi Haikal lancar dan tinggal masa pemulihan. Jadi nggak apa-apa kalau kamu mau pulang, barangkali perlu apa-apa."
Aira melirik Mama dan Papa, lalu beranjak dari sofa. "Kalau gitu Aira pulang sebentar ya, Ma, Pa, mau liat kondisi rumah. Tapi besok pagi Aira ke sini lagi sekalian bareng Kak Saka berangkat kerja."
"Iya, sayang."
Setelah merapihkan barang-barang, Aira berpamitan kepada Mama Papa, lalu ia bergegas untuk pulang. Aira memesan taksi yang berada di sekitar parkiran rumah sakit. Wanita itu masuk dan memberi alamat tujuan.
Hari ini Saka berangkat kerja, tidak bisa menemani Aira. Ah, memikirkan Saka membuat Aira sedikit berpikir untuk mendatangi ke kantornya. Lagi pula, kalau langsung pulang ke rumah, pasti dia akan kesepian.
Mungkin lebih baik Aira mendatangi kantor suaminya, dia mengeluarkan gawai untuk menghubungi Saka. Namun, tidak diangkat. Sudahlah, Aira langsung ke sana saja. Kebetulan letak kantor Saka tidak jauh dari sini.
"Pak maaf tujuannya ganti ke Jalan Sekar Indah ya, bukan yang tadi—eh itu kalau bisa mampir ke toko roti depan situ sebentar bisa? Nanti saya bayar double, Pak," ujar Aira melihat papan toko roti di depan.
"Baik Bu."
Seusai membeli beberapa roti dan kopi, Aira langsung menuju kantor Saka. Dia mengucapkan terima kasih kepada supir sebelum turun dari taksi. Wanita itu langsung berjalan menuju ruangan Saka dengan ingatan samar-samar terakhir kali ia ke sini.
Dia menaiki lift yang membawanya ke lantai ruangan Saka. Dengan sedikit ragu-ragu Aira berjalan menuju ruangan suaminya, dia sedikit ragu. Hendak bertanya kepada tempat sekretaris di depan, namun tempat itu kosong.
Aira berjalan sambil menoleh kanan kiri, berharap ada seseorang yang bisa ia tanyai. Saat sedang berjalan, tanpa sadar Aira menabrak seseorang hingga kopi panas yang ia pegang tak sengaja terkena tubuh orang tersebut.
"Aw! Panas."
"Bela?" Aira menggerutu dalam hati, bagaimana mungkin dia bisa melupakan keberadaan nenek sihir ini. Sialnya, kenapa juga dia harus menumpahkan kopi ke paha wanita itu yang memakai rok cukup pendek. "Maaf, gue nggak sengaja."
KAMU SEDANG MEMBACA
8,2 Detik [COMPLETE]
FanfictionAira tidak menyangka karena sebuah insiden, sahabat dari kakaknya menyatakan perasaan kepada dirinya secara tiba-tiba. Aira tentu tidak gila, mereka bahkan baru berkenalan baru beberapa jam yang lalu. Tentu Aira menolaknya dengan berbagai alasan. "K...