xvi. million dreams

70 14 6
                                    

Jaecob menyusuri hamparan rumput luas bersama kuda hitamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaecob menyusuri hamparan rumput luas bersama kuda hitamnya. Gemerlap kunang-kunang ikut serta menemani Jaecob di tengah malam yang gelap. Bulan tak muncul kali ini, tak ada penerangan dari langit. Bintang pun hanya berpendar redup. 

Jaecob mengeluarkan jam dengan pasir berwarna hijau pemberian sang putri dari Al-Ammar. Ameera bilang, pasir di dalamnya bukan pasir biasa. Pasir tersebut adalah hasil dari beberapa batu zamrud yang dihaluskan sampai menjadi pasir. Jaecob hitung, satu kali putaran jam tersebut memakan waktu kurang lebih 3 menit. Sudah tiga kali Jaecob memutar jam pasir tersebut. Yang artinya, telah 9 menit berjalan sejak Jaecob pertama kali mengendarai kuda. 

"Yang Mulia, hari sudah gelap, Anda seharusnya berada di istana saat ini." Panglima Donnie menghampirinya. Seperti biasa, patroli malam adalah kewajibannya. Tak ada satu prajurit pun yang diperbolehkan melakukan patroli malam tanpa sepengawasan Donnie. Itupun, Donnie pula harus ikut serta memimpin patroli.

"Apakah ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu?" tanya Donnie.

Jaecob mengangkat kedua alisnya, "Tidak, Paman. Aku hanya ingin melihat bulan," alasan Jaecob.

"Tapi tak ada bulan malam ini, Yang Mulia. Apakah Anda melihat langit yang berbeda?" tanya Donnie menanggapi pernyataan tak logis Jaecob sambil sesekali memandang ke arah langit. Barangkali benar-benar ada bulan dan ia tak dapat melihatnya dikarenakan faktor usia.

"Aku salah lihat ternyata, kukira burung putih yang melintas tadi adalah bulan," elak Jaecob.

"Bodoh sekali aku," pikir pangeran tersebut.

Pangeran bungsu tersebut melirik ke arah Donnie. Pria itu menatap sekeliling lapangan dengan tatapan awas. Barangkali ada penyusup yang menerobos masuk ke area istana.

"Paman," panggil Jaecob pelan.

"Saya, Yang Mulia." Donnie menjawab dengan sopan.

"Maaf jika aku terkesan lancang dan tak sopan, tapi—bagaimana cara Anda bertemu dengan ibu Jeno?" tanya Jaecob berhati-hati.

Donnie terkekeh, "Ada apa gerangan, Yang Mulia? pembahasan ini agak sedikit tabu."

"Ah, tak apa. Aku hanya—"

"Ibu Jeno adalah seorang penunggang kuda andal," ungkap Donnie, "sampai sekarang pun dia masih menunggang kuda."

Jaecob masih diam menunggu lanjutan kalimat Donnie, "Itulah mengapa Jeno sangat lihai dalam menunggang kuda, walau strategi perangnya sangat payah," ucap sang panglima. Jaecob bersikeras untuk menahan tawanya yang sudah berada di ujung lisan, tak bisa ia bayangkan ekspresi tak terima Jeno bila lelaki itu ada di sini sekarang.

"Aku bertemu dengannya saat aku menjalani pelatihan prajurit," lanjut Donnie lagi, "Amanda sangat menawan saat menunggang kudanya, seolah dia ditakdirkan Tuhan untuk terus mengabdi sebagai penunggang kuda seumur hidupnya." Donnie menyanjung sang istri.

MINOR(ITY);✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang