"Satu hari ini saya perhatikan kamu menghindar dari saya. Benarkan Syarin?"
Aku menelan ludah, sebegitu cermat kah dia? Sampai memperhatikan ku sebegitunya.
Kok rasanya dapat dokter pembimbing kayak dokter Afnan, malah enggak enak ya. Jadi nyesel. Coba aja tetap dokter Azzam, kan--ya gitu deh.
"Mungkin perasaan dokter aja. Saya dari tadi juga biasa-biasa aja kok dok, tetap jalanin tugas follow-up pasien dan laporan ke dokter." jawabku tetap ramah.
Awalnya sih aku kira dokter Afnan orangnya biasa aja, eh makin kesini makin luar biasa!
"Ya udah, kamu boleh keluar dari ruangan saya. Untuk besok laporan bisa kamu serahkan dalam bentuk tulisan tangan. Harus bisa dibaca, kalau tulisan kamu jelek saya kasih nilai minus buat kamu."
Hah?
Gila nih orang.
"Iya pak, saya permisi. Assalamualaikum."
Aku lekas berdiri dan meninggalkan ruangannya.
Nah loh, orang ngucap salam eh dianya enggak bales. Sopan kah begitu?
Aku menghela napas, kembali ingat dengan perintahnya beberapa menit lalu. Laporan dalam bentuk catatan heh? Siapa yang mau nulis, pakai request tulisan bagus lagi. Maunya apa coba. Kalau bisa laporan dalam bentuk kertas, kenapa harus cari yang susah?
Menggeleng pelan, aku tidak mau memikirkan itu. Sekali lagi aku hari ini telat untuk makan siang, coba kalau mama tahu, udah pasti kena tuh sama omelannya. Omong-omong, kemarin cukup lucu waktu mama salah paham, dipikirnya aku marah soal dokter Azzam.
Hahaha
Langkah kakiku terhenti, mataku menyipit memastikan jika yang aku lihat saat ini adalah pak Abi. Dirasa yakin kalau itu dia, aku berjalan menghampirinya, dan benar kan. "Loh pak kok udah main kelayapan aja sih. Kan masih sakit."
"Kamu? Habis follow-up pasien ya?"
"Iya. Pak Abi dari mana sih? Saya bantu dorong kuris rodanya ya? Saya anterin balik ke kamar."
"Jangan. Saya tadi abis dari spesialis ortopedi katanya sih pemulihan kaki saya makan waktu sedikit lama. Biasa, faktor usia makannya sembuhnya gak bisa cepat hahaha."
Aku tertawa, ada-ada aja. Tua sih tua, tapi kan yang tua umurnya, pak Abi nya mah enggak kelihatan tua kok.
"Saya ikut kamu ya Sya. Mau ke mana kamu?"
Eh
"Kantin, mau makan siang." jawabku.
"Boleh kalau gitu, saya ikut sekalian makan juga. Gak enak tadi makan bubur, rasanya hambar.
Aku mengiyakan dan mengambil alih untuk mendorong kursi rodanya.
°•°•°•°
"Ya enggak tua-tua amat. Umur saya belum 39 tahun ya. Saya masih 37 tahun."
"Loh saya kirain 39 tahun loh pak."
"Enggak, tua banget kalau 39 tahun Sya."
Tadi kami makan dengan tenang, dan sekarang mengobrol sebentar sebelum pak Abi kembali ke kamar rawatnya dan aku kembali melakukan pekerjaan.
"Oh iya Sya. Saya mau ngucapin terima kasih ke kamu, udah mau jadi penanggung jawab saya, dorong kursi roda saya, makan siang sama saya, dan terima kasih buat tadi pagi. Kamu nyempetin buat lihat kondisi saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Cinta 2
RomanceTeringat perkataan mama, bila memaafkan adalah sifat orang mulia. Mungkinkah begitu? Ah--memiliki hubungan yang buruk dengan ayah adalah sesuatu yang menyakitkan, tapi mau bagaimana lagi. Andai, andai peristiwa buruk itu tidak pernah terjadi, mungki...