Mengakui diri sendiri salah adalah suatu kemustahilan. Banyak orang yang masih enggan menerima kenyataan jika dirinya bersalah, terkadang juga melakukan apapun untuk membuat orang percaya bahwa dia tidak melakukan hal itu.
"Mas, lusa kan hari weekend. Kita jalan-jalan ke Bogor ya, habisin waktu sama Ashi."
Azzam yang tengah berkutat dengan dokumen dan laptopnya, sedikit terganggu dengan kehadiran Wulan.
Menghentikan sebentar pekerjannya, dan memandang Wulan sesaat, "Hari weekend saya ada janji mau nemenin Syarin ke Singapore selama 3 hari."
"Luar negeri? Ada apa?"
"Training buat mesin-mesin baru yang bakalan di kirim di rumah sakit pusat. Kebetulan Afnan yang bakalan berangkat, tapi dia ngajak 2 anak didiknya termasuk Syarin." jelas Azzam menjawab pertanyaan Wulan.
"Ya kalau gitu, kenapa kamu ikut juga mas?"
"Karena saya janji bakalan nemenin dan ikut dia ke sana."
"Terus pekerjaan kamu di rumah sakit gimana?" tanya Wulan lagi. Sepertinya dia keberatan dengan kepergian suaminya.
"Untungnya ada yang gantiin posisi saya sementara. Jadi udah ke handle selama saya di Singapore."
Mendengar itu, tanpa bicara lagi Wulan segara pergi dari ruang kerja Azzam. Meninggalkan pria itu dengan emosi tertahan.
Drttt drttt
"Assalamualaikum, iya sayang. Ada apa?"
"Waalaikumsalam pa. Besok pagi bisa gak papa anter Syarin pagi-pagi banget ke rumah sakit? Soalnya kak Abas nanti abis isya ada penerbangan ke Malaysia. Jadi gak ada yang nganterin Syarin."
Azzam mengembangkan senyumnya, "Iya bisa, emang pagi-pagi banget nya itu jam berapa?"
"Jam 3."
"Kamu ada training? Kok pagi banget, atau ada keperluan lain di rumah sakit?"di
"Bukan training kok pa. Tapi ini menyangkut masa depan, kesempatan buat dapat Sugar Daddy ini pa."
"Hah?" Azzam sedikit bingung dengan arah pembicaraan putrinya. Ke rumah sakit pagi-pagi, buat urusan masa depan dan mendapatkan Sugar Daddy?
Artinya?
"Maksud kamu apa?"
"Papa anter aja ya Syarin besok, terus nanti Syarin kenalin seseorang ke papa. Oke pa? Assalamualaikum, sampai ketemu besok pagi di rumah."
"Waalaikumsalam."
Sambungan telepon terputus, sedikit bingung tapi juga bahagia, karena putrinya kini sudah kembali seperti dahulu. Putri kecilnya dan kesayangannya.
Alih-alih kembali mengerjakan pekerjaan dan bergulat dengan laptop, Azzam memilih menyudahinya dan segera beranjak pergi dari ruang kerjanya.
Di ruang tamu, Azzam melihat Wulan dan Ashi sedang duduk berdampingan. Dimana Wulan yang tengah menemani Ashi mengerjakan tugas sekolahnya.
"Ashi, peri kecilnya papa. Mau ikut papa enggak?" tawar Azzam, beliau memilih duduk di samping putrinya.
"Kemana pa?" tanya Ashi, yang awalnya dia fokus mengerjakan tugasnya, kini perhatiannya terpusat pada papanya.
"Papa mau keluar sebentar, kalau Ashi mau ikut ya ayok. Kalau enggak mau ya gapapa, Ashi lanjut belajarnya." ucap Azzam.
Tanpa berpikir panjang, anak itu langsung menganggukkan kepalanya, dan bersiap pergi dengan sang papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Cinta 2
RomanceTeringat perkataan mama, bila memaafkan adalah sifat orang mulia. Mungkinkah begitu? Ah--memiliki hubungan yang buruk dengan ayah adalah sesuatu yang menyakitkan, tapi mau bagaimana lagi. Andai, andai peristiwa buruk itu tidak pernah terjadi, mungki...