33. Ayah dan Anak

1.7K 175 6
                                    

Malam ini, Singapore sudah menunjukkan pukul 12 malam, dimana aku belum bisa tidur sama sekali. Sedangkan papa, masih sibuk berkutat dengan laptop dan pekerjannya. Aku jadi merasa bersalah, karena aku ajak papa, maka pekerjannya yang di Jakarta terbengkalai.

Kamar hotel ini sangat luas, aku satu kamar dengan papa dan minta disediakan dua kasur. Yang awalnya aku tidur sendirian, kini ada sosok anak kecil yang tidur di sampingku.

Siapa lagi, kalau bukan peri kecilnya dokter Afnan.

Tadi, sewaktu aku berpresentasi dan lagi fokus-fokusnya, salah satu koas yang sama pembimbing denganku memberitahu jika ada telepon masuk.

Jelasnya, dia aku mintai tolong untuk membawakan tas yang berisi ponsel, bedak, dan parfum.

Awalnya aku abai, tapi saat kali ketiganya dan koas tadi bilang jika si penelpon bernama Abimanyu, dengan segara aku bergegas menyelesaikan presentasi.

Belum apa-apa aku sudah senang duluan. Menerima teleponnya diluar ballroom hotel, dan ternyata dia telepon hanya untuk memberitahu tanggal pernikahannya. Sesuatu yang begitu menyesakkan hati.

"Loh, belum tidur juga. Ada apa, pasti banyak pikiran."

Pertanyaan papa membuat lamunanku buyar, aku beringsut mendekati Najwa dan memberikan pelukan pada anak kecil itu. "Iya, papa sendiri kenapa masih sibuk sama pekerjaan? Buruan tidur pa, jaga kondisi jangan sampai kelelahan."

Mendengar nasihat ku, papa segera menutup laptop dan membereskan dokumen yang berserakan di meja. Berjalan mendekati ranjang ku.

"Gak nyangka anaknya Afnan kecantol sama kamu. Kasian juga, penyakitnya sempat menggerogoti tubuh kecil itu. Kamu tahu? Afnan begitu sayang sama anaknya, dia habis sekitar 2 milyar lebih buat menunjang kehidupan anaknya saat koma. Berkali-kali dokter bilang kalau tidak ada harapan, tapi Afnan masih optimis kalau Najwa bakalan sadar kembali. Ya meskipun melewati beberapa tahun." jelas papa, menceritakan tentang kasih sayang dokter Afnan pada Najwa.

Aku tersenyum, menatap papa yang saat ini mengarahkan tangannya untuk mengelus rambut halus milik Najwa.

"Sama kayak papa yang habis milyaran rupiah buat pengobatan dan penunjang hidup mama selama mama koma. Papa udah habis apa aja? Banyak, tapi selalu aja ada rezeki yang buat papa bisa mengatasi itu semua. Karena apa? Saat dihadapkan pada posisi itu, papa enggak mengeluh. Namun mengadu pada Allah. Itu yang buat Allah ngasih papa kebahagiaan, dengan sadarnya mama dari koma." ucapku, mengingatkan dia juga pernah ada diposisi dokter Afnan, lebih malahan.

"Jangan bahas itu. Udah malam, kamu tidur. Papa juga mau tidur, selamat malam sayang jangan lupa mimpi indah. Doa dulu ya."

Hari ini cukup menguras emosi, tenaga dan juga kesabaran. Siapa sangka aku bisa merasakan rasanya patah hati seperti ini. Hanya karena pak Abi. Memang benar kata orang, lama tidak waktu bisa mengubah perasaan seseorang.

"Pa, udah tidur?" tanyaku, melihat punggung papa dari belakang.

"Udah."

Aku tertawa, ada-ada saja. Mana ada orang tidur bisa menjawab. Karena sudah lelah dengan hari ini, maka aku akan mengistirahatkan hati dan tubuh. Setidaknya untuk hari esok aku akan lebih fresh dan stok kesabaran sudah penuh.

"Selamat malam dunia fana."

°•°•°•°

"Pa, Najwa mau sama Tante Syarin aja seharian ini. Najwa enggak mau sama papa, papa pergi aja ya."

Aku menahan tawa saat mendengar penolakan Najwa pada ayahnya sendiri. Padahal sudah semalaman kemarin dia bersamaku, tapi entah kenapa anak ini jadi lengket begini.

Assalamualaikum Cinta 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang