"Dia...dia..." Ujar Aira terbata-bata, dia mengangkat telunjuknya sedikit lemah ke arah Clara. "Dia yang dorong aku."
Mendengar itu Saka langsung melepaskan pegangannya dari Aira dan beralih mencengkeram kedua bahu Clara hingga wanita itu meringis kesakitan. Tapi Clara tidak mampu berkata apa-apa karena ketakutan melihat raut wajah Saka yang sudah memerah seperti ingin menelannya hidup-hidup saat ini.
"Jadi kamu pelakunya, Clara!" Bentak Saka dengan nada tinggi seakan melupakan bahwa mereka sedang berada di ICU. "Saya sudah menduga ini dari awal."
Dengan cepat Clara menggeleng, walaupun tubuhnya sudah melemas seperti mau terjatuh tapi Saka menahannya begitu kuat hingga bahu Clara seperti mati rasa. Wanita itu mulai berkaca-kaca melirik Aira dengan kilat amarah, namun sesegera mungkin dia mengganti dengan pandangan iba.
"A-aira, kamu nggak bisa nuduh orang sembarangan. Emangnya kamu ada bukti kalau aku yang ngedorong? Nggak ada 'kan?" Dalih Clara sebisa mungkin menormalkan suara gemetarnya.
Cengkraman di bahu Clara semakin kencang hingga membuat wanita itu terperanjat. Dia beralih melirik Saka yang kian menatapnya tajam. Laki-laki itu mengembuskan napas berkali-kali, hidungnya kembang kempis seperti menahan amarah.
"Saka, kamu nggak bisa percaya sama Aira gitu aja. Walaupun dia istri kamu, tapi bisa aja dia bohong. Aku dengar dulu dia bahkan membohongi kamu dan menutupi pernikahan kalian 'kan? Apalagi hal seperti ini, pasti itu hal yang mudah. Jangan percaya sebelum ada bukti apapun yang bisa membenarkan ucapan wanita itu," cecar Clara tak mampu menahan ucapannya lagi karena sudah hilang akal.
Saka mendekat ke arah Clara, membuat jantung wanita itu berdebar kencang. Bukan karena bahagia, melainkan was-was dan ketakutan.
"Persetan dengan bukti," lirih Saka, dia tersenyum licik dan menyeringai membuat Clara bergidik ngeri. "Kalaupun tidak ada, saya akan membuatnya menjadi ada. Kamu tau ini bukan hal yang sulit untuk saya. Dan, jangan pernah sekalipun kamu mencampuri urusan rumah tangga saya dan Aira. Cukup sekali, jangan harap ada kesempatan lain karena sebelum itu terjadi...saya akan memastikan kamu hancur."
"Saka..." Bulir-bulir air mata Clara sudah menggenang berniat ingin keluar. Clara mencoba melepaskan cengkeraman Saka, walaupun tidak bisa. "Tolong percaya sama aku, Saka. Sekali aja."
Saka mendorong tubuh Clara hingga nyaris mengakibatkan wanita itu terhuyung jatuh. "Pergi dari sini!" Bentaknya dengan nada tinggi.
"Saka..."
"Saka..."
Tanpa sadar Aira dan Clara menyebut nama Saka secara bersamaan. Tidak perlu berpikir dua kali, laki-laki itu menghampiri Aira. Bahkan raut emosi dan aura negatif yang terpancar dari wajahnya berganti melembut dan khawatir. Saka mengusap pelan tangan Aira seperti tidak mau menyakitinya sedikit pun.
"Saya di sini, Ra," ujar Saka pelan.
"Sakit." Aira memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya. "Sakit banget, Saka," lanjut Aira, dahinya mengeluarkan banyak sekali keringat.
KAMU SEDANG MEMBACA
8,2 Detik [COMPLETE]
FanfikceAira tidak menyangka karena sebuah insiden, sahabat dari kakaknya menyatakan perasaan kepada dirinya secara tiba-tiba. Aira tentu tidak gila, mereka bahkan baru berkenalan baru beberapa jam yang lalu. Tentu Aira menolaknya dengan berbagai alasan. "K...