13. Forgotten Memories

10 5 0
                                    





Update nya sekarang pagi yeuu -,-

Happy weekend and happy reading.

🧙‍♀️

"Dia sudah siuman!"

"Syai!"

Kedua mata gadis itu, pelan-pelan terbuka. Kepalanya mendadak terasa pusing, disertai oleh matanya yang hanya bisa menatap samar orang-orang, mungkin efek sehabis pingsan.

"Kau baik-baik saja?" Seorang lelaki menanyainya, dalam keadaan setengah sadar, gadis itu masih mengenali suara Orallion, jadi ia mengangguk.

Terdengar suara napas lelaki itu, terdengar seperti seruan napas lega. "Tidurlah, kau harus banyak-banyak beristirahat, tubuhmu masih benar-benar sangat lemah," suruh Orallion seraya menarik selimut gadis itu sepinggang.

"Michael, a-pa dia s-selamat?" Syailen mengucapkan nya dengan lirih, serta beberapa kata yang masih agak sukar untuk terucap.

Merasa Orallion tidak menyahuti pertanyaan nya. Dalam keadaan lemas, gadis itu masih memaksakan untuk menggoyangkan lengan kekasihnya. "Orall, jawab pertanyaan ku," rengeknya, memakai nada serius. "D-dia, baik-baik saja, 'kan?"

Orallion yang semula menaruh tatap pada kedua manik mata gadisnya, beralih menatap ke arah sisi yang lain, tidak tega melihat pancaran kesedihan yang terlihat melalui binar Syailen.

"Maafkan, aku Syai." Orallion menjeda sebentar, merunduk sambil membuka tutup mulut. "Michael tidak bisa diselamatkan, ia kehabisan banyak darah, dan beberapa organ dalam tubuhnya pun rusak," sahutnya berusaha setegar mungkin, agar tidak ada satu kata pun yang menandakan bahwa laki-laki itu juga sangat sedih.

"A-apa yang coba kau ucapkan? Kenapa kau harus berbohong, Michael tidak mungkin pergi secepat ini, Orallion. Lalu ... lalu siapa yang akan menemani ku saat kau tidak ada, pemimpin negeri ini, siapa yang akan memimpin?"

Orallion tidak tega melihat keadaan Syailen seperti ini, ia menyesal karena mengatakannya tadi, seharusnya ia lebih memilih berdiam diri terlebih dahulu.

Untuk menenangkannya, Orallion mengelus pelan nan hangat kepala Putri itu, sembari menebar senyuman tipis. "Kau harus belajar mengikhlaskan nya, ini sulit tapi kita bisa apa, hm?"

Orallion sudah cukup berpengalaman akan hal ini. Ia sering ditinggalkan oleh banyak orang, termasuk ibunya dulu, dan Orallion tahu bagaimana sakitnya dan juga perihnya, maka dari itu ia tidak berbicara banyak.

Gadis itu mulai menangis lagi. Orallion memakluminya, terkadang hal tersebut nampak tak berguna untuk orang-orang, tapi baginya, Syailen dapat menuntaskan lukanya melalui tangisan itu.

"Jika kau perlu sesuatu bilang saja aku." Orallion berniat untuk keluar sejenak, memberi Syailen ketenangan untuk sendiri. Tetapi gadis itu sendirilah yang mencegahnya, sampai-sampai mencekat pergelangan tangannya.

"Apa pemakamannya sudah selesai?"

"Belum."

"Biarkan aku mengikuti upacaranya."

"Tapi kau masih belum pulih," cegah Orallion, lebih keras daripada biasanya, ia tidak segan-segan memarahi jika yang dilakukan Syailen dapat melukai gadis itu sendiri. "Kau harus beristirahat, semuanya sudah diurus."

"Untuk terakhir kalinya saja ...." Gadis itu menggantung ucapannya dengan kepala merunduk. "Setidaknya, untuk hari ini saja, biarkan aku melihatnya untuk terakhir kalinya."

🧙‍♀️

Acara pemakaman Michael sudah selesai, dan sekarang Orallion sibuk dengan setumpuk kertas-kertas di hadapan nya. Ia meringis, tentu saja. Sebagai salah satu murid lulusan sekolah internasional, tentu ia menjadi salah satu orang yang dipilih mengerjakan beberapa berkas yang ditinggikan Michael.

Not an Ordinary Crystal | Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang