Orallion kini tengah sibuk mengaduk kuali tanah liatnya yang berukuran menghampiri setengah tubuh atau lebih tepatnya sebatas pinggang. Sementara matanya secara jeli tak henti-henti menatap buku ramuan yang tengah ia pegang saat ini."Daun teh? Sudah. Bunga? Juga sudah," gumamnya sembari membenarkan letak kacamata bulatnya kian menurun tiap waktu. "Kenapa warnanya jadi kuning?" Dia terheran-heran sendiri, menatap cairan di dalam kualinya nyaris tidak ada kesalahan, tetapi gagal.
Entah untuk berapa ratus kalinya.
Ia mengambil kursi di sebelahnya, lantas duduk di atas sana, sama seperti tadi matanya masih saja menatap buku, mencari di mana letak kesalahannya, seakan sama sekali tidak menyerah.
Setelah mengamati lebih lanjut Orallion sama sekali tak kunjung mengetahui letak di mana kesalahannya, padahal ramuan yang ia racik sendiri itu sudah diuji berulang kali dan dalam perhitungannya seharusnya berhasil, bukan justru berakhir berulang kali semacam ini.
"Ck, aahhh ...." Pria itu berdecak sebal melihat hasilnya kali ini bahkan justru lebih buruk daripada yang kemarin-kemarin, ia sendiri heran, kenapa ia begitu bodoh dalam membuat ramuan saja?
"Orallion!"
Mata Orallion sontak membeku saat mendengar seseorang meneriakkan namanya, bukannya takut atau semacamnya. Ia hanya begitu senang mendengar suara itu terlontar hingga seketika membuat senyumnya terukir selebar yang dia bisa.
Dengan cepat, ia menoleh ke belakang untuk
mendapati gadis berambut pirang bersama pijaran mata yang mencuat indah si sebelah matanya, ah, itu kekasih pujaan hatinya ternyata.Tentu saja senyum Orallion yang terulas semakin mengembang sempurna. Ia melambai-lambaikan tangannya pada gadis itu, menyuruhnya untuk mendekat.
"Syailen? Aku tak menyangka kau akan datang," ucap Orallion tersipu. Ia tak bisa berhenti tersenyum untuk sekali saja sekarang, rasa bahagia menjalari hatinya begitu melihat wajah Syailen yang sudah hampir seminggu tak ia kunjung lihat. "Aku sangat merindukanmu, sungguh."
Napas Syailen-sang kekasih--nampak memburu di kala ia sudah berada di hadapan Orallion, namun itu tak menyurutkan senyuman manisnya sama sekali. "Oh, Daddy, aku dan Michael kemarin berlibur," sahutnya lalu menarik kursi. Duduk berhadapan dengan Orallion.
"Ayahmu tidak marah jika kau ke sini?" tanya Orallion lagi, sambil melangkah menuju dapur, menuangkan segelas air untuk Syailen begitu melihat wajah gadis itu terlihat lelah.
"Aku bilang ingin belajar beberapa ramuan lagi dengan mu," jawab Syailen, matanya mulai bergerak menatap buku ramuan yang tadi Orallion sengaja tinggalkan di dekat kuali.
"Orallion, boleh ku pinjam buku mu ini?" Syailen mulai menggapai buku tersebut, sambil menunggu jawaban Orallion.
"Buku apa?" sahut Orallion setengah berteriak, mengingat jarak mereka yang kini lumayan jauh.
"Buku ramuan mu ini."
"Oh, tentu saja."
Begitu Orallion menyetujuinya, Syailen membuka buku lusuh itu, memang sudah tua, tapi Syailen tahu bahwa Orallion sangat menyayangi bukunya satu ini. Padahal ia sudah berulang kali menyuruh Orallion untuk membeli buku baru. Sayangnya, pria itu menolak.
"Aku gagal lagi," kata Orallion kecewa, begitu derapan langkahnya terdengar di telinga syailen. Dimana kemudian dia meletakkan satu gelas tea hangat di meja yang letaknya tepat berada di samping Syailen.
Mendengar ucapan Orallion, mata Syailen bergulir, menatap kuali besar yang ia pikir itulah isi ramuan gagal yang Orallion maksudkan.
"Tidak apa, kau sudah mencobanya," ucap Syailen menyemangati, lalu tersenyum tipis kepada Orallion. Ia kembali menatap buku ramuan itu lagi.
"Mungkin ...." Syailen bergumam sebentar, mempertajam matanya menatap tulisan buku itu. "Bunganya kurang," sambungnya, lalu menatap Orallion yang nampak bingung.
![](https://img.wattpad.com/cover/229723184-288-k365504.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Not an Ordinary Crystal | Lee Taeyong
FantasyThey said, this Crystal is a disaster. * * * Syailen tidak pernah mengira bahwa kehidupannya akan menjadi rumit seperti ini. Hati Kristal, tahta, percintaan, pembalasan dendam, persahabatan, dan segala...