🧙♀️
"Kau sudah sehat?"
Di atas ranjangnya, Wesley terbaring lemah, kerutan di wajahnya sangat jelas menunjukkan bahwa usianya sudah sangat tua, suara batuknya bahkan ucapan lemahnya kentara sekali menunjukkan bahwa pria paruh baya itu sedang berjuang melawan penyakitnya sekarang.
Dia hampir sekarat.
"Hm, kau pun juga harus sehat," katanya tersenyum manis diselipi air mata yang coba disembunyikan olehnya. "Dad, I love you and I need you. Don't leave me, please, bertahanlah."
Senyuman Wesley mengambang. Ada gejolak haru di dalam dadanya. "Of course, my daughter. Yes, I don't leave you, aku akan selalu bersamamu, hm?" Ia mulai membelai wajah putrinya, menyematkan rasa rindu lewat tatapan mereka, bahkan juga berbagi luka.
Sama-sama ditinggalkan, sama-sama diberi beban, sama-sama saling terlukai, membuat Syailen membulatkan tekad terhadap rencananya, terhadap keputusannya dan juga terhadap konsekuensi yang menghadangnya.
Bayangkan, bagaimana bisa dia bertahan saat teman bertopeng mu kapan saja dan di mana saja dapat menyakiti mereka, dan yang ia lakukan hanya diam saja? Syailen merasa cukup terhadap kebahagiaannya.
Satu setengah abad ia hidup, itu sudah cukup. Sudah saatnya ia berterimakasih atas segalanya. Untuk ayah yang sudah menjaganya dan memanjakannya, untuk Negeri yang telah memancarkan kehangatan untuk dirinya, pun Orallion yang juga telah memberikan sepenuh-penuhnya cinta untuk dirinya.
Siapa yang tidak merasa cukup?
"Kau yakin pada keputusan mu?" Di tengah-tengah lamunan, Wesley mulai menyadarkannya dengan kalimat halus itu. Secara sengaja tidak sengaja memompa jantungnya untuk berdetak dua kali lebih cepat.
"Trust me, Dad. Aku akan berusaha sebaik mungkin."
"Ya, aku mempercayai mu, berusahalah."
Malamnya, ia kembali ke rumah Madam Jessie karena mendapat laporan dari pelayan Kerajaan, Syailen demam tinggi dan harus segera diatasi.
Tidak, ini bukan penyakit biasa, Syailen tahu itu. Biasanya, saat menjelang kekambuhan penyakitnya, ada beberapa macam gejala yang timbul dan ini salah satunya.
Biasanya ada Michael yang mendampinginya. Menenangkannya, bahkan menyanyikannya beberapa lagu penghantar tidur sebagai hiburan.
Tapi malam ini ia hanya sendiri, tanpa siapapun. Bahkan Madam Jessie lebih memilih menghindar daripada terkena imbasnya.
Dia seperti monster, atau mungkin memang, memang seorang monster.
Suara kencang dari kerasnya angin di malam ini, membuatnya terlengah, spontan mengambil langkah mendekati jendela segiempat seukuran dengan tinggi tubuhnya. Oh, ternyata akan turun badai.
Ah, bahkan dirinya sampai lupa bahwa sekarang musim dingin. Ini tidak baik, pasti akan sangat dingin jika keluar.
Secara cekatan ia kembali duduk di atas kasur, menggenggam erat tangannya sendiri, menahan segala gejolak emosi yang coba ia tahan.
Sinar di dalam matanya semakin menjadi. Bahkan kuku-kukunya sempat ia tancapkan pada lengannya sebagai penahan rasa sakit, sakit menahan lepas kendalinya.
Sudah, Syailen benar-benar sudah tidak tahan.
Satu pedang sudah terikat di dalam jari-jarinya, cucuran peluhnya bahkan masih membasahi pipi bahkan ketika hawa dingin itu menusuk. Namun hawa panas yang beradu di dalam tubuhnya mengalahkan segalanya. Kekuatannya memang sudah di luar batas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not an Ordinary Crystal | Lee Taeyong
ФэнтезиThey said, this Crystal is a disaster. * * * Syailen tidak pernah mengira bahwa kehidupannya akan menjadi rumit seperti ini. Hati Kristal, tahta, percintaan, pembalasan dendam, persahabatan, dan segala...