ix. they are everywhere

93 15 3
                                    

Eleanor duduk diam dengan kepala tertunduk di atas meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eleanor duduk diam dengan kepala tertunduk di atas meja makan. Tadi siang, omelan sang Ayah tak henti-hentinya mengalir deras seperti arus sungai. Tak mampu mengelak karena tahu akan sia-sia, Eleanor hanya diam dan mengakui kesalahannya dengan mata berkaca-kaca.

"Ayah, aku minta maaf," ujar gadis itu menampakkan wajah memelasnya.

"Tidak, jangan tunjukkan tampang itu padaku," tukas Jason. Dia hanya mengkhawatirkan putri kecilnya, tidak lebih.

"Kenapa kau harus berbohong padaku? kalau saja kau jujur lebih awal, Ayah tidak akan seperti ini," ujar Jason. Dia hanya takut kehilangan dunianya untuk yang kedua kali.

"Pernahkah kau membayangkan reaksi orang-orang apabila mereka tahu kau pergi bersama seorang pangeran? orang lain bisa membahayakanmu, Nak." Jason rasanya ingin menangis, sebenarnya ia pun tak tega memarahi putrinya tersebut, tapi dia kecewa karena Eleanor tak jujur padanya.

"Aku minta maaf," ujar Eleanor entah keberapa kalinya.

"Sejak kapan?" tanya Jason. Eleanor mengangkat kepalanya. Dia tidak bisa mencerna maksud dari pertanyaan yang dilontarkan sang Ayah.

"M-maksudnya?"

"Sejak kapan kau berteman, ah atau apalah kau menyebutnya dengan Pangeran Jaecob?" tanya Jason.

"Satu bulan yang lalu."

"HAH?!" 

Jason tercengang. Jadi perkara surat yang dibalas itu benar? Selama ini ia kira putrinya hanya terjebak dalam halusinasi untuk yang kesekian kali. Bahkan saat menjemput Eleanor di alun-alun tadi, ia sempat tak menyangka jika orang yang pergi bersama putrinya adalah anak raja.

"Pergi ke kamarmu," ujar Jason gusar.

Eleanor melangkah gontai menuju kamarnya. Menutup pintu pun tak berani membanting. Eleanor tahu ini salahnya. Andai saja ia jujur tadi sore.

Eleanor diam-diam menangis sendirian di dalam kamar. Ditemani bantal dan foto sang Ibu, Eleanor berbaring di atas ranjang dan berbisik lirih, "Ibu, doakan agar Ayah mau memaafkanku, ya."

Eleanor menarik selimut sampai ke batas dagu, dan mulai terbang ke alam mimpi.



Jason perlahan membuka pintu kamar gadis kecilnya. Dilihatnya manik kebiruan sang putri telah tertutup, tanda pemiliknya sudah berada di alam mimpi. Jason duduk di sebelah ranjang Eleanor dan menyingkirkan beberapa rambut yang menutupi dahi anaknya.

"Maafkan, Ayah. Aku hanya takut kehilanganmu," bisik Jason lirih. Dibelainya surai kecokelatan Eleanor dengan lembut. Gadis ini benar-benar duplikat ibunya. Semakin hari rasanya Jason tidak ingin melepaskan Eleanor walau sejengkal pun. Tapi Jason sadar kalau semakin hari, Eleanor semakin tumbuh dewasa. Bahkan sebentar lagi anaknya akan menyentuh umur legal.

MINOR(ITY);✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang