11 : Egois

152 77 31
                                    

🌺Happy Reading🌺

Anggaplah aku egois, tapi apakah kalian tahu? Berapa banyak keinginan yang sudah kuredam hanya untuk membahagiakan lebih banyak orang? Sekarang, hanya untuk membahagiakan diriku sedetik saja, aku bahkan tidak diizinkan.

SB~

°°°

~MUHASABAH CINTAKU~

Kini di pondok pesantren laskar An-nur, semua santri/santriwati telah ramai. Kabar duka sudah menyebar luas. Banyak beberapa santriwati yang menintikan air mata bersama.

Sosok Nisya yang tegas, membuat semua orang selalu menghormati dan menghargai nya. Dirinya sangat bijaksana dalam setiap apa yang ia ambil. Nisya juga sangat baik dan ramah kepada siapapun. Meski terkesan jutek dan menyeramkan, tapi ia sangat baik dan dipandang.

Jenaza Nisya sudah di bawa pulang. Kini semua orang mulai mengajikannya dan memberikan doa terbaiknya. Sekarang sudah tak ada lagi sosok wanita tegas dan sosok ustadzah yang menyeramkan.

Zainab masih sangat terpukul, ia bersender lemah di atas punda sang suami. Kyai Abdullah setia menemani Zainab. Seharusnya ia telah mengurus semua kematian putrinya. Tapi hati kecil nya mengatakan untuk tetap disini. Di samping jenaza putrinya, Abdullah masih belum berani memperlihatkan kesedihan nya.

Abdullah tidak akan bisa memperlihatkan air matanya di hadapan jenaza putrinya dan istrinya. Ia terlalu munafik jika tak merasakan sakit, saat putri tercintanya pergi meninggalkannya untuk selamanya.

"Tenang kan diri mu Adinda, cukup air mata yang keluar dari mata mu. Nisya akan sedih jika tau ummah nya menangis." Zainab tak mampu sekedar untuk membalas ucapan suaminya, dirinya begitu lemah.

"Nisya, sudah sangat tenang sekarang. Lihat saja wajahnya, sudah tak menampakkan kesakitannya selama ini. Putri kita sudah tak lagi menahan rasa sakit yang sejak lama di alaminya. Ikhlaskan dia adinda."

Sekuat apapun manusia, ia akan tetap lemah saat seorang yang ia cintai pergi meninggalkan nya. Bahkan bukan hanya jarak yang memisahkan nya, tapi alam dan tempat yang di pijaknya.

***

Di kamar sang istri, Hanif terduduk disana. Entah apa yang harus ia rasakan sekarang. Sedih atau bahkan senang. Sejak di rumah sakit tadi, ia belum sempat melihat wajah terakhir istrinya. Dan mengapa ia malah datang kerumah wanita lain untuk sekedar memberi kabar duka ini.

Hanif bingung ingin bersikap apa di hadapan mertuanya. Ia tidak bisa berpura-pura bersedih atau bahkan menangis. Apa yang akan di pikiran orang-orang jika ia sebagai suami, tidak bersedih setelah kehilangan istrinya.

Ia hanya menyesal karena ia belum bisa menjadi suami yang baik. Pernikahan baru berjalan beberapa hari. Kini dirinya sudah harus menjafi duda. Setelah berlama berpikir, Hanif memutuskan untuk keluar. Menemui semua orang dan mengajikan sang istri.

Sampainya disana, ia terus di beri ungkapan semangat dan kekuatan. Lalu untuk terakhir kalinya ia melihat wajah cantik istrinya sedang tertidur pulas di hadapan banyak orang.

Dan ia mulai mengambil muhsyaf, dan mengajikan istrinya. Tanpa di sengaja, air matanya menetes begitu saja. Rasanya ia telah merasakan kehilangan. Entah itu hanya rasa kemanusiaan atau dalam hatinya.

"Ya Allah mengapa hati ku bergejolak tak karuan. Apa aku sudah mulai mencintai nya? Tapi mengapa di waktu yang tidak tepat, saat dirinya sudah tak dapat ku genggam."

Hanif, tak kuasa menahan sesak di dadanya. Ia pun menyudahi bacaannya dan pergi dari sana. Kaki ny melangkah menjauh dari area pondok.

Dan sekarang di taman ia berada, Hanif mencoba menenangkan diri nya. Bagaimana bisa ia mencintai istrinya. Apa secepat itu ai berpaling, ia pun menggeleng kuat. Ia tidak mencintai istrinya, yang ia cintai hanyalah Habibah.

Muhasabah CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang