xviii. hello, who's there?

61 14 11
                                    

"Kita kemana, Ayah?" tanya Jaecob kebingungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita kemana, Ayah?" tanya Jaecob kebingungan. Lelaki tersebut hanya bisa diam mengikuti langkah sang ayah yang sangat cepat menelusuri hutan. Tak jarang Jaecob tersandung akan kerikil dan ranting-ranting yang berserakan di atas tanah. Mereka sudah berjalan selama lebih dari satu jam, dan pria yang memimpin jalan di depannya tak kunjung berhenti menapakkan kaki di satu tempat.

"Ayah, aku akan kau bawa kemana?" tanya Jaecob lagi. Tak ada balasan sedikit pun dari sang ayah. Sepanjang jalan Jaecob berceloteh pun pria tersebut enggan menjawab. Kalau memang Jaecob akan dibuang di tengah hutan, mengapa ayahnya ikut serta membawa perlengkapan menetap? 

"Aku minta maaf apabila kejadian kemarin membuat ayah marah," ucap Jaecob pelan.

"Ayah ada harimau!" 

Simon menghunuskan pedangnya. Netranya menjelajahi ke antara semak belukar, "Di mana harimaunya?!"

"Tidak ada, aku hanya ingin ayah meresponku," jawab Jaecob dengan mulut mengerucut.

"Candaanmu tidak lucu," Simon berkata dingin.

"Aku tidak bercanda," elak Jaecob.

"Apakah kau tidak bisa diam dan menunggu? apakah kau tak punya ruang lebih dalam kepalamu untuk menahan sejenak pertanyaan-pertanyaanmu itu?" ujar Simon.

Jaecob menunduk takut, "Maaf, Ayah."

"Kalau saja kau bisa menahan diri saat itu, aku tak akan melakukan ini padamu," ucap Simon dingin.

Jaecob menghela napas pelan. Bagaimana lagi? itu memang salahnya. Raga Jaecob awalnya menolak untuk menggerakkan kaki dan turun meninggalkan kereta. Namun hati berkata lain. Hati lelaki tersebut berkata untuk menghampiri gadis lusuh yang tersungkur di tanah dan memberikan kain luka padanya. Ya, kali ini Jaecob mengikuti hatinya. Jaecob tak mau lagi membesarkan gengsi.

Akhirnya, Simon berhenti dan menapak mantap pada satu tempat. Jaecob melihat rupa gubuk kayu lapuk yang mungkin jika meletakkan kelingking saja tumpukan kayu tersebut bisa rubuh seketika. Belum lagi indra penciumannya menangkap bau tak sedap datang dari gubuk tersebut.

"Ayo masuk," ucap Simon.

Jaecob dengan ragu menapakkan sepatu pantofelnya ke atas tangga rendah gubuk. Jaecob tak yakin gubuk ini layak huni, menopang satu kaki saja kayu tersebut berteriak keras. 

"Cepat masuk, aku harus segera kembali ke istana," cetus Simon.

"Aku? apakah itu seharusnya kita?" tanya Jaecob.

"Tidak, kau akan menetap di sini, jangan coba-coba untuk mengikutiku pulang." 

Jaecob melebarkan pandangannya. Yang benar saja? ayahnya tidak sedang bercanda kan?

"Apa maksud Ayah?" tanya Jaecob.

"Kau sangat mengutamakan gadis lusuh itu, tunggulah dia di sini kalau begitu, tunggulah dia sampai dia datang menjemputmu," ucap Simon.

MINOR(ITY);✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang