25. Not With Me

9 5 1
                                    

🧙‍♀️

Sehabis ke makam Lilian sekaligus makam Michelle-Kaka sulungnya-yang kebetulan satu tempat, Syailen akhirnya kembali ke istana, bersama Hans yang terus-terusan menemaninya sepanjang hari.

Hans tidak tahu apa yang dipikirkan Syailen hingga menangis lama sehabis pesta hingga menyebabkan matanya membengkak dan hidungnya memerah seperti ini. Tapi ia cukup yakin, ini semua pasti ulah Orallion semalam.

"Kau kurang sehat?" tanyanya sedikit khawatir, apalagi melihat tubuh gadis itu sedikit limbung sesekali, hingga mau tak mau, Hans terus menjaganya dari belakang.

"I'm fine, hanya pusing," jelasnya parau, diiringi elusan pada pelipisnya, menandakan gadis itu tidak berbohong dan berkata jujur.

"Kenapa tidak istirahat? Jangan terlalu memaksakan tubuh mu? Cukup hatimu saja, karena kau tidak mungkin bisa bertahan kalau keduanya hancur seperti ini," ujar Hans yang nadanya sedikit mengomel.

Syailen terkekeh, sungguh, walaupun kecil, tapi Hans sungguh melihatnya. "Jika kita menikah, tolong, jangan campur pautkan aku dalam kisah percintaan mu," kata Syailen, begitu mereka berjalan ke lantai dua, melalui anak tangga teratas.

Hans menggeleng sambil tersenyum, "Lilian lebih baik."

"Bagus, tidak salah aku meminta tolong padamu."

Alis Hans bertaut mendengar ucapan Syailen seperti itu. "Lha, memangnya ada hubungan apa dengan aku yang kau minta tolongi? Ah iya, aku juga ingin bertanya, kenapa kau lebih memilih ku, dibandingkan dengan Jacob, yang jelas-jelas mencintaimu, atau ... orang lain?" Terheran, Hans terus memikirkan itu dari semalam, hingga baru sekarang ia dapat mengutarakan seluruh pertanyaan yang bersarang di kepalanya.

Mendadak, langkah Syailen terhenti, napasnya memberat, dan pandangannya terpaku pada lantai. "Karena ... cuma kau yang tidak akan tersakiti jika aku meminta tolong padamu." Ia memberi jeda pada kalimatnya, mengangkat kepala sampai terhenti berhadapan pada Hans. "Jacob? Dia tidak bersalah apa-apa, bagaimana bisa aku menyangkut pautkan dia dengan hal ini? Yang ada, dia hanya akan tersakiti."

"O-oh, aku mengerti. Kau pasti sudah memikirkan segalanya, yah ... sudahlah. Mari, kau harus istirahat dan meminum ramuan agar lebih cepat pulih," katanya, beralih memapah Syailen, karena pria itu tahu, keadaan gadis itu semakin memburuk.

Tidak ada penolakan dari Syailen, ia, yang biasanya selalu menolak pertolongan Hans, apalagi sampai menyentuh tubuhnya, kini sudah tidak lagi.

Sepertinya ia harus terbiasa.

"Aku mengerti sekarang."

Hans menyimak ucapan terjeda dari Syailen, menatap wajah itu dari samping, seraya menggenggam erat sebelah tangannya, karena Syailen berkali-kali hampir limbung lagi.

"Keegoisan mu, kupikir itu semua tidak buruk. Kau sangat mencintai Lilian, karena itu kau ingin merebut Kristal itu bukan? Sekarang aku dapat merasakannya, berjuang untuk orang yang kita cinta. Meski sulit, itu tidak masalah. Asalkan mereka bahagia."

Bibir Hans melengkung, "Kau baru menyadarinya?" tanyanya terkekeh, dilanjuti gelengan oleh kepalanya. "Hei, Syailen. Aku juga masih punya hati, mengambil Kristal itu kau pikir itu tidak akan menyulitkan? Bagaimanapun Orallion adikku, menyakitkan melihat dia sedih."

"Jadi ku pikir ... bila ku ambil Kristal mu, itu akan menguntungkan untuk Orallion. Dia dapat melupakanmu, dan aku dapat menggunakannya untuk menjadi penyihir hebat. Tapi ternyata aku salah."

Not an Ordinary Crystal | Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang